Marcell tersenyum tipis, lalu ia pun mulai memundurkan wajahnya yang semula sangat dekat dengan Weeby. Cowok itu memandangi Weeby dalam dalam, pipi Weeby terasa panas, Marcell dapat melihat jika semburat merah sudah terlihat di sepasang pipinya itu.
Cantik? Weeby belum pernah mendengar kata itu terucap dari Marcell, entah kenapa perutnya seolah diterbangi oleh ribuan kupu-kupu dan entah sejak kapan desiran darahnya terdengar mengalun dengan lembut.
Merasa malu, Weeby menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ia benar-bebar ingin berteriak sekeras mungkin, Marcell telah menjungkirbalikkan suasana hatinya. Bagaimana bisa hal ini terjadi begitu saja? Weeby perlu memeriksa hatinya ke spesialis dokter khusus orang yang mengalami gangguan tentang hati. Ya, Weeby rasa dia akan melakukan hal itu, pasti hatinya sedang rusak sekarang.
"Makasih, gue terima pujian lo itu," ucap Weeby, masih pura-pura jutek, ia tidak mau terlihat senang oleh perkataan Marcell.
Cowok itu hanya manggut-manggut sebagai jawabannya, ia menatap Weeby dengan lamat, Marcell tidak berbohong, memang Weeby terlihat sangat cantik, ia tidak bisa mengelak begitu saja.
"Sebenarnya tujuan lo minta gue ketemuan di sini mau apa sih?"
Marcell segera mengedipkan matanya beberapa kali, lamuannya seketika membuyar saat suara dari Weeby mengalihkan fokusnya. Ditatapnya cewek itu dengan pandangan kosong, Marcell tidak mendengar apa yang Weeby katakan.
"Ha? Apa?"
Weeby mengetuk jidatnya, sebenarnya ia sangat malas mengulang pertanyaan lagi. Tapi apa boleh buat, ia butuh jawaban itu. Tak lama kemudian Weeby kembali mengulang pertanyaan. Sama persis, tidak ada yang berbeda dari kata-katanya. Hanya saja nada suaranya yang ia tinggikan. Weeby tidak mau Marcell menyuruh mengulanginya lagi. Tidak sudi Weeby melakukan itu untuk ketiga kalinya.
"Udah, cuma mau ngomong lo cantik doang," balas Marcell, tengkuknya yang sama sekali tidak terasa gatal Marcell garuk berulang kali, ia tersenyum lebar.
Mulut Weeby lantas terbuka dengan lebar. Jawaban macam apa yang barusan telinganya tangkap itu? Marcell memintanya ke sini cuma mau bilang bahwa dirinya cantik? Weeby kesal mendengarnya, kepalan tangannya sudah ia bentuk sedemikian rupa, sekarang Weeby hanya menunggu waktu yang tepat untuk meninju rahang Marcell itu.
"Ish, lo nyebelin banget, kalo gue ngerti, gue nggak bakalan dateng ke sini. Nyusahin orang aja."
Weeby memutar tubuhnya, membelakangi Marcell begitu saja. Weeby memang berhak untuk marah, sifat Marcell yang menyebalkan itu sungguh tidak bisa di beri ampun. Panggilan dari Marcell yang menyatu dengan udara tidak Weeby hiraukan, sedari tadi Weeby sudah memutuskan untuk menulikan indera pendengarannya. Weeby sedang tidak mau berbicara kepada cowok itu untuk waktu sekarang.
"Nggak, By. Gue becanda doang kali. Gue mau bicara serius nih sama lo. Sumpah, kali ini gue nggak main-main. Ini menyangkut soal—"
"Soal apa?" Weeby bertanya dengan teriakan karena Marcell tak kunjung melanjutkan kata-katanya. Terlalu penasaran dengan itu, Weeby berbalik badan, matanya dengan tajam mengarah ke arah Marcell.
Dengan kikuk seraya menahan gugup, Marcell mengeluarkan napasnya agar bisa fokus.
"Ini menyangkut so-soal perasaan gue," jawab Marcell gugup. Dipandanginya Weeby yang terbengong di tempat.
Perasaan katanya? Soal hati? Weeby tidak bisa berkomentar lagi. Mulutnya seperti diberi lem perekat, ia mematung di tempat. Hanya matanya yang bergerak dengan lincah memandangi Marcell di hadapannya.
Jantung Weeby tidak bisa dikendalikan lagi, perkataan dari Marcell sungguh membuat Weeby dilanda kebingungan. Apakah benar Marcell akan menembaknya? Lantai apa yang akan Weeby katakan? Weeby gugup, jari tangannya sudah berkeringat. Sembari menunggu Marcell mengatakan sesuatu lagi, bersi keras Weeby berpikir kata-kata yang paling tepat untuk ia gunakan sebagai jawaban.
Tepat setelah Weeby sudah berpikir dengan mantap, Marcell kembali berkata. Tatapan matanya beradu dengan sepasang manik mata Weeby.
"By, gue mau ngomong sama lo, dan gue harap lo setuju dengan pertanyaan gue kali ini. Bisa?"
