Bab 1. Tuntutan

1508 Kata
“Ka ini peringatan Ibu yang terakhir kalinya. Jika dalam tiga bulan ini istrimu tidak kunjung hamil. Ibu minta kamu ceraikan dia, sudah tiga tahun kalian menikah tapi masih belum juga hamil. Ibu akan menyiapkan calon istri yang bisa memberikan anak buat kamu.” Kata Ibu dari Raka yang bernama Bu Siska. DEG! Zeelia yang akan mengambil minum di dapur tidak sengaja mendengar percakapan Raka dan ibunya. Dia masih menunggu apa jawaban dari Raka suaminya. “Sabar dong Bu, baru juga tiga tahun. Banyak kok yang menikah sampai puluhan tahun baru di berikan momongan.” Kata Raka santai. “Kamu itu di bilangin ngeyel banget. Dari awal Ibu sudah menentang pernikahanmu dengan Zeelia si anak panti itu. Padahal kamu bisa mendapatkan wanita yang lebih dari Zeelia. Kamu seorang Manajer lo Ka” Kata Bu Siska lagi. “Sudahlah Bu nanti aku pikirkan lagi, sekarang aku mau balik ke kamar takutnya Zeelia bangun.” Kata Raka. Sebelum Raka keluar dari kamar ibunya, Zeelia segera kembali ke kamarnya yang tadinya mau mengambil minum akhirnya di urungkan. Zeelia berpura-pura tertidur saat pintu kamar terdengar di buka oleh Raka. Begitu Raka melihat Zeelia tidur dia merebahkan diri di samping Zeelia. Raka hanya memandang langit-langit kamarnya dia benar-benar memikirkan perkataan ibunya. Siapa sih yang tidak ingin punya anak? Semua orang pasti ingin. Karena merasa sangat lelah dan hari sudah malam, Raka memilih untuk memejamkan matanya dia akan memikirkannya kembali esok hari. Zeelia yang merasa suaminya sudah tidur pun dia membuka matanya kemudian dia berbalik menghadap ke suaminya. “Apa kamu akan menuruti Ibumu dan menceraikan aku. Jika iya ke mana cinta yang selalu kamu agungkan untukku?” Gumam Zeelia. Zeelia membaringkan tubuhnya lalu memandang langit – langit kamar. Dia mengingat bagaimana awal menikah dengan Raka dan sikap mertua yang di awal baik tapi semakin kesini semakin menuntutnya. Flashback on. Satu minggu sebelum pernikahan Zeelia dan Raka, dia menyetujui permintaan Raka untuk resign dari kantornya. Sebenarnya pekerjaan Sekretaris sangat menguntungkan baginya. Tapi karena ingin membahagiakan suaminya kelak dia rela jadi ibu rumah tangga. Awal pernikahannya berjalan mulus mertua yang baik dan suami yang mencintai dirinya. Sayangnya itu tidak bertahan lama, enam bulan pernikahan Bu Siska mulai menuntut kehadiran seorang cucu. “Zeelia, kamu itu jadi orang jangan pemalas sana bantu Bik Marni masak, cuci baju dan bersih – bersih rumah. Dasar menantu tidak tahu diri sudah hidup menumpang mau ongkang – ongkang kaki di sini.” Omel Bu Siska. “Baik Bu.” Dengan sopan Zeelia mengerjakan apa yang di perintah mertuanya. Zeelia langsung membantu pekerjaan Bik Marni dari menyapu hingga mencuci semua baju keluarga. Zeelia tidak pernah menolak perintah Ibu mertuanya karena dia sadar jika saat ini dia menumpang di rumah ini. “Zeelia! Apa makanannya sudah siap?” Tanya Siska saat memasuki dapur. “Sudah Bu, itu sudah di tata di meja juga.” Jawab Zeelia sopan. “Kalau begitu cepat panggil suamimu dia pasti sudah lapar.” Perintah Siska. “Baik Bu.” Dengan segera Zeelia naik ke atas menuju kamarnya untuk memanggil sang suami. Zeelia dan Raka turun bersama menuju ruang makan. Mereka mulai makan malam itu. Selesai makan Zeelia membersihkan ruang makan dan mencuci piring bekas makan mereka. Selesai dengan urusan dapur Zeelia menghampiri suami dan mertuanya sambil membawa camilan dan minuman. “Bagaimana sudah ada tanda – tandanya belum Zel?” Tanya Siska to the poin. “Belum Bu.” Jawab Zeelia sambil meremas ujung bajunya. “Ini sudah mau satu tahun lo Zel, apa kamu mandul makanya tidak kunjung hamil.” Sarkas Siska. Hati Zeelia sangat sakit saat di kata mandul keluar dari mulut Ibu mertuanya. Ini baru mau satu tahun pernikahannya tapi dia sudah di kata mandul. Zeelia menatap sang suami dengan mata berkaca – kaca. Raka melihat mata istrinya yang berkaca – kaca tidak tega dan langsung membelanya. “Sudalah Bu, ini juga baru satu tahun. Zeelia jangan di tekan Bu nanti akan sulit hamil jika dia tertekan. Permisi aku sama Zeelia pamit ke kamar duluan mau istirahat.” Pamit Raka sambil menggandeng tangan istrinya. Setiba di kamar Raka langsung memeluk istrinya, dia yakin istrinya sedang hancur hatinya. Dia semakin yakin untuk keluar dari rumah ini untuk kesehatan mental istrinya. “Zel, bagaimana kalau kita keluar dari rumah orang tuaku. Kita beli rumah yang tidak terlalu besar untuk kita tinggal, tabunganku cukup untuk kita beli rumah.” Raka mulai membuka pembicaraan dengan istrinya. “Emangnya boleh mas? Kalau Ibu dan Ayah marah bagaimana mas?” Tanya Zeelia ragu. “Itu biar mas yang urus, kamu setuju kan kita hidup berdua saja. Aku gak mau kamu tertekan.” Bujuk Raka. “Baiklah mas, aku juga punya tabungan kok kita patungan saja buat rumah dan mobil kayaknya cukup deh.” Saran Zeelia. “Kalau kamu tidak keberatan mas gak nolak. Hehehe.. Sudah malam ayo kita tidur.” Canda Raka. Mereka berdua akhirnya tidur dengan saling memeluk. ***** Hampir satu minggu ini Zeelia mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sendirian karena Bik Marni minta ijin pulang kampung karena ibunya meninggal. Hari ini Zeelia bangun kesiangan beruntungnya mertuanya belum bangun. Gak tahu bagaimana ramainya pagi ini kalau mertuanya sudah bangun. Dengan cekatan dia memasak makanan simpel dan cepat. Tak butuh waktu lama nasi goreng udang dan telur ceplok untuk 4 porsi itu sudah di sajikan di meja makan. Zeelia kembali ke dapur untuk mencuci peralatan yang habis di gunakan untuk memasak tadi. Setelah beres dia pergi ke kamarnya untuk ambil baju kotor sekalian membangunkan suaminya. Setelah Raka masuk kamar mandi, Zeelia bergegas masuk ruang ganti mengambil baju kantor suaminya dan keranjang baju kotor mereka. Dia meletakkan baju suaminya di atas tempat tidur. Zelia keluar dari kamar dengan sedikit berlari dia menuju ruang cuci. Beberapa menit kemudian Bu Siska datang ke ruang cuci sambil melempar keranjang kotor yang dia bawa sampai kena kaki Zeelia dan baju berserakan di mana-mana. “Cuci semua bajuku! Aku mau sore nanti harus kering dan tertata rapi di kamarku.” Perintah Bu Siska dan langsung pergi meninggalkan ruangan cuci tanpa menunggu jawaban Zeelia. Zeelia menghela nafas dalam, dia sudah tidak betah tinggal satu atap dengan mertuanya. Dia merasa jika dirinya di perlakuan sebagai pembantu bukan menantu. Dia tidak masalah jika hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga saja. Tapi ini beda, setelah Raka pergi kerja dia akan di suruh untuk ini itu dan selalu di cacat semua yang Zeelia kerjakan. Bahkan kata Mandul selalu terlontar dari mulutnya. Zeelia benar-benar sudah capek menghadapi mertuanya bukan capek badan saja tapi mental juga. Mau mengadu pada suami takut nantinya mertua dan suaminya bertengkar. Di ruang makan Raka dan orang tuanya sudah mulai sarapan tanpa menunggu Zeelia. Raka melihat istrinya keluar dari ruang cuci langsung memanggilnya. “Sayang ayo sarapan dulu.” Ajak Raka. Saat akan menghampiri suaminya, langkahnya terhenti karena ucapan mertuanya. “Biarkan Zeelia menyelesaikan cuciannya dulu baru nanti makan.” Kata Siska. Zeelia langsung buka suara saat mengetahui suaminya akan menjawab omongan ibunya. “Mas Raka sarapan dulu saja ya, cucianku numpuk ini.” Kataku sedikit berbohong. Aku mengodenya untuk melanjutkan makannya. Selesai makan Raka langsung menghampiri istrinya di ruang cuci untuk pamitan sekalian ngasih uang bulanan. “Sayang, aku pamit kerja dulu ya! Ini uang belanja pribadi buat kamu. Uang buat belanja rumah aku kasihkan ke Ibu seperti biasa.” Kata Raka. “Iya mas, hati-hati di jalan. Maaf ya mas aku gak bisa ngantar ke depan cucianku belum selesai nanti ibu marah.” Balasku kemudian mencium punggung tangannya. “Iya mas ngerti, sabar ya mas sudah dapat rumahnya besok weekend kita lihat kalau cocok langsung kita beli.” Katanya lirih sambil mengelus punggung Zeelia. “Mas pergi dulu, jangan di masukan ke hati perkataan Ibu.” Pamitnya sambil mencium kening istrinya. Sedangkan Zeelia menganggukkan kepalanya mendengar perkataan suaminya. Dia sedikit lega sebentar lagi akan keluar rumah mertuanya. Sepeninggalan Raka, Bu Siska langsung menghampiri Zeelia yang masih ada di ruang cuci. Bu Siska langsung meminta uang yang di berikan Raka tadi. “Hey anak panti, kamu gak berhak atas uang anakku. Jadi berikan semua uang yang barusan anakku berikan padamu.” Kata Bu Siska pongah. Zeelia memberikan amplop yang di kasih Raka pada Ibu mertuanya. Bu Siska langsung meraih dengan kasar amplop itu. “Bu, jangan di ambil semua uangnya. Aku juga perlu buat beli keperluan pribadiku.” Kata Zeelia. “Keperluan pribadi seperti apa yang kamu maksud? Bedak, parfum, skincaremu masih ada itu di kamar. Jadi kamu tidak perlu uang ini.” Selesai mengatakan itu Bu Siska langsung pergi begitu saja. Selama ini Zeelia selalu di hina karena dia anak panti dan tidak tahu siapa orang tuanya. Dia juga di tuduh menikahi Raka karena mengincar hartanya saja. Itulah yang ada di pikiran Bu Siska. Beruntungnya Zeelia masih memiliki tabungan yang lumayan banyak. Dia selalu menyisihkan sebagian gajinya dulu untuk di tabungnya. Jadi dia masih ada uang simpanan di saat seperti ini. Mertuanya mengira jika dia sudah tidak memiliki simpanan uang karena habis untuk pesta pernikahannya dulu. Selesai dengan cucian Zeelia bergegas masuk ke dalam rumah berniat mandi lagi karena gerah. Rumah terlihat sepi bagai tak berpenghuni. Jangan tanya ke mana perginya sang mertua setelah merebut uang Zeelia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN