Kamu Pasti Bisa

1702 Kata
Sandara langsung menunduk. Sedangkan Shelina hanya mampu diam mematung dengan wajah tanpa ekspresi. “Mampus gue. Setelah ini gue pasti langsung di pecat.” Batina Sandara. “Bolehkah saya ikut bergabung?” Pak Fery memecah kecanggungan diantara mereka. “Boleh Pak. Silahkan!” Shelina menarik satu kursi yang tepat di sebelahnya. “Ehem. Bapak sendirian saja?” Sandara mencoba membuka pembicaraan di antara mereka. “Tidak. Saya kesini bersama; Yudi dan Rendi.” Pak Fery menunjuk ke arah Rendi, dan Yudi yang berada jauh di belakang mereka. “Ooo. Saya kira Bapak sendiri.” Sandara memaksakan senyumannya. “Shel. Boleh Saya bertanya sesuatu? Tapi kamu harus berjanji untuk menjawab dengan jujur.” Melalui tatapan matanya, Shelina meminta pendapat kepada Sandara. Apakah ia harus mengatakan hal yang sebenarnya sekarang. Sandara mengangguk. Sebagai tanda agar Shelina mengatakan hal yang sesungguhnya. “Silahkan Pak. Bapak ingin menanyakan apa?” “Apakah benar, kamu calon istri Yudi anak saya?” Shelina menarik nafas dalam, lalu melepaskanya pelan. Berharap bisa menghilangkan sedikit rasa gugup yang sedang menyerangnya saat ini. “Sebenarnya saya tidak memiliki hubungan apa-apa dengan anak Bapak. Saya bertemu dengan anak Bapak, saat dia menabrak saya di lorong kantor Pak. Karena kejadian itu saya sedikit terluka. Anak Bapak membawa saya ke ruang kesehatan. Sebelum Bapak datang, di ruangan itu ada Sandara, dan mas Rendi juga Pak. Tapi saya tidak tau kapan Mas Rendi, dan Sandara meninggalkan saya berdua dengan anak Bapak. Dan tadi pagi anak Bapak keruangan saya untuk mengambil laporan kunjungan kita bulan kemarin. Sekaligus menjadi pertemuan kedua saya dengan anak Bapak.” Shelina menghentikan ucapannya sejenak. Untuk mengambil nafas kembali. Entah mengapa rasanya ia sulit bernafas, saat melihat perubahan wajah Pak Fery. Yang awalnya hangat, Sekarang kelihatan dingin, dan menakutkan. “Sampai sekarang saya belum bisa menemukan jawaban. Kenapa anak Bapak memperkenalkan saya kepada Bapak, kalau saya adalah calon istrinya. Dan untuk bagian anak Bapak yang . Emm. Men—“ “Shelina. Maafkan atas kelancangan, dan kelakuan anak saya.” Pak Fery memotong pembicaraan Shelina. Ia sangat paham kemana arah pembicaraan Shelina saat ini. Karena Pak Fery sangat tau bagaimana karakter anaknya. Dan beliau yakin saat ini Shelina adalah target Yudi selanjutnya. Tpi saat beliau mendengar Shelina mencintai anaknya. Beliau memiliki suatu harapan baik untuk Yudi dan Shelina. Beliau yakin cinta yang di miliki Shelina mampu mengubah ambisi Yudi menjadi sebuah cinta yang suci. Apalagi Shelina adalah gadis yang baik, dan sangat berbeda dari pada wanita yang pernah dekat dengan anak sulungnya tersebut. Tapi Pak Fery harus tetap memastikan, apa yang beliau dengar tadi, benar atau tidak Shelina mencintai anaknya. “Shel. Kalau saya tadi tidak salah dengar, tadi kamu mengatakan, kamu mencintai anak saya. Ya. Walaupun kalian baru dua kali bertemu.” Shelina menundukkan kepalanya, dan mengangguk pelan. Tangan Shelina saling meremas satu sama lain di bawah meja. “Syukurlah. Berarti istri saya masih memiliki harapan untuk menjadikan kamu menantu.” Uhuk Uhuk Uhuk Sandara tersedak minumannya. “Maaf Pak. Saya terlalu asyik chatingan, sampai-sampai saya lupa cara menelan air minum dengan benar.” Shelina menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Ia sangat paham maksud dan tujuan sahabatnya itu. Langsung Shelina menginjak kaki Sandara. Agar sahabatnya itu berhenti mengganggu pembicaraan nya dengan Pak Fery. “Maafkan teman saya ya Pak. Dia memang suka salah melakukan sesuatu saat sibuk dengan urusan yang lain.” Shelina tersenyum kikuk di hadapan Pak Fery. “Tidak apa-apa Shel. Saya mengerti akan hal itu. Boleh saya lanjutkan?” “Silahkan Pak.” “Istri saya sudah sangat berharap Yudi menikah Shel. Saat mendengar Kamu adalah calon istri anak saya. Istri saya