Seperti ada yang mendorong kepalanya dari belakang, Weeby mengangguk begitu saja, dadanya sudah berdebar menerima pertanyaan yang terlontar dari bibir Marcell.
Marcell tersenyum puas, "gue mohon sama lo dan gue harap lo mau jadi—"
Marcell membungkamkan mulutnya lagi, tatapan saling beradu satu sama lain dengan bola mata indah milik Weeby. Lewat sorot mata Marcell itulah membuat Weeby menelan ludahnya. Kata-kata Marcell yang terus menggantung membuat Weeby gemas sendiri.
"Gue mau lo jadi teman duduk gue kayak dulu, gue pasti kesepian duduk sendirian lagi. Lo mau, kan?"
Weeby langsung melototkan matanya. Apa yang barusan didengar sungguh diluar ekspektasi, perasaannya tiba-tiba saja dongkol. Dengan napas panjang yang keluar dari lubang hidungnya, sorot mata Weeby tidak mau berpindah dari Marcell. Tanpa terasa, ia mengangguk setuju hingga Marcell mengulum senyum singkat.
"Baiklah."
Sebenarnya, di sini salah siapa? Apakah Weeby yang terlalu berharap atau Marcell yang memberi sebuah harapan palsu? Weeby pikir, awalnya Marcell akan mengajak dirinya untuk berpacaran!
Singkat waktu dan cerita, keesokan harinya di sekolah :
"Uti, gue mau duduk di belakang lagi, boleh nggak?"
Sungguh, Weeby merasa tidak enak hati bertanya soal ini kepada Uti. Rasanya tidak tega meninggalkan sahabatnya yang sudah menerima keluh kesah darinya.
"Sama Marcell?" Uti memberhentikan aktivitas menulisnya, lalu tatapannya beradu dengan sepasang bola mata Weeby.
Anggukan kepala dari Weeby membuat Uti tersenyum tipis, lalu kemudian ia kembali bersuara, "terserah lo aja, gue nggak mungkin kan maksa lo?"
"Nggak pa-pa nih? Lo yakin nggak keberatan gue duduk di sana sama Marcell lagi?"
Uti mengangguk mantap sembari mengangkat jempolnya. Namun, tidak sepenuhnya ia setuju, setelah Weeby pergi, sudah pasti dirinya akan kesepian. Memang Marcell sudah duduk sendirian lagi saat Resti diputuskan oleh pihak sekolah bahwa cewek itu dikeluarkan dari sini.
Tepat saat berita itu tersebar, teman-teman kelasnya merasa tidak enak dengan Weeby. Tidak butuh waktu lama untuk meluruskan masalah ini lagi.
"Ya udah, gue ke belakang dulu, ya Ti? Istirahat nanti gue traktir elo ke kantin deh. Gue bakal turutin lo mau makan apa aja di kantin."
"Serius nih? Gue curiga nih sama lo, aneh tau nggak?!" Uti mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, mencoba berpikir dari keanehan sikap Weeby yang mendadak seperti ini.
"Lo juga sering traktir gue, sekali-kali gantian gue yang traktir, nggak pa-pa, kan?"
"Kayak ada yang aneh, tapi apaan, ya?"
Weeby memutar bola matanya, sahabatnya ini banyak berpikir. Memangnya Weeby terlihat aneh, gitu? Uti benar-benar berlebihan.
"Lo pacaran sama Marcell, By?" tebak Uti asal. Tanpa diduga Weeby tersenyum malu hingga membuat wajah Uti berbinar. Cewek bertubuh gempal itu tidak percaya dengan itu.
"Serius By, lo pacaran sama Marcell?"
Uti masih belum percaya dengan yakin, ia hanya ingin memastikan. Tetapi lagi dan lagi yang ia dapatkan hanya senyuman manis dari Weeby. Sedikit menyebalkan memang, tapi tak apa jika begitu. Uti tahu kalau Weeby sedang menahan malu.
"Ya udah, gue terima traktiran dari lo itu, beneran lo mau bayar semua makanan yang nanti gue pesen di kantin, By?" Uti mengerjapkan matanya berulang kali, menatap Weeby dengan binar wajah yang ceria.
"Iya, lo nggak percaya sama gue?"
Uti bersorak dengan gembira, lalu tangannya ia kibaskan, mengomando Weeby agar segera minggat dari bangkunya. Uti tahu kalau Marcell di belakang sana sudah menunggunya. Cewek tambun itu memandangi punggung Weeby yang menjauh, sesekali ia terkikik geli.
"Ih Weeby, lo cocok banget sama Marcell. Lo cantik, Marcell ganteng. Hasil benih dari kalian berdua pasti membuahkan hasil yang bagus tuh kalo kalian berdua sampai nikah nanti dan punya anak. Gue kapan, ya, punya pacar?" Uti berbicara sendiri, matanya tidak mau berpindah menatap ke arah belakang, Weeby terlihat sangat romantis dengan Marcell.
"Lo mau kayak mereka Ti? Sama gue aja hayuk, gimana, mau nggak?"
Uti segera memalingkan wajahnya, mencari sumber suara berada, namun begitu melihat Novan yang mengedipkan matanya membuat Uti hampir muntah. Secepat kilat Uti memutar bola matanya dengan malas.