Bab 2. Rumah baru

1885 Kata
“ZEELIAAA! Di mana kamu? Baru juga di tinggal sebentar sudah molor saja kamu itu” Teriak Bu Siska. Zeelia yang baru saja beristirahat setelah membersihkan kamarnya pun terkejut mendengar teriakan mertuanya. “Ada apa Bu, kenapa teriak-teriak?” Tanya Zeelia menghampiri mertuanya. “Kenapa.. kenapa, sudah waktunya makan siang Ibu lapar dan kamu belum masak. Cepat masak sana!” Perintah Bu Siska sambil mendorong Zeelia ke dapur. Bu Siska langsung pergi ke kamarnya sambil menenteng paper bag yang Tidak tahu apa saja isinya. Mungkin baju, tas, sepatu bisa juga perhiasan. Zeelia hanya bisa menuruti kemauan mertuanya saja dan dia langsung memasak makan siang untuk mertuanya. Padahal dirinya melewatkan sarapan karena membersihkan seisi rumah sendirian. Dengan cekatan Zeelia memasak capcay , ayam goreng, tumis daging dan sambal. 20 menit kemudian makanan sudah selesai Zeelia masak dan juga sudah dia hidangkan di meja makan. Dia lalu naik ke atas dan memberitahu mertuanya jika masakannya sudah di sajikan. Melihat mertuanya berjalan ke ruang makan, Zeelia langsung pergi mengangkat jemuran baju yang sudah kering lalu dia akan menyetrika semua baju itu. Mengingat perintah mertuanya yang ingin semua baju sudah rapi sore nanti. KRUUKKK.. Zeelia memegang perutnya yang terasa lapar karena sedari pagi dia belum makan apa pun. Dia menunggu mertuanya selesai makan baru dia berani makan. Pernah dulu waktu berdua di rumah dengan mertuanya saja saat makan siang dia di usir dari meja makan karena mertuanya tidak mau makan satu meja dengan anak panti miskin seperti diriku katanya. Mulai saat itu dia akan makan jika mertuanya selesai makan dan masuk kamar. Kalau masih ada mertuanya dia tidak berani makan. Zeelia menyempatkan makan di sela-sela dia menyetrika baju. Pukul 16.00 Zeelia baru selesai menyetrika semua baju dia bergegas ke kamar mertuanya untuk menyerahkan bajunya. Tok.. tok.. tok.. CKLEK! “Permisi Bu, Zeelia mau antar baju Ibu.” Kata Zeelia sopan. “Ya ampun Zeelia kamu itu lelet banget sih jadi orang. Lihat jam berapa ini kamu baru selesai setrika. Belum juga beres-beres rumah masak makan malam juga. Kok bisa aku punya mantu lelet dan pemalas begini sih!” Kata Bu Siska. BRAK! Zeelia kaget akan bantingan pintu di depan wajahnya, tapi dia lebih terkejut dengan omongan mertuanya. “Lelet? Pemalas? Yang benar saja, semua pekerjaan rumah aku yang kerjakan masih di bilang pemalas.” Gumam Zeelia dalam hati. Ingin sekali dia memaki mertuanya karena tidak pernah menghargai kerja kerasnya. Tapi dia mengingat pesan Ibu panti jika harus menghormati orang yang lebih tua apalagi itu mertuanya sendiri. Dia segera turun ke bawah membersihkan seluruh rumah dengan cepat. Selesai itu Zeelia bergegas ke kamarnya untuk mandi sebentar lalu melakukan tugas terakhirnya hari ini. CEKLEK! Zeelia terkejut saat pintu kamarnya di buka, ternyata itu suaminya yang baru pulang kerja. Dia melihat jam dinding menunjukkan pukul 17.15, Zeelia terbelalak melihat jam dinding itu dia sudah terlambat. “Ee.. mas Raka, aku kira siapa tadi yang buka pintu. Minum dulu, habis itu langsung mandi ya! Maaf aku gak bisa nemenin soalnya harus masak makan malam. Aku sudah terlambat mas nanti Ibu marah.” Zeelia langsung bergegas ke dapur setelah pamitan. Raka merasa kasihan sama istrinya yang selalu di musuhi sama Ibunya. Dia jadi ingin segerah pindah dari rumah ini dan tinggal berdua saja dengan istrinya. Zeelia merasa lega saat tidak berjumpa mertuanya saat tiba di bawah. Dia langsung ke dapur dan masak untuk makan malam. Tidak membutuh waktu lama untuk Zeelia masak, kini masakannya sudah tertata rapi di meja makan. Makan malam pun tiba, mereka berempat menikmati makan malamnya dengan hening. Selesai mereka berbincang sebentar di ruang tamu sampai jam menunjukkan pukul 21.00 akhirnya semua orang masuk kamar masing-masing. “Sayang ayo cepat tidur