Sandiwara Di Mulai

1259 Kata
“Duduk!” Yudi menarik tangan Rendi agar ia segera duduk. Namun tidak ada yang bersuara di antara mereka berdua. “Loe ngapain mengajak gue kesini? Jika hanya untuk menemani loe duduk. Pekerjaan gue masih menumpuk Yud.” “ Gue ingin meminta pendapat sama loe. Dan sedikit bantuan dari loe.” “Pendapat apa?” Rendi sedikit mengubah posisi duduknya. “Loe bisa dengar sendirikan tadi. Ayah meminta gue membawa Shelina kerumah.” “Iya gue dengar itu. Terus kenapa? Apa hubungannya sama gue? Ayah meminta loe mengajak Shelina. Bukan gue. Seharusnya yang loe ajak bicara itu Shelina, bukan gue. Satu lagi, bukannya gue sudah pernah bilang sama loe. Kalau niat loe buruk, lebih baik loe nggak usah mendekati Shelina lagi. Gue akan bantu loe untuk berbicara kepada Ayah, dan Bunda.” Rendi langsung berdiri dari duduknya. Rendi sudah tau kemana arah pembicaraan Yudi. Rendi telah memutuskan untuk tidak ikut campur ke dalam urusan Yudi kali ini. Walaupun ia tidak ingin ikut campur. Tapi ia tetap akan menjaga Shelina. Seperti janjinya kepada Sandara. Karena Rendi yakin Yudi pasti akan tetap pada pendiriannya. Rendi berharap Yudi segera sadar sebelum semuanya terlambat. Karena akan banyak hati yang akan tersakiti. “Ikuti kata hati loe. Loe jangan terlalu di perbudak oleh nafsu. Tidak semua wanita seperti mantan loe.” Rendi memegang bahu Yudi. “Kalau loe tulus mencintai Shelina, dengan senang hati gue akan membantu loe. Tapi kalau niat loe tetap di jalur yang kemarin. Gue nggak bisa Yud, menghancurkan wanita sebaik Shelina. Gue permisi.” Rendi melangkahkan kakinya lebar keluar dari ruangan Yudi. Ia berharap sahabatnya itu memikirkan nasehat yang ia berikan. Jauh di lubuk hatinya ia sangat mendukung hubungan Yudi dan Shelina. Rendi bisa melihat ada cinta di dalam tatapan mereka berdua. Tapi untuk sekarang Yudi belum menyadarinya. Biarlah waktu yang menjawab semuanya. Semoga sahabat nya itu sadar, sebulum ia menghancurkan kebahagiaanya sendiri. “Arrrgghhhh!” Yudi melempar semua barang-barang yang ada di ruang kerjanya. Iya merasa sakit hati. Sahabatnya lebih melindungi Shelina. Seharusnya Rendi berada di pihaknya. Setelah puas meluapkan semua emosinya. Ia duduk dengan kepala tertunduk. Sejenak ia berpikir bagaimana caranya untuk segera mendapatkan Shelina. Tiba-tiba Yudi teringat sepotong kalimat yang di ucapkan oleh Rendi. “ Kalau loe tulus mencintai Shelina, Gue akan bantu loe. Good ide Yudi.” Yudi menyeringai saat mendapatkan ide yang akan mempercepat rencananya. Cepat ia berdiri dan berjalan menuju ke ruangan Rendi. Mungkin dengan sedikit kebohongan, akan mempermudah rencananya. Entah apa yang membuat Yudi begitu terobsesi untuk memiliki Shelina. Kita doakan saja, semoga itu karena cinta. Bukan nafsu belaka. Dalam sekejap Yudi tekah sampai di depan pintu ruangan Rendi. Sebelum masuk Yudi sedikit merapikankan jas yang ia kenakan. Ceklekk Dengan sangat perlahan ia membuka pintu tersebut. Yudi langsung masuk dan melihat Rendi yang sedang Fokus terhadap komputer yang ada di depannya. Sedikitpun ia tidak menyadari kedatangan Yudi. Yudi segera duduk di hadapan meja Rendi. “Ren.” Rendi menatap Yudi dengan heran. “Tumben loe nyamperin gue.” Rendi membuka kacamata yang ia kenakan. Dan meletakkannya di atas meja. Rendi menatap heran. “ Gue tadi belum selesai bicara sama loe Ren! Tapi loe udah main cabut aja.” “Keputusan gue nggak bisa lo ganggu gu—“ Yudi mengangkat tangannya, sebagai tanda agar Rendi tidak melanjutkan ucapannya. “Bisa nggak loe dengerin gua bicara sampai gue selesai. Dan kali ini gue minta tolong sama loe, sampai gue selesai jangan pernah loe potong ucapan gue. Setelah gue selesai, terserah loe mau bicara apapun. “ “Ok. Baiklah.” “ Gue melihat ada sesuatu yang berbeda pada diri Shelina. Sesuatu yang belum pernah gue lihat dari semua wanita yang pernah dekat dengan gue. Gue merasa Shelina itu istimewa. Ataukah mungkin adalah rasa cinta gue untuk nya. Gue ingin mastiin itu Ren. Apa salahnya gue mastiin perasaan gue terhadap Shelina. Kalau ini cinta gue akan langsung menikahi dia. Tapi kalu ini nafsu gue akan mundur dengan teratur. Tampa menyentuh dia sama sekali. Gue hanya ingin mencoba dekat dengan Shelina. Dan membawanya ke hadapan orang tua gue.” Rendi menganggukkan kepalanya. Senyuman sedikit terlihat di bibirnya. Akhirnya sahabat nya yang keras kepala itu mau mendengarkan nasehat yang ia berikan. “Baiklah. Gue akan bantu loe. Dengan cara mempertemukan loe dengan Shelina. Tapi gue membantu hanya sekali. Setelah itu gue akan menyerahkan semuanya kepada Shelina.” “Cuma satu kali.” Yudi menatap Rendi memelas. “Satu. Atau tidak sama sekali!” “Ya. Ya . Baiklah.” Rendi mengeluarkan ponsel yang ada di dalam saku celananya. Terlihat ia sedang mendial nama seseorang. “Hallo sayang...” Rendi menghubungi Sandara. “ Sayang. Sayang loe kesambet apa lagi hari ini?“ Jawab Sandara di seberang sana. “ Sayang. Jangan jutek terus, nanti cantiknya hilang lo.” Yudi sudah bisa menebak yang di hubungi Rendi, adalah Sandara. Si cewek bar-bar. “ Shelina ada disana nggak?” “ Nggak ada. Ini itu jam kantor mas. Dia ada di ruangan nya.“ “Bisa minta tolong panggilin Shelina nggak sayang. Sekalian minta Shelina membawa berkas persiapan untuk kunjungan lusa.” “Mas mencari Shelina. Kenapa nggak langsung hubungi dia sih? Ini malah aku yang di hubungi.“ “Mas sengaja menghubungi kamu. Mas rindu mendengar suara manis mu itu. Oh ya---“ Tut tut tut Sandara memutuskan panggilan yang sedang terhubung. Rendi hanya menggelengkan kepalanya. Entah kapan ia bisa meresmikan hubungannya dengan Sandara. Gadis itu sedikitpun tidak mau di perlukan dengan romantis. “Loe tunggu disini gue akan keruangan loe sebentar.” Rendi berjalan kearah pintu. “Eh. Loe ngapain ke ruangan gue?” Yudi menahan tangan Rendi untuk menghentikan langkahnya. “Bukannya loe ingin berbicara dengan Shelina?” “ Ya. Tapi loe kan bisa disini Ren, nemenin gue, dan Shelina.” “Gue nggak mau Shelina terganggu dengan kehadiran gue. Lagian gue di ruangan loe cuma sebentar. Begitu Shelina masuk kesini, gue akan menemui Sandara. Gue juga ingin menemui yang tersayang. Lagian nggak mungkinlah gue langsung ketempat Sandara yang ada, Gue nanti bertemu Shelina diuar.” Yudi mengangguk mengerti. Rendi segera meninggalkan ruangannya, ia menuju ruangan Yudi yang ada di sebelah ruangannya. Setelah kepergian Rendi, Yudi memilih duduk di sofa yang ada di samping pintu. Sesekali ia merapikan kembali jas yang ia kenakan. Tok tok tok. “Ehem. Masuk.” Gugup itulah yang dirasakan Yudi saat ini. “Permisi Pak. Saya—“ Shelina terkejut melihat keberadaan Yudi disana. Ia kembali mundur, untuk memastikan apakah ruangan yang ia masuki benar ruangan Rendi. Setelah memastikan Shelina yakin kalau ini adalah ruangan Rendi. Perlahan Shelina kembali masuk. Di atas sofa Shelina melihat Yudi duduk sambil memainkan ponsel di tangannya. “ Ma ma af Pak. Pak Rendi nya ada?” Walaupun gugup, Shelina tetap mencoba berbicara kepada Yudi. Entah apa yang terjadi kepadanya. Sebelum masuk kedalam ruangan Rendi, Shelina tadinya masih baik-baik saja. “Oh Shel. Saya kira kamu pergi lagi. Rendi ke toilet sebentar. Kamu tunggu saja disini. Silahkan duduk.” “Mmmm. Pekerjaan saya masih banyak Pak. Saya titip ini untuk Pak Rendi ya Pak.” Shelina menyerahkan beberapa map merah kepada Yudi. “Duduk lah Shel!” Yudi menepuk sofa kosong yang ada di sampingnya. “Ta ta pi Pak.” “Kita bertiga akan membahas kunjungan lusa Shel. Jadi duduklah. Saya tidak akan memakan kamu!” Shelina tersenyum kikuk ke arah Yudi. Perlahan Shelina duduk. Namun ia lebih memilih sofa yang ada di depan Yudi. Shelina berusaha menetralkan jantungnya yang kembali berdetak tidak beraturan. Kembali berduaan dengan Yudi di dalam satu ruangan, membuat tubuhnya dingin seketika. Bayangan Yudi mencium bibirnya beberapa hari yang lalu membuat tubuhnya meremang seketika. Lembutnya bibir Yudi masih bisa Shelina rasakan. Tanpa Shelina sadari ia menggigit bibir bawahnya. Melihat Shelina melakukan itu, Yudi mendadak panas dingin. Sesuatu di bawah sana langsung memberi respon tudak terduga. “Sial. Kenapa kau langsung menginginkannya.” Rutuk Yudi di dalam hatinya. “Ehemm. Shel.” “Ya. Pak.” Ruangan tersebut kembali hening. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka pembicaraan. Sedangkan Rendi. Bersiap untuk menuju ke ruangan Sandara. Saat Rendi menyadari Shelina telah masuk kedalam ruangannya. Rendi melangkahkan kakinya dengan lebar. Ada senyuman yang terbit di bibirnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN