35. BERSAMA DI SINI

1869 Kata
Sesuai janji yang sudah disepakati sebelumnya, Weeby dan Marcell sepakat untuk bertemu di taman yang tidak jauh dari kawasan daerah Jakarta. Ini adalah akhir pekan, jadi pengunjung di tempat ini sedikit agak ramai dari biasanya, sekarang Weeby tengah terduduk di salah satu bangku panjang, jari tangannya sedari tadi ia ketukkan di meja, sekedar mengusir rasa bosan yang sudah menempel diraganya. Weeby lagi dan lagi menghela napasnya dengan gusar, lalu tak sengaja tangannya menyentuh punggung tangan seseorang. Otomatis dengan segera pandangannya ia alihkan untuk menengok siapa gerangan orang yang Weeby sentuh barusan, ia ingin meminta maaf. Begitu tatapannya sudah teralihkan ke sana, Weeby langsung memberhentikan gerakan tarikan napasnya, ia menahannya sebentar. Keterkejutannya masih tidak mau hilang. Bagaimana bisa? "R-Resti?" Mulut Weeby masih enggan mau mengatup, bagaimana bisa dirinya dipertemukan dengan cewek itu di sini? Weeby masih canggung menanggapi semua ini. Lebih lebih lagi Weeby merasa sangat jahat kepada cewek itu. "Iya ini gue," balas Resti singkat, dan Weeby tentu saja bingung apa maksud dari Resti duduk di sampingnya seperti ini. "Lo mau apa?" Resti tersenyum kepada Weeby, entah ini anugerah atau bencana besar yang akan Weeby dapatkan, sebelumnya Weeby tidak pernah mendapatkan sekadar senyuman dari Resti, sapaan darinya pun jarang sekali, atau bahkan tidak pernah. Dan kali ini Resti melakukan hal itu? Dari raut wajahnya, Weeby masih belum menemukan jawaban. "Eh?" Weeby mematung di tempat saat pelukan hangat ia dapatkan dari cewek disampingnya ini. Rangkulan tangannya yang membungkus badannya menciptakan perasaan hangat tersendiri. "Weeby, maafin gue yang selama ini jahat sama lo ya, gue tau gue udah keterlaluan banget sama lo, gue tau kalo gue nggak pantas dimaafin sama elo. Tapi, gue benar-benar menyesal." Weeby tidak bisa menahan ini semua, dan akhirnya senyumannya terbit begitu saja, ia kemudian membalas pelukan Resti, punggung Resti ia usap pelan, ingin menyalurkan kehangatan yang tercipta, Weeby juga merasa tetesan air mata Resti yang jatuh dibajunya. Setelah mereka berdua sama-sama menguraikan pelukan, Weeby tersenyum manis ke arah Resti, dan dibalas senyuman yang sama pula, lalu dengan inisiatif yang tinggi, Weeby menjulurkan tangannya dan berakhir diwajah Resti. Sentuhan tangan hangat yang merambat diwajahnya dapat Resti rasakan, sapuan jari Weeby yang masih berusaha menghapus jejak-jejak air matanya masih Resti hayati. Dadanya tiba-tiba ikut menghangat. "Elo nggak usah nangis lagi, gue nggak mikirin masalah itu lagi kok, jadi lo tenang aja, ya?" Tangan Weeby beralih menyentuh punggung tangan Resti, menyentuhnya dengan erat, dan sesekali Weeby mengusapnya dengan jempol tangannya. "Iya, makasih, lo baik banget sama gue By, bahkan setelah apa yang gue lakuin ke elo," ucap Resti bahagia, senyumannya tidak bisa ia tahan. "Nggak juga kok," balas Weeby singkat, ia sadar kalau dulu dirinya juga pernah menjadi orang jahat, semasa SMP Weeby juga pernah menindas adik kelas. Weeby sendiri juga tidak sadar dari mana semua ini berawal. Semua berjalan begitu saja. "Besok gue udah pindah ke Bandung, di sana gue akan menikah dengan Gama. Doain gue biar acaranya lancar, ya?" Walaupun sedikit terkejut tentang informasi dadakan itu, tetapi Weeby berusaha bersikap seperti biasa. Sedetik kemudian tarikan sepasang bibirnya terangkat ke atas. "Pasti akan gue doain kok. Gama setuju nikah sama lo? Terus gimana awalnya? Eh sori kalo gue lancang dan terlalu kepo." Resti menurunkan tangan Weeby yang masih menggantung di mulutnya, pertanyaan itu sama sekali tidak mengganggu menurutnya. "Iya, walaupun sebelumnya hati gue sangat hancur saat dia menolak gue mentah-mentah. Orang tua gue dan orang tuanya sepakat akan nikahin kita berdua. Tapi nggak lama setelah itu dia setuju juga kok. Ya, bagaimanapun juga anak yang gue kandang, kan, anak Gama juga." Weeby mengangguk paham, lalu tak lama kemudian ia kembali bertanya, "Marcell gimana? Dia udah tahu lo bakal sama Gama nikah di Bandung?" "Gue mau dia denger dari orang lain, terlebih lagi kalo lo yang ngasih tahu Marcell, gue tahu kalo gue sangat nggak cocok sama cowok baik kayak Marcell, tapi mau bagaimana lagi, ini udah takdirnya. Dan gue punya satu permintaan sama lo, lo mau kabulin permintaan gue By?" Seketika wajah Weeby berubah menjadi tegang, bersama dengan itu pula tawa Resti menyembur keluar. Raut muka Weeby terlihat sangat takut. "Gue mau lo pacaran sama Marcell, lo berdua cocok, lo mau kabulin permintaan gue, kan?" "Kabulin?" Weeby tidak bisa janji soal ini, sebuah hubungan bukannya ada ikatan yang timbul benih-benih cinta diantara sesama pasangan? Kalau dari sebuah permintaan, lantas itu dinamakan dengan apa? Entahlah, Weeby rasa dirinya ini tidak bisa melakukan hal itu. Tetapi, Weeby sendiri selalu merasa nyaman bila di dekat cowok itu, entah sebab apa, yang pasti jantung Weeby tidak bisa diajak kompromi. "Terserah lo aja sih, maaf By, sekarang gue mau pergi. Besok gue udah berangkat ke Bandung soalnya." Resti mengangkat bokongnya dari kursi, sedikit agak susah karena perutnya sudah lebih besar dari yang terakhir kali Weeby lihat. Hal itu membuat pergerakan Resti agak susah, tak kuasa menahannya, Weeby segera membantu cewek itu berdiri. Weeby sungguh prihatin apa yang sedang Resti alami, di masa remaja ia harus menanggung hidup yang berat seperti ini. Tidak mungkiri, perasan Weeby sedikit sakit melihatnya, hatinya juga merasa tersayat. "Terima kasih By, gue pergi dulu, ya?" Setelah mendapati anggukan kepala dari Weeby, Resti dengan langkah tertatih mulai menjauh dari hadapan cewek itu. Weeby terus memandangi punggung Resti hingga menghilang ditelan kerumunan orang. Entah mau ke mana cewek itu, Weeby tak tahu. Setelah kurang lebih tiga menit berdiri, Weeby memutuskan untuk duduk kembali, menunggu Marcell yang sedari tadi belum muncul juga. Weeby sudah gemas sendiri, ini sudah lewat tiga puluh menit dan tidak ada tanda-tanda dari Marcell untuk datang ke sini. Menyebalkan sekali bukan? "Woy, nggak pegel apa ngelamun terus, nanti kerasukan baru tau rasa lo." Weeby terlonjak kaget, pacuan jantungnya sudah bergerak dengan cepat saat suara menggelegar dan gebrakan dari meja masuk ke telinganya secara bersamaan. Weeby sudah tahu siapa pelakunya itu. Secepat kilat Weeby menodongkan wajahnya ke belakang, dan benar saja, cowok menyebalkan itu berdiri di sana. Begitu tatapan mereka beradu, Marcell tersenyum manis, tidak mungkiri, Weeby sangat tersipu melihatnya. Setiap hari cowok itu terlihat sangat tampan, bagaimana bisa begitu? Entahlah. Weeby kemudian mengusap-usap dadanya, jantungnya hampir saja keluar dari tempatnya. Mengejutkan seseorang memang nama tengah cowok itu. Sifat kejahilannya tidak mau hilang dari tubuhnya, seperti sudah tertempel dan enggan untuk musnahkan. "Ish, kebiasaan banget lo, nyebelin banget!" Weeby merajuk, mengerucutkan bibirnya hingga lipatan tangannya sudah terlihat di depan d**a. Tanpa diintruksikan kembali, Marcell sudah mengambil duduk di samping Weeby, kekehan ringan masih belum menghilang dari bibirnya. Bagaimana cowok itu tersenyum membuat Weeby mati kutu. Kenapa sangat memabukkan sekali? "Udah lama lo nunggu gue di sini?" tanya Marcell, lalu rambut hitamnya ia sibakkan ke belakang. Tingkat ketampanannya sudah bertambah berkali kali lipat. "Iya lama banget, emang lo dari mana aja sih?" tanya Weeby, tatapannya masih melekat meneliti wajah Marcell, sepertinya Weeby tidak mau beranjak dari sana, gestur muka Marcell sungguh membuatnya ketagihan. "Sori By, macet banget tadi soalnya." "Alasan klasik itu, padahal kan lo baru bangun tidur," celetuk Weeby asal. "Terserah lo deh By, eh gue udah kelihatan ganteng nggak?" Marcell menaikturunkan sepasang alis tebalnya, bermaksud menggoda Weeby. "Ha?" Weeby melongo, pertanyaan bodoh macam apa itu? Tetapi, saat jawaban yang keluar dari mulut Weeby membuat Marcell tersenyum lebar, sementara Weeby merutuiki mulutnya yang sudah keceplosan. "Iya, lo udah ganteng." Pipi Weeby terasa sangat panas, ia tahu pasti sepasang pipinya itu sedang memunculkan semburat warna merah. "Makasih, tanpa gue tanya elo, gue emang udah kelihatan ganteng banget sih." Perkataan Marcell barusan sukses membuat Weeby menghela napas panjang, entah dari mana cowok itu mendapatkan tingkat kepercayaan diri yang begitu tinggi seperti itu. "Gue tadi ketemu Resti di sini, dia bilang katanya—" Belum juga Weeby menuntaskan kalimatnya, Marcell dengan cekatan menjulurkan jari telunjuknya ke arah bibir Weeby, ia tidak mau cewek itu kembali melontarkan kata-kata. Saat nama Resti disebut saja sudah membuat telinga Marcell memanas. Cowok itu sudah tidak mau mendengar apapun yang menyangkut tentang Resti, ia tidak peduli. "Gue nggak mau lo nyebut tentang dia lagi By, lo bisa kan?" Entah ini perasaan Weeby saja atau memang Marcell terlihat sangat menyeramkan. Gestur wajahnya membuat Weeby menelan ludahnya berulang kali. Tanpa Weeby sadari, sedari tadi memang Marcell sudah sampai di sini, ia hanya menyembunyikan badannya. Tentu saja Marcell melihat Resti yang berbicara dengan Weeby, segala ucapan dan gerik gerik mereka tidak lepas dari pandangan Marcell. Jadi, tanpa Weeby jelaskan sekalipun, Marcell sudah mengetahuinya sendiri. "Tapi lo harus tau." "Gue tau kok." "Tau dari mana?" "Gue udah lihat dan denger percakapan lo sama Resti. Jadi, lo nggak perlu jelasin apapun lagi ke gue." Weeby mendesah pelan, lalu kepalanya mengangguk pelan. "Baiklah kalo gitu." "Dan gue mau mastiin sekali lagi, lo beneran udah maafin gue By?" Weeby kembali menatap Marcell, bola mata Marcell yang berwarna cokelat gelap dapat Weeby lihat dengan jelas. Sementara Marcell menunggu jawaban dari Weeby sembari meletakkan telapak tangan besarnya di punggung tangan Weeby. Diperlakukan seperti itu membuat Weeby tidak menolaknya, hatinya menyuruhnya berdiam diri, perasaannya kembali menghangat menerima uluran tangan Marcell. "Gue udah maafin lo, nggak usah tanya lagi deh. Sekali lagi lo tanya, gue tonjok muka lo," ancam Weeby sembari mengangkat kepalan tangan tepat di depan wajah Marcell. Lewat cara seperti inilah Weeby berharap agar Marcell tidak mengatakan hal berulang kali seperti itu lagi. "Iya iya, gue boleh jujur sama lo nggak?" "Apa?" Weeby memicingkan satu alisnya, ia curiga dengan perkataan Marcell. "Yakin mau denger?" "Ya udah apaan!" "Mau pingin denger banget atau mau pingin denger aja?" Tuh, kan. Janji Marcell hanya ucapan doang tanpa ada ada bukti apapun. Lihat saja cowok satu ini, padahal sebelumnya dia sudah berjanji tidak akan merecoki Weeby lagi. Tapi apa? Nyatanya saja sifat menyebalkan itu tidak bisa hilang dari sana. Weeby menggeram kecil, lalu mencebikkan bibirnya kesal. Marcell benar-benar membuat amarahnya melunjak. "Tau ah, kalo nyebelin ya udah nyebelin aja. Nggak usah bilang janji segala mau berubah." Weeby melipat sepasang tangannya di atas d**a, ia merajuk dan kesal dengan Marcell. Bukannya minta maaf, cowok itu malah cekikikan di samping Weeby, mengesalkan. "Perasaan lo marah-marah mulu dari dulu. Nggak bosan, By?" Marcell menggoda Weeby lagi, dicubitnya pipi Weeby hingga seketika memerah. Tidak ayal jika Weeby meracau karena tarikan pipinya tadi sungguh kencang. "Perasaan lo nyebelin dari dulu. Nggak bosan Cell?" Weeby mendelikkan matanya, mencoba meniru gaya ucapan Marcell yang melayang beberapa detik yang lalu. Selepas itu, Weeby mengalihkan pandangannya. "Ya jelas nggak bosan dong. Kalo gue nyebelin ke elo, udah pasti gue senyum-senyum sendiri. Senyum, kan, ibadah, terus senyum juga bikin awet muda. Nah ketimbang elo, marah-marah mulu nggak jelas, udah bikin muka tambah tua, darah tinggi pula tuh!" Marcell tertawa terbahak di samping Weeby, sementara itu, Weeby mendengkus sebal. Seribu satu cara pasti Marcell dapatkan untuk membalas ucapan Weeby. Kalau sudah begini? Weeby bisa apa coba? "Ya udah, lo mau ngomong jujur apa? Nggak usah pakek basa basi, gue masih kesel sama lo." Marcell mengangguk setuju, bersamaan dengan itu tawanya susah meredam. Sebelum memulai ucapannya, Marcell berdehem singkat agar suaranya kembali stabil. "Gue mau jujur kalo lo itu—" Marcell menggantungkan ucapannya hingga membuat kadar keheranan Weeby semakin bertumpuk. Ditatapnya Marcell lekat-lekat hingga cowok itu semakin lama memajukan wajahnya. Tak mungkiri, Weeby sekarang gugup setengah mati. Apa yang akan Marcell katakan. Jantung Weeby sudah berjoget dengan heboh. "Gue cuma mau bilang kalo lo cantik By," ucap Marcell sembari tersenyum tipis. Hal itu membuat jantung Weeby rasanya nyaris turun ke perut.l
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN