Saat perjalanan berangkat ke sekolah, pikiran Weeby semakin kalut, apalagi kemarin sepulang sekolah ia melihat Resti yang ternyata sudah hamil karena ulah cowoknya. Hal itu sungguh merenggut otak Weeby untuk kembali memikirkannya.
Resti sudah hamil? Weeby masih setengah belum percaya. Sebenarnya Weeby juga kasihan melihat Resti yang menangis sampai sesenggukan seperti kemarin sore, tetapi ia juga masih kesal saat Resti semakin akrab dengan Marcell.
Setelah sampai di sekolah, Weeby segera memarkirkan motornya di tempat biasa, lalu ia mulai keluar dari kendaraan beroda empat itu, dan dilanjutkan melangkah kaki dengan cepat.
Weeby baru ingat kalau hari ini akan diadakan ulangan, sungguh s**l nasibnya. Weeby sama sekali tidak belajar semalam, ia hanya asik memikirkan Resti dan segala kemungkinan-kemungkinanmya kalau ia hamil.
Tak sadar, Weeby sudah berdecak sembari menggerutu tak jelas, entah cara apa yang dilakukannya nanti saat ulangan. Sekarang Marcell sudah tidak ada di sampingnya, dan otomatis Weeby tidak bisa mencontek ulangan milik cowok itu.
Begitu pijakan kaki Weeby sudah berada di depan kelas, seketika Weeby menelan ludahnya dengan susah payah saat melihat teman-teman kelasnya sudah asik bergelut dengan buku yang ada di bangku masing-masing.
Semua mendadak rajin, ruang kelas pun seakan seperti kuburan, sunyi dan sepi. Tanpa ada suara sedikitpun. Yang sedari telinga Weeby tangkap adalah suara embusan napas gusar dan lembaran buku yang dibolak-balik.
Saat Weeby berjalan ke arah bangkunya pun, semua siswa tidak ada yang menoleh, sangat fokus pada ulangan kali ini. Weeby tahu, ini adalah ulangan yang diadakan oleh Pak Subroto, guru matematika yang terkenal killer itu.
Sekali ketahuan mencontek, beliau tak segan-segan akan merampas kertas milik siswa yang mencontek, tidak sampai di titik itu, Pak Subroto akan menyobek kertas ulangan hingga menjadi beberapa keping. Masih ada satu lagi, beliau akan murka dan marah besar tentunya. Dan guru itu tentunya bakal mengeluarkan siswa tersebut dari dalam kelas.
Membayangkan itu, nyali Weeby mendadak ciut, ia menelan salivanya susah payah. Weeby segera duduk di bangkunya, Uti pun tampak tidak terkecoh atau sekadar menoleh saat Weeby mendaratkan bokongnya dikursi.
Weeby tidak ingin mengganggu Uti, biarlah cewek gemuk itu fokus pada belajarnya. Weeby tidak langsung membuka buku seperti siswa yang lain. menurutnya, bila dirinya melakukan hal itu, percuma saja karena materi yang baru saja diambil tidak akan terekam diotaknya.
Sepuluh menit setelah Weeby duduk dengan nyaman, tiba-tiba saja aura kelas menjadi semakin mencengkam saat Pak Subroto berjalan dengan rahang tegas memasuki ruang kelas.
Semua diam, menyaksikan gerak gerik guru killer itu. Pak Subroto lalu mengucapkan salam singkat dan dilanjutkan membagi kertas ulangan pada semua siswa.
Soal yang guru matematika itu bagikan terdiri dari tiga tipe soal berbeda, hanya soalnya saja yang berbeda, namun cara dan rumusnya tetsp sama. Weeby hanya bisa membuang napasnya gusar, ia pasrah begitu saja.
Saat lembar soal dibagikan, Weeby mendapatkan tipe soal A, sementara Uti mendapatkan tipe soal C. Ish, Weeby spontan mencebikkan bibirnya kesal, sekarang ia tidak bisa mencontek Uti.
"Empat puluh lima menit seharusnya cukup untuk menyelesaikan semua soal yang bapak berikan, jangan nyontek kalo nggak mau nilainya kosong," ucap Pak Subroto dengan tegas, siapa yang mendengarnya pasti akan menelan ludahnya dengan takut.
Lima menit pertama, semua siswa asik mengisi jawaban soal yang dirasa benar, sementara Weeby hanya bisa celingukan, menatap teman kelas yang sangat rajin mengisi jawaban soal.
Lembar jawab Weeby masih saja kosong saat sampai menit ke sepuluh. Tentu saja Weeby gelisah, jari kelingkingnya ia gigit sendiri, memang sudah menjadi kebiasaan saat sedang gelisah seperti ini. Sekarang Weeby tidak tahu mau melakukan hal apa, waktu bergulir begitu cepat hingga kini sisa waktu tinggal sepuluh menit lagi.
Weeby menoleh ke arah Uti, cewek tambun itu sudah mengisi empat soal. Berarti itu tandanya Uti tinggal menyelesaikan satu soal lagi.
Cepet banget, Weeby membatin.
"Uti, bantuin gue dong. Gue masih kosong nih." Weeby menyenggol tangan Uti dengan sikut miliknya, spontan Uti langsung terganggu, ia menoleh ke arah weeby.
"Hah? Kok bisa sih? Lo belajar nggak?" Uti begitu shock saat melihat lembar jawaban Weeby yang masih kosong melompong.
Weeby memayunkan bibirnya sembari menggeleng dengan lemah.
"Tapi gimana caranya gue bantu, gue takut ketahuan Pak Subroto By," desis Uti sambil berbisik. "Lagian gue juga belum selesai."
"Gue sama sekali nggak bisa nih," komentar Weeby semakin gelisah, hingga waktu terus bergulir, dan kini hanya tersisa tujuh menit sebelum semua kertas ulangan dikumpulkan.
"Lo tulis caranya aja deh, nanti biar gue cari hasilnya sendiri. Gue mohon tolongin gue Ti, satu soal aja nggak pa-pa deh, asalkan lembar ini nggak kosong," ucap Weeby masih berbisik, ia menggebu-gebu dalam berucap.
Srek!
Spontan Uti dan Weeby langsung membulatkan matanya dengan lebar, mereka berdua tercekat bukan main, mengedipkan matanya rasa rasanya juga sangat sulit untuk dilakukan.
Sekarang, semua tatapan nyalang dari semua siswa menyorot ke arah bangku Weeby.
"Sekarang, kalian berdua keluar dari ruangan ini," perintah Pak Subroto dengan rahang mengeras, ia menunjuk ke arah pintu, memerintah supaya Uti dan Weeby lekas beranjak dari kursi dan segera keluar dari ruang kelas.
Terpaksa dua cewek itu mengikuti anjuran sang guru, keluar dengan perasaan kacau sekaligus menahan malu.
Yang membuat Weeby merasa bersalah adalah karena ia menyeret Uti ke dalam kubangan masalah, cewek itu tidak salah apa-apa di sini. Uti terkena getah karena ulah Weeby.
Dan lihat tadi, padahal Uti sudah mengisi empat soal! Satu soal lagi cewek itu selesai dan terbebas dari ulangan, alih-alih malah dihukum seperti ini.
Weeby juga tahu bahwa Uti pasti sudah mempersiapkan ulangan kali ini mati-matian. Cewek itu tentunya sudah belajar semalam.
Mendadak saja Weeby sangat begitu menyesal karena Uti terkena imbas karena dirinya.
"Ti, maafin gue. Gue emang bodoh, nggak seharusnya gue minta bantuan lo kalo ujung-ujungnya kertas jawaban elo di sobek oleh Pak Subroto," ucap Weeby lesu, sungguh, ia merasa bersalah pada Uti.
Tersenyum dengan simpul, Uti berujar dengan suara lembut, "nggak pa-pa By, sekarang lo nggak usah merasa bersalah gitu."
"Tapi kan lo nggak dapet nilai, udah susah-susah elo mikir jawaban, eh taunya harus pupus gitu aja, dan hal itu nggak akan terjadi bila gue nggak minta bantuan ke elo." Weeby menundukkan kepalanya, ia merasa sangat malu dan begitu kecil. Rusak sudah semuanya.
"Udahlah By, sekarang kita nggak usah mikirin hal yang sudah berlalu," ucap Uti dengan tegas, ia kemudian melanjutkan ucapannya, "bagaimana kalo sekarang kita ke kantin aja?" Uti mengangkat sudut bibirnya, tersenyum begitu lebar hingga mulutnya terlihat hampir sobek.
Weeby mengiyakan, ia mengangguk-angguk dagunya dengan gerakan lemas, "sekali lagi maafin gue ya Ti," mohon Weeby lagi sampai-sampai Uti yang mendengar kalimat itu merasa sangat bosan.
"Sekali lagi lo bilang kayak gitu, gue nggak bakal maafin lo," tegas Uti, hal itu dilakukan hanya semata-mata agar Weeby tidak mengeluarkan kata maaf lagi.
Sungguh, Uti tidak berbohong bahwa ia tidak marah dengan Weeby.
Saat jam Pak Subroto sudah selesai, Weeby dan Uti tentunya kembali ke kelas.
"Mampus lo By, salah sendiri siapa yang pindah duduk di sini, kena karma kan, lo?"
Sekali lagi, Marcell tertawa terbahak lantaran Weeby sama sekali tidak mendapatkan nilai ulangan dari Pak Subroto. Hal itu membuat Marcell semakin menggila untuk merocoki Weeby habis-habisan.
Memang, sebelumnya jika Weeby duduk dengan Marcell, ia bisa meminta bantuan walaupun nyatanya itu sangat sulit. Letak bangku Marcell yang berada di barisan paling belakang membuat Pak Subroto jarang melangkah ke arah sana. Oleh karena itu, setiap ulangan diadakan, Weeby selalu merengek pada Marcell, meminta bantuan dengan segala tingkah. Bagaimanapun juga Marcell adalah bintang kelas di kelas ini.
"Sekali lagi lo ngomongin gue, b****g elo gue tabok nih!" Weeby memancarkan aura kesetanan, hunusan tatapan elangnya berhasil menancap dimanik mata Marcell, lalu Weeby mengangkat satu tangannya ke udara, berniat untuk melancarkan aksinya itu.
"Wow! Kalo b****g gue elo tabok, nanti nggak seksi lagi dong?" Marcell menyahut lagi, kali ini tawanya lebih nyaring. Padahal kata-kata yang diucapkan tidak ada unsur komedinya, Weeby yang melihat itu hanya mencibir, menatap Marcell penuh jijik.
"Ya udah sini, gue udah siap!" balas Weeby dengan garang, rahang kecilnya ia katupkan.
"Nggak sudi ah, kasihan b****g gue kalo elo yang nabok, nanti karatan lagi. Secara telapak tangan elo kan kasar kayak amplas," celetuk Marcell dengan asal, kemudian ia mundur satu langkah dari hadapan Weeby.
"Apa hubungannya karatan sama amplas?!" Emosi Weeby langsung mencuat, memang dasarnya Marcell adalah cowok menyebalkan dimata Weeby.
"Nggak tau, pikir aja sendiri sana, tanya mbah gugel atau cari di perpustakan barang kali ada buku yang bahas hal itu," komentar Marcell penuh percaya diri.
"Ngurusin sama lo sampe mati aja nggak bakalan selesai." Weeby memutar malas kedua bola matanya, lalu dua detik selanjutnya ia kembali menatap Marcell.
"Kan udah gue bilang, kalo belum rampung, dilanjutin di neraka kan bisa."
"Lo aja sana yang ke neraka, lo halal dimasukin ke sana," ucap Weeby dengan nada suara keras, ia maju satu langkah, setelah sampai dihadapan Marcell, tidak segan-segan Weeby langsung menjitak kepala cowok itu dengan sangat keras. Sampai-sampai bunyi klatuk terdengar dengan nyaring.
Tentu saja Marcell langsung mengadu kesakitan, berulang kali ia tampak mengusap kepalanya tepat diarea jitakan Weeby barusan.
"Sakit b**o, elo maunya di mana? Surga?"
"Gu—
"Di surga mana boleh berantem cekcok mulut anjir, mikir pake otak lo," potong Marcell, ucapan Weeby sampai belum tuntas akibat Marcell langsung menyela.
"Siapa yang mau berantem sama lo di surga?!" Weeby semakin tersulut, tenaganya hampir habis kalo meladeni Marcell terus menerus seperti ini.
"Ya udah deal, berarti nanti kalo kita udah mati, kita lanjutin di neraka? Oke?" Marcell menjulurkan tangannya, meminta kesepakatan dari Weeby.
"NGGAK SUDI."
Setelah kata itu meluncur dengan sarkas dari bibir tipis Weeby, pada akhirnya cewek cantik itu membalikkan badan, lalu mulai melenggang pergi menuju bangkunya.
Marcell bersorak dalam hati karena ia berhasil membuat emosi Weeby mendidih dan keluar begitu meledak. Bagi Marcell, melakukan hal seperti itu sangatlah menyenangkan, lebih-lebih lagi emosi Weeby yang gampang terpancing.
Dengan wajah yang masih dipenuhi kemarahan yang belum reda, Weeby langsung mendaratkan bokongnya begitu asal. Lalu ua terus mencibir dan menggerutu, tidak sedikit pula sumpah serapah turut ia keluarkan.
"Dasar cowok nyebelin, pingin gue buang ke tong sampah aja, Marcell jelek, nggak punya otak," gerutu Weeby yang masih kesal setengah mati akibat Marcell terus mengganggunya.
"Marcell lagi Marcell lagi, nggak bosen apa lo berantem mulu sama dia?"
Spontan Weeby langsung menoleh ke samping saat perkataan Uti meluncur dan melayangkan diudara, "menurut elo?"
"Awas By, jangan benci Marcell mulu tau," peringat Uti sembari menyenggol Weeby dengan sikutnya.
"Gimana gue nggak benci sama cowok jelek seperti dia kalo kerjaannya gangguin gue mulu?"
Uti mengecapkan bibirnya, lalu ia menggelengkan kepalanya sebanyak tiga kali, " nanti kayak disinetron baru tau rasa lo, dari benci jadi sayang, ea!"
"Ih apaan sih Ti? Mana sudi gue pacaran sama cowok nyebelin kayak Marcell? Yang ada gue malah jijik," ucap Weeby sarkastik, lalu ia melirik Marcell yang sangat sibuk bercengkerama dengan Resti.
"Marcell ganteng loh By, mata lo belekan kali," bisik Uti, ia tidak mau ada siswa lain yang mendengar ketika ia berbicara seperti itu.
"Terserah lo dah Ti, yang penting gue sebal sama tuh cowok, dan sampe kapan pun, pemikiran gue nggak akan berubah. Emang dasarnya Marcell memang menyebalkan."
Uti hanya mengangguk mengiyakan, "ya terserah lo aja sih, tapi menurut elo kalo Marcell jadian sama Resti cocok nggak By?" Mata Uti kini nampak berbinar.
Tiba-tiba saja ketika mendengar hal itu, hati Weeby mendadak mencelos dan dongkol, setiap membahas Resti dan Marcell, perasaan Weeby menjadi tidak tenang. Weeeby kemudian menoleh ke belakang, tampak Marcell masih saja tertawa riang.
"Nggak tau," balas Weeby tak acuh, ia mengendikkan bahunya.
"Menurut gue sih cocok, soalnya serasi gitu kalo dilihat. Iya nggak sih By? Sama-sama cakep pula tuh," pekik Uti, membuat Weeby mendadak saja memutar malas kedua bola matanya.
"Ih apaan sih Ti, cocokan juga sama gue."
"Apa?!"
Refleks Uti segera membulatkan matanya dengan lebar, apa yang Weeby katakan beberapa detik yang lalu sukses menyita perhatiannya.
Weeby langsung gelagapan, ia tidak tahu kenapa ia bisa ngomong seperti itu, hal ini terjadi secara spontan.
"Gue nggak salah denger kan, By? Coba ulangi tadi lo ngomong apa?"
Uti menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Weeby, kali ini yang ia butuhkan hanyalah kejelasan dari perkataan Weeby.
"Emang gue ngomong apaan?" Weeby berpura-pura linglung, menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak merasa gatal.
"Lo ngomong kalo Marcell hanya cocok sana lo, jadi otomatis elo suka dong sama Marcell?" ucap Uti sembari terkikik kecil, ia lalu mencolek dagu Weeby dengan gemas.
"Lo salah dengar Uti, kapan gue ngomong kayak gitu? Jangan ngaco kalo ngomong."
"Lah terus berarti gue salah denger gitu?"
Weeby langsung mengangguk-anggukkan kepala, "yup, dan kayaknya telinga elo perlu dikerokin lagi biar indera pendengar elo jadi sejam silet," celetuk Weeby.
"Nah kalo gitu, lo tadi ngomong apaan dong?" Uti menatap Weeby lekat-lekat, sedikit curiga dengan apa yang Weeby katakan.
Weeby membuang napasnya frustrasi, sedetik kemudian ia kembali berucap, "gue ngomong kalo Resti nggak cocok sama Marcell."
"Terus?"
"Apalagi sama gue?" Weeby menunjuk dirinya dengan jati telunjuk.
Dan sepertinya Uti percaya begitu saja. Padahal sebenarnya Weeby tadi keceplosan.