sangat bahagia. Dan sangat ingin bertemu dengan kamu. Sesampainya kami di rumah, setelah acara pelantikan itu, Istri saya segera menghubungi kedua adik Yudi. Beliau mengabarkan kalau Yudi akan segera menikah. Ya. Ibu mana sih Shel yang tidak bahagia mendengar anak nya akan segera menikah. Karena selama ini yang didengarkan oleh istri saya, anaknya pecinta wanita satu malam. Saya ingin dia berubah Shel.” Pak Fery menghentikan Pembicaraan nya. Shelina dan Sandara bisa melihat kekecewaan, dan kepedihan di dalam mata beliau. Mata Pak Fery mulai berkaca-kaca. Terlihat sesekali beliau membuang tatapan ke arah lain. Agar mampu menelan air matanya kembali. Shelina menggenggam kedua tangan Pak Fery. “Apa yang bisa Shelina lakukan untuk Bapak?” Mata Sandara membesar melihat ke arah Shelina. Seakan memberi kode untuk jangan melangkah terlalu jauh. Karena itu semua bisa mengantarkan Shelina kejurang hitam yang sama seperti dulu. Bahkan mungkin bisa lebih parah. Shelina tersenyum ke pada Sandara sebagai jawaban kalau ia bisa menghadapi apapun yang akan terjadi kedepannya. Walaupun ia sadar tidak ada jaminan apapun untuk ini semua berakhir dengan bahagia. Siap ataupun tidak, Shelina harus siap untuk menghadapi masalah yang akan timbul di kemudian hari. “Keinginan saya tidak banyak Shel. Bisakah kamu mengubah Yudi, seperti Yudi kami yang dulu. Dengan cinta yang kamu miliki saya yakin kamu mampu.” “Insyaallah saya mau mencoba untuk mengubah anak Bapak menjadi lebih baik. Doa kan saya bisa ya Pak.Saya akan berjuang." Jawab Shelina mantap. “Terimakasih Shel.” Pak Fery mengusap pucuk kepala Shelina. Shelina bisa melihat ada tatapan harapan yang di berikan Pak Fery untuk nya. Mungkin ini adalah jalan yang di pilihkan Allah untuk nya. Sungguh Shelina berharap, niat baik ini berakhir dengan bahagia. Sandara sedikit kecewa dengan keputusan besar yang di buat oleh Shelina. Keputusan yang sangat beresiko,dan sangat merugikan Shelina kedepannya. Seharusnya Shelina memikirkan terlebih dahulu sebelum menyetujui permintaan Bos mereka itu. Tapi apalah daya. Sandara tidak mempunyai hak untuk terlalu mengatur kehidupan Shelina. Walaupun status nya sebagai sahabat ia tau batasannya sendiri. “Oh ya Pak. Kami harus segera kembali jam makan siang sudah berakhir dari tadi.” Sandara mencoba mengakhiri pertemuan tersebut. Walaupun ia tau, tidak akan ada yang akan memarahi mereka. Karena orang yang berada di hadapan nta sekarang adalah Bosnya. Tidak ada yang akan berani memarahi Bos bukan? “Sandara benar Pak. Kami harus segera kembali. Masih banyak pekerjaan yang harus kami selesaikan.” “Baiklah Shel. Kamu hati-hati ya. Kalau kamu ada masalah yang menyangkut dengan anak saya,kamu jangan sungkan untuk menghubungi saya.” “Baik Pak! Kalau begitu saya dan Sandara duluan ya pak.” “Oh ya Shel. Jangan sampai Yudi tau pembicara kita. Tetaplah bersikap seperti biasanya. Seandainya dia meminta mu untuk berpura-pura menjadi calon istrinya,dan meminta mu menemui Istri saya. Saya berharap kamu mau Shel.” “Baik Pak saya akan menuruti nya Pak. Kalau begitu kami permisi dulu ya Pak.” “Baiklah. Kalian hati-hati ya.” Shelina, dan Sandara berjalan keluar dari restoran tersebut. Sedangkan Pak Fery kembali duduk untuk memeriksa notifikasi yang telah memenuhi ponselnya. Melihat Pak Fery yang masih duduk di tempat tadi. Dan keberadaannya belum di sadari Yudi ,dan Rendi. Sandara meminta Shelina kembali kekantor terlebih dahulu. Sandara beralasan harus kembali kedalam Restoran untuk meminjam toilet yang ada disana. Padahal tujuan Sandara adalah; ingin berbicara empat mata dengan atasannya tersebut. Bagaimanapun Shelina adalah sahabatnya, ia memiliki sedikit kewajiban untuk melindungi Shelina. Shelina menyetujui permintaan Sandara, karena memang pekerjaannya sangat menumpuk. Dan harus selesai sebelum kunjungan lusa. Setelah memastikan Shelina hilang dari pandangannya, Sandara melangkah cepat kedalam Restoran untuk menemui Bos nya itu. “ Maaf Pak. Saya ingin berbicara dengan Bapak sebentar!” “Oh. San. Silahkan duduk.” “Saya tau ini sangat tidak sopan. Dan ini bukan wilayah saya untuk ikut campur. Taoi melindungi Shelina adalah kewajiban saya. Apakah Bapak tau apa tujuan anak Bapak mendekati Shelina.” Sandara menatap Pak Fery dengan tatapan yang sulit di artikan. Rahang nya mengeras,dan tangan nya mengepal erat. “ Saya tidak mengerti arah pembicaraan kamu Sandara.” Pak Fery mulai kesal mendengar ocehan Sandara. “ Pak. Kalau anak Bapak benar-benar mencintai Shelina saya sama sekali tidak masalah Pak. Tapi andai Bapak tau anak Bapak mendekati Shelina hanya untuk memuaskan rasa penasarannya seperti apa rasa tubuh Shelina. Anak Bapak sama sekali tidak memiliki perasaan apa-apa kepada Shelina. Bisakah Bapak mencari wanita lain untuk menyadarkan anak Bapak? Saya mohon jangan Shelina Pak.” Sandara sudah tidak mampu menyembunyikan rahasia yang ia simpan beberapa hari ini. Dengan tatapan putus asa Pak Fery menatap Sandara. “San. Saya tau siapa anak saya. Saya tau semua apa yang dia lakukan di belakang saya. Dan saya percaya apa yang kamu katakan. Tapi ada satu hal yang ada pada diri Shelina Yang akan membuat Yudi berubah San. Saya juga bisa melihat bagaimana cara anak saya menatap Shelina, ada cinta disana. Tapi mungkin dia belum menyadarinya. Tapi saya yakin Shelina mampu membuat anak saya menyadari kehadiran cinta tersebut. Jadi saya mohon. Izinkan Shelina mencoba. Saya berjanji akan mengawasi mereka berdua.” “Semua terserah Bapak. Saya telah mencoba mengingatkan. Tapi Bapak harys ingat. Kalau seandainya anak Bapak menghancurkan sahabat saya. Bapak adalah orang pertama yang akan saya cari. Jangan berfikir karena saya tidak memiliki kedudukan, bukan berarti saya tidak mempunyai keberanian untuk menghancurkan orang seperti Bapak ,dan anak Bapak. Saya Permisi.” Sandara bangkit dari tempat duduknya, dan melangkah cepat keluar dari Restoran tersebut. Pak Fery hanya mampu terdiam setelah mendengarkan perkataan Sandara. Ia sendiri mulai ragu, apakah permintaannya kepada Shelina berakhir dengan bahagia. Atau malah sebaliknya. “Ayah.” Yudi menyentuh bahu sang Ayah. Beliau terkejut akan kedatangan Rendi ,dan Yudi disampingnya. “Ayah tidak apa-apa? Apa Ayah sakit?” “Tidak nak . Ayah baik-baik saja.” “ Kenapa Ayah duduk disini sendirian. Bukannya tadi Ayah pamit untuk ke toilet? Barusan kami cari kesana Ayah tidak ada.” “Saat ayah keluar dari Toilet, Ayah melihat teman lama Ayah. Akhirnya kami mengobrol hingga lupa waktu. Saat Ayah ingin kembali ke tempat kalian, Bunda menghubungi Ayah. Akhirnya Ayah putuskan untuk menerima panggilan Bunda disini.” “ Baiklah. Kalau begitu sebaiknya Ayah pulang. Yudi nggak mau Ayah kecapekan. Yudi akan antar Ayah kerumah.” “Tidak usah Yud. Kamu dan Rendi kembalilah ke kantor. Ayah sudah menghubungi Tejo untuk menjemput Ayah kemari. Kembalilah kekantor, dan nanti sore bawa Shelina kerumah. Bunda ingin bertemu.” “Baik Ayah. Kalau begitu Yudi dan Rendi duluan ya.” “Baik nak. Hati-hati di jalan.” Yudi ,dan Rendi mencium punggung tangan sang Ayah. Walaupun Rendi bukan anak kandung beliau, Tapi Pak Fery telah menganggap Rendi seperti anak kandungnya. Karena Rendi lah yang selalu menemani beliau, selama Yudi di Australia. Yudi,dan Rendi berjalan berjalan beriringan keruangan mereka. Tiba-tiba Yudi menghentikan langkahnya saat berada persis di depan ruangan Shelina. “Loh. Kok loe berhenti?” “Loe duluan saja Ren. Gue ingin berbicara sebentar dengan Shelina.” “Mm. Baiklah.” Rendi melanjutkan langkahnya. Yudi bukannya mengetuk pintu ruangan Shelina,tapi ia malah berlari untuk menyusul langkah Rendi. “Katanya loe mau bicara sama Shelina. Kok malah nyusul gue.” “Ikut loe keruangan gue.” Yudi menarik lengan Rendi untuk masuk kedalam ruangan nya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN