Tiba di Rumah Fani merebahkan tubuhnya di ranjang setelah mengganti pakaian kerjanya dengan pakaian biasa sambil melihat ponsel barunya, ia tersenyum melihat satu nama yang ada di kontak ponselnya.
'Dave suamiku'
"Ini pasti nomor ponsel Dave," guman Fani.
Dave yang baru saja keluar dari kamar mandi berjalan perlahan mendekati Fani.
"Lagi liat apa?" tanya Dave di telinga Fani.
Fani spontan membuang ponselnya ke tempat tidur. Dengan degup kencang di dadanya, Fani membalikkan tubuhnya. Ia mau memarahi Dave karena sudah membuatnya kaget.
Belum sempat ia mengeluarkan suara untuk memarahi Dave, Fani malah tertegun melihat pemandangan indah yang kini terpampang di hadapannya. Fani tak bergeming saat ia melihat tubuh basah Dave. Dave yang memiliki alis tebal, hidung mancung, bibir tipis, kulit putih dan bentuk tubuhnya yang atletis semakin membuat Dave terlihat sempurna.
Dave yang sedang mengeringkan rambutnya yang basah memperhatikan Fani yang sejak tadi terdiam melihat ke arahnya tanpa berkedip.
"Ehem." Dave berdehem membuyarkan lamunan Fani.
Fani terlonjak kaget saat ia kepergok menatap suaminya dengan tatapan memuja. Ia pun mengalihkan wajahnya yang saat ini merona.
"Kamu lihat apa?" tanya Dave pura-pura tidak tahu.
"Tidak, aku tidak lihat apa-apa," jawab Fani.
Fani berdiri. Ia mengambil ponselnya yang tak sengaja ia jatuhkan tadi dan bergegas pergi keluar, tetapi Dave menahan tangannya. Dave berjalan perlahan mendekati Fani dan mendaratkan bibirnya ke atas bibir Fani dengan lembut, sentuhan bibir pria itu terus turun sampai ke leher hingga bagian atas Fani yang cukup membuat gadis itu gusar.
Fani mulai mendesah, ia hanyut dalam sentuhan Dave yang memabukkan. Saat Dave ingin melepaskan helaian kain yang menempel di tubuh Fani, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.
"Tokk, tokk, tokk,".
"Sial," umpat Dave.
Dave merasa kesal karena ada yang mengganggunya, Fani yang tersadar lalu merapikan bajunya yang hampir terbuka. Dave lalu berjalan membuka pintu kamarnya.
"Ada apa Bi?" tanya Dave.
"Maaf mengganggu Tuan, makan malamnya sudah siap," ucap Bi Imah.
"Iya Bi, sebentar lagi aku dan Fani akan turun," ucap Dave.
Dave masuk ke dalam kamarnya kembali dan mengajak Fani untuk makan malam.
"Ayo kita turun makan malam!" ajak Dave.
"Kau duluan saja Dave, aku mau mandi dulu sebentar," ucap Fani.
"Baiklah, tapi jangan lama-lama," sahut Dave.
Fani menganggukkan kepalanya dan melangkah ke kamar mandi, setelah mandi Fani memilih baju tidur tanpa lengan berwarna hitam. Fani membiarkan rambutnya tergerai dengan pita bunga di dekat telinganya, lalu ia memoles wajahnya dengan bedak tipis dan memakai lipgloss pink di bibirnya.
Dave tak mengalihkan pandangannya dari Fani, pria itu terpana dengan wajah Fani terlihat sangat cantik natural. Ditambah dengan baju tidur berwarna hitam yang Fani kenakan, membuat kulit putihnya semakin terlihat putih tanpa cela. Hal itu tanpa sadar membuat Dave terganggu karena bagian bawahnya yang bereaksi.
"Sial, kenapa aku tidak bisa menahannya," guman hati Dave.
Dave segera menyelesaikan makanannya dan memilih menonton TV untuk mengalihkan perhatiannya.
Fani membantu Bi Imah membersihkan meja makan. Ia mengikat asal rambutnya saat ia mencuci piring sehingga terlihat leher jenjangnya yang tampak menggoda. Setelah selesai, Fani membawakan potongan buah untuk Dave.
"Dave makanlah," ucap Fani.
Dave mengambil potongan buah itu dan memakannya. Sementara Fani duduk di sebelah Dave, menonton TV bersama.
Dave semakin tidak bisa menahan gejolak tubuhnya saat Fani berada di dekatnya. Wajah pria itu sangat kentara sedang menahan sesuatu yang tanpa sadar membuat wajahnya memerah. Fani yang melihat perubahan wajah pria itu merasa khawatir.
"Dave kau kenapa, apa kau sakit?" tanya Fani.
Dave hanya menggeleng, Fani mengajak Dave untuk beristirahat di kamar. Dave yang sudah berada di puncak keinginannya, tidak bisa menahannya lagi. Saat keduanya sudah berada di kamar, Dave langsung menabrak tubuh Fani. Ia memeluk kuat tubuh wanita itu dan menautkan bibirnya ke bibir Fani dengan kasar. Fani berusaha melepaskan diri dari Dave karena merasa Dave sudah menyakitinya.
"Dave, hentikan lepaskan aku," ucap Fani menangis.
Dave tidak memperdulikan Fani yang menangis, Dave menyingkirkan helaian kain yang dipakai Fani dan mulai mendaratkan tangannya ke atas bagian atas tubuh Fani yang kenyal. Suara tangisan Fani semakin pecah membuat Dave tersadar dengan apa yang di lakukannya.
"Maafkan aku Fani, aku tadi tidak bisa menahannya," ucap Dave menyesal.
Fani yang masih menangis sesenggukan menghapus Air matanya, Fani mendekati Dave dan memegang tangannya.
"Dave, jika kau ingin menyentuhku aku tidak akan menolaknya karena kau adalah suamiku tapi tidak dengan cara seperti ini kau menyakitiku," ucap Fani.
Dave memandang wajah Fani terlihat ada ketulusan dimatanya, Dave merasa menyesal karena telah menyakiti Fani.
Fani lalu mendekatkan wajahnya ke arah Dave. Ia mendaratkan bibirnya ke bibir pria itu dengan lembut. Kedua tangannya juga memeluk tubuh kekar pria yang berstatus suaminya itu.
Dave juga membalas segala sentuhan yang diberikan Fani dengan lembut. Dengan perlahan, Dave membuka helai demi helai kain yang menutupi tubuh indah istrinya itu.
Fani memejamkan matanya saat Dave mengabsen setiap inci tubuhnya tanpa terlewat sedikit pun dan tak lupa meninggalkan jejak kepemilikan di sana.
Dave terus menciumi bibir Fani sementara tangannya terus bergerilya memberikan sentuhan di puncak tubuh wanita itu. Gelenyar aneh yang Fani rasakan membuat wanita itu tanpa sadar mengeluarkan suara yang terdengar begitu merdu di telinga Dave. Fani kini benar-benar terhanyut dalam setiap sentuhan yang Dave berikan.
Udara dingin malam kini terasa hangat. Fani melihat wajah Dave dengan wajah sayu nya. Keduanya tengah terbuai oleh gelombang asmara.
Dengan gerakan perlahan, Dave mencoba menyatukan miliknya dengan milik sang istri. Dengan sekali hentakan, kini tubuh keduanya sudah menyatu dengan sempurna.
Fani merasakan nyeri yang luar biasa. Dave yang mendapati sang istri meringis kesakitan, menghentikan gerakan tubuhnya. Diusapnya butir bening di ujung mata wanita yang tak lagi gadis itu. Seprai berwarna putih itu kini tak lagi bersih seperti sebelumnya. Noda kemerahan tercipta sebagai bukti bahwa hal itu merupakan pertama kalinya bagi gadis itu.
Dave kembali menggerakkan tubuhnya saat ia merasa Fani bisa menerima hal baru di dalam tubuhnya. Nyeri sesaat yang Fani rasakan kini tergantikan oleh sejuta impuls asing, menghantam kesadaran Fani hingga ketepian.
Deru Napas Fani tampak mulai berat, mulutnya tanpa sadar terbuka, berusaha menggapai oksigen di udara. Jemari Fani semakin kuat mencengkeram punggung Dave saat gerakan pria itu semakin intens membuat dirinya merasakan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya
Keringat jatuh membasahi tubuh polos keduanya yang diiringi suara kasur yang berdecit berulang kali memecah kesunyian. Hanya ada suara desah manja yang tercipta di sepanjang gelapnya malam. Malam ini Dave dan Fani menjadi sebuah kesatuan yang tak terpisahkan.
Setelah penyatuan itu Dave merebahkan tubuhnya di sebelah Fani, dan menutupi tubuh Fani dengan selimut. Dave mengecup kening Fani dengan lembut.
"Terimakasih," ucap Dave.
**********
Pagi hari Fani terbangun, ia mulai merasakan sakit di bagian intimnya. Fani melihat Dave yang tertidur lelap di sebelahnya, Fani lalu mendekati dan menyentuh wajah Dave.
"Bagaimana Dave bisa setampan ini," guman Fani.
Dave menahan tawanya ia masih berpura-pura tidur sebenarnya Dave sudah bangun terlebih dulu sebelum Fani bangun, Fani menyentuh hidung dan bibir Dave.
"Hidung ini kenapa mancung sekali sangat berbeda dengan hidungku, bibirnya juga seksi membuatku selalu ingin melahapnya," celoteh Fani.
Dave sudah tidak bisa menahan tawanya mendengar celoteh Fani, Dave mencubit hidung Fani karena gemas.
"Kau ini sudah pintar menggoda ya," ucap Dave terkekeh.
Fani merasa malu karena ketahuan mengagumi Dave.
"Dave, sejak kapan kau bangun?" tanya Fani.
Dave memegang kedua tangan Fani.
"Sejak tangan jahil ini menyentuh wajahku," jawab Dave tersenyum.
Fani menutup wajahnya karena malu, Fani ingin pergi ke kamar mandi untuk menghindari Dave. tetapi saat Fani bangun ia merasakan lebih sakit di bagian intimnya.
"Aaaww!" teriak Fani.
Dave bangun lalu mendekati Fani.
"Apa masih sakit?" tanya Dave.
Fani menganggukkan kepalanya sambil meringis kesakitan, Dave lalu mengendong Fani dan membantunya ke kamar mandi.
"Apa mau sekalian aku mandikan," ucap Dave menggoda Fani.
Fani lalu mencubit pelan lengan Dave karena sudah menggodanya, Dave menurunkan Fani di dalam Bathtub yang berisi air hangat, Fani kemudian menyuruh Dave untuk segera keluar.
"Dave, keluarlah jangan lupa tutup pintunya,"
"Kenapa harus keluar, aku juga mau mandi," ucap Dave.
"Tidak, aku tidak mau mandi bersama Dave," sahut Fani.
"Fani, apa kau lupa ini adalah kamar mandiku jadi terserahku kalau aku mau mandi sekarang atau tidak," ucap Dave.
Fani memutar kedua bola matanya percuma saja ia berdebat dengan Dave, akhirnya Dave dan Fani mandi bersama. setelah selesai mandi Dave lalu mengganti seprei tempat tidurnya.
"Kenapa di ganti Dave?" tanya Fani.
"Apa kau tidak melihat ini," jawab Dave.
Dave menunjuk noda darah di seprei, Fani merasa malu lalu ia menarik seprei itu dari tangan Dave.
"Biar aku saja yang mencucinya," kata Fani.
Dave tersenyum melihat wajah Fani yang malu, Fani segera membawa sepreinya ke belakang ia akan mencucinya sepulang kerja nanti, kebetulan Fani bertemu Bi Imah yang sedang mencuci.
"Biar Bibi aja Non yang Cuci sekalian," ucap Bi Imah.
"Tidak usah Bi, ini biar aku saja yang mencucinya nanti, Bibi lanjutkan saja mencucinya," sahut Fani.
Dave dan Fani berangkat kerja bersama, Fani meminta izin Dave untuk makan siang bersama Siska.
"Dave, hari ini aku makan siang bersama Siska ya," ucap Fani.
"Iya baiklah, nanti pulang aku jemput," ucap Dave.
Fani tersenyum senang karena sudah lama ia tidak makan siang bersama Siska di kantin kantornya, seperti biasa Fani mencium punggung tangan Dave sebelum masuk ke dalam kantornya tapi kali ini Dave mencium lembut kening Fani.