biar gak kesiangan kita lihat rumahnya.” Ajak Raka. “Iya mas, aku sudah gak sabar buat lihat rumah besok.” Balas Zeelia. ***** Pagi ini pekerjaan rumah cepat selesai karena Bik Marni sudah kembali dari kampung. Zeelia dan Raka sudah rapi, mereka langsung berangkat melihat rumah yang akan di beli. 30 menit mereka sudah sampai di rumah yang akan Raka beli. Begitu Zeelia melihat rumah di depannya dia langsung jatuh cinta dengan rumah itu. Rumah minimalis berlantai 2 itu terlihat elegan di matanya. Saat dia masuk untuk melihat-lihat dia sungguh menyukainya dan dia sudah cocok sama rumah itu. Akhirnya mereka membayar rumah itu dan serah terima surat serta kuncinya hari itu juga. “Aaaaa.. mas Raka aku sangat suka sama rumah ini. Kapan kita pindah ke sini mas?” Tanya Zeelia penuh semangat. “Besok kita pindah ke rumah kita ini sayang, sampai rumah nanti aku akan bicara sama Ibu dan Ayah.” Kata Raka sambil mencium puncak kepala Zeelia. Mereka sampai rumah orang tua Raka saat hari menjelang malam. Beruntungnya di rumah sudah ada Bik Marni jadi Zeelia tidak terlalu khawatir kalau pulang kesorean. Begitu sampai di rumah mereka langsung masuk kamar untuk bersih-bersih sekalian berkemas untuk pindah ke rumah besok siang. Jam 19.00 Raka dan Zeelia turun ke bawah untuk makan malam bersama. Seperti biasanya selesai makan malam mereka akan berbincang ringan untuk meluangkan waktu. “Yah, Bu Raka minta izin mau hidup berdua sama Zeelia. Maksudnya mau hidup mandiri tinggal di rumah kita sendiri.” Kata Raka. “APA? Ibu gak bakal kasih izin kamu keluar dari rumah ini.” Tolak Bu Siska mentah-mentah “Bu Raka sudah punya rumah sendiri, jadi Raka mau hidup mandiri kenapa gak boleh?” Tanya Raka. “Hey, anak panti miskin pasti kamu kan yang menyuruh anakku agar pindah dari rumah ini kan? Dan kamu juga kan minta di belikan rumah sama anakku. Dasar menantu kurang ajar sudah mandul banyak tingkah!” Tuduh Bu Siska sambil menatap sinis pada Zeelia. Zeelia yang mendapat tuduhan dan tatapan seperti itu langsung menunduk takut. Raka yang melihat itu langsung membela istrinya. “Ibu cukup! Zeelia itu istriku sudah sewajarnya kita tinggal berdua. Jika Ibu mau kita cepat punya cucu izinkan kita pindah ke rumah kita sendiri. Biarkan kita punya banyak waktu untuk berduaan. Siapa tahu Zeelia hamil setelah tinggal berdua.” Raka mencoba memberikan pengertian pada Bu Siska. “Nanti kalau kamu tinggal berdua saja terus kamu dan rumahmu gak diurus dia bagaimana?” Bu Siska masih menolak kepindahan Raka. “Bu, biarkan mereka hidup mandiri. Seharusnya kamu senang anakmu punya rumah sendiri.” Nasehat Pak Indra. “Tapi Yah,” Omongan Ibu di potong Pak Indra. “Sudahlah Bu, semua serahkan sama Raka biarkan dia bertanggung jawab atas pilihannya.” Tegas Pak Indra. “Terima kasih Ayah, terima kasih Bu.” Kata Raka dan Zeelia bersamaan. “Jangan senang dulu kamu Zel, Ibu akan sering datang ke rumah kalian. Ingat itu!” Peringat Bu Siska, sebagai jawabannya Zeelia hanya menganggukkan kepalanya saja. “Yang penting aku bisa keluar dari rumah ini.” Batin Zeelia. “Sebaiknya kita tidur sekarang, besok pagi saja pindahannya mumpung masih weekend jadi Ibu dan Ayah bisa bantu kalian pindahan.” Kata Pak Indra. “Baik Yah.” ***** Pagi ini Pak Indra Bu Siska membantu Raka dan Zeelia pindahan ke rumah baru mereka. Mereka berangkat pagi karena besok Raka dan Pak Indra Kerja jadi sore selesai berberes mereka memiliki waktu banyak untuk istirahat. Pindahan hari ini semuanya aman tidak ada pertengkaran yang di buat Bu Siska. Sore harinya selesai berberes orang tua Raka memutuskan pulang tidak menginap katanya mau istirahat di rumah saja. Selama tiga bulan tinggal di rumah sendiri semua baik-baik saja. Aku sama mas Raka semakin lengket dan banyak waktu bersama. Ya walau pun mertuaku sering berkunjung dengan mulut pedas yang menyakiti hati itu sih masih aman buatku asal jangan satu atap lagi saja. Memasuki bulan keempat mertuaku lebih intens berkunjung ke rumah bisa di katakan hampir setiap hari datang ke rumah. Saat berkunjung ada saja yang di komen dan Ibu mertua selalu tanya sudah ada tanda-tanda belum setiap berkunjung. Sampai suatu hari aku bertengkar dengan suami karena aku selalu cerita jika ibu ke rumah selalu mempertanyakan soal cucu. Seperti malam-malam biasanya sebelum kita tidur kita selalu bercerita tentang keseharian masing-masing. “Mas, tadi ibu mampir ke rumah katanya habis arisan sama teman-temannya. Ibu tanya kapan kamu mau punya anak? Ini sudah mau 2 tahun masih juga belum punya anak, jangan-jangan kamu mandul beneran ya? Rasanya sakit hati aku mas di bilang mandul. Padahal kan mas tahu sendiri hasil tes kesuburanku kemarin aku baik-baik saja.” Ceritaku. “Aku capek Zel di kantor lagi banyak pekerjaan, gak usah kamu masukan hati omongan Ibuku.” Kata Raka. “Mmm.. mas boleh gak aku kerja lagi?” Tanyaku hati-hati. “Kerja? Buat apa kamu kerja, apa kurang uang belanja yang aku kasih selama ini sampai kamu mau kerja lagi hah?” Kata Raka dengan suara agak tinggi. “Bukan begitu mas, jujur saja aku tertekan setiap hati di tanya kapan hamil, kapan mau punya anak, di hina mandul terus-terusan. Coba mas jadi aku apa gak tertekan dan sakit hati kalau di gitukan setiap ketemu?” Kataku sedikit emosi tapi aku tidak meninggikan suaraku. “Kalau Ibu tanya begitu kan wajar Zel, orang kamu juga belum hamil sampai sekarang.” Kata Raka sedikit cuek. “Maksud kamu apa mas? Kamu juga mau bilang aku mandul gitu? Padahal kamu tahu sendiri kalau aku tidak ada masalah dengan kandunganku. Ayo kita tes berdua di dokter lain biar kamu lebih percaya lagi kalau aku sehat.” Tantangku karena aku yakin jika kandunganku sehat. “Aaarrgghh.. bukan begitu maksudku Zel, aku lagi pusing banyak pekerjaan. Baiklah nanti aku pikirkan kamu boleh kerja lagi atau tidak. Sekarang kita tidur besok aku harus berangkat pagi sekali.” Kata Raka. Zeelia tidak menanggapi omongan Raka, dia langsung memunggunginya. Zeelia sedikit curiga sama Raka, akhir-akhir ini dia jadi agak cuek, sering lembur kadang pulang larut malam. “Ah, tidak-tidak aku gak boleh berpikiran yang buruk semuanya baik-baik saja.” Gumamnya lalu Zeelia memejamkan mata. ***** Dua hari ini Ibu menginap di rumah, Raka melihat sendiri bagaimana Ibunya memperlakukan istrinya. Menurutnya istrinya sudah benar tidak melakukan kesalahan tapi masih saja di salahkan sama Ibunya. Dia juga melihat bagaimana tertekannya Zeelia saat ada Ibu di rumah. Raka jadi iba sama Zeelia jadi dia memutuskan kalau Zeelia boleh kerja lagi asal rumah dan dirinya yang akan jadi prioritas utama. Zeelia terlihat bahagia padahal cuma dapat izin kerja saja. Dua minggu sudah Zeelia bekerja kembali di perusahaannya dulu. Saat tiba di depan rumah dia terkejut akan kedatangan Ibu mertuanya yang menunggu di teras. Padahal hampir 2 minggu ini mertuanya tidak berkunjung ke rumahnya. “Ibu sudah lama di sini?” Tanyaku lalu mencium tangan mertuaku. “Iya Ibu sampai jamuran menunggu kamu. Terus dari mana kamu jam segini baru pulang?” Tanya Bu Siska ketus. “Kerja Bu.” Jawabku singkat. “Yang benar saja kamu kerja, terus siapa yang mengurus Raka anakku kalau kamu kerja. Mandul saja sok – sokan kerja segala.” Ketus Bu Siska. “Maaf Bu, apa ibu pernah melihat kalau mas Raka tidak terurus selama kami tinggal berdua saja. Walaupun aku kerja tapi semua tetap sama Bu, rumah bersih, baju rapi, soal makan pun aku selalu memasak untuk sarapan dan makan malam.” Jawab Zeelia sopan, tapi sebenarnya dia ingin menampol mertuanya itu Flashback off. “Mau gak mau besok aku harus ajak mas Raka untuk tes kesuburan. Biar kita sama-sama tahu siapa yang bermasalah di sini dan mencari jalan keluarnya.” Gumam Zeelia. Setelah bergumam Zeelia memejamkan matanya menyusul suaminya ke alam mimpi. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN