Calon Menantu

1011 Kata
Setengah jam perjalanan, akhirnya Shelina dan Yudi sampai di kediaman Yudi. Rumah mewah berlantai dua yang sangat asri, karena di kelilingi banyak pohon. Ada taman bunga di halaman rumah mewah Tersebut. Di samping rumah tersebut terdapat kolam renang yang sangat besar. Mata Shelina sangat di manjakan oleh pemandangan yang ada di depan matanya. Yudi membukakan pintu mobil untuk Shelina. Dan menggandeng tangan wanita itu unyuk memasuki rumah dua lantai itu. Setelah mereka masuk, ada ruang tamu yang menyambut mereka. Ruang tamu yang sangat luas,berisi sofa-sofa yang sangat cantik. Dengan sebuah meja kaca besar di tengahnya. Serta beberapa guci yang tersusun rapi, penambah kesan mewah ruang tamu tersebut. “Kok sepi mas?” “ Kalau sore begini, biasanya Ayah sedang minum kopi di teras belakang. Sedangkan Bunda, ada di dapur membantu asisten rumah tangga memasak. Karena Ayah sedang sakit. Jadi bunda harus ikut memasak makanan untuk Ayah. Sedangkan kedua adik mas telah tinggal bersama keluarga masing-masing. Kamu tunggu disini sebentar ya, Mas mau panggil Ayah dan Bunda.” Yudi mengusap pipi Shelina. Setelah kepergian Yudi Shelina segera duduk. Ia duduk di sebuah sofa panjang. Sambil menunggu, Shelina berencana untuk membuka sosial media miliknya.Ia mengambil ponsel di dalam tasnya. Tapi ia tidak menemukan ponsel tersebut. “Dimana ya ponsel gue, perasaan gue taroh disini deh.” Shelina mulai membongkar isi tasnya. “Astaga.Apa ketinggalan di mobil ya. Tapi perasaan gue di mobil nggak megang ponsel sama sekali.” Shelina memukul kepalanya pelan. Berharap memori di otak nya berputar mundur dan mengingat dimana ia meletakan ponsel tersebut. Ponsel yang tidak terlalu mahal. Tapi cukup membuat gaji Shelina hilang setengahnya. “Shel. Shel. Kok bisa pikun begini sih.Kalau hilang puasa loe pake ponsel Shel.” Gerutu Shelina. “Maaf terlalu menunggu Shelina.” “Bapak.” Shelina berdiri dan mencium tangan Pak Fery. “ Silahkan duduk. Anggap saja rumah sendiri.” “Baik Pak.” “Jangan Bapak. Panggil saya Ayah. Kamu calon menantu saya.” Shelina tersenyum ke arah pak Fery. Pipi nya bersemu merah saat pak Fery menyebutnya calon menantu. “Semoga Pak.” Shelina membatin. “Bagaimana dengan rencana kita Shel?” “Saya menyerahkan semua ini kepada takdir Pak. Tapi ada sesuatu yang membuat saya sedikit lega Pak. Mas Yudi ternyata juga mencintai saya.” Shelina menunduk malu. Karena ucapannya sendiri. “Syukurlah kalau begitu. Saya berharap kamu dan Yudi segera menikah. Saya takut tidak bisa melihat putra sulung saya menikah Shel. Jangan terlalu lama menunda untuk menikah. Kalian saling mencintai, jadi apa lagi yang akan di tunggu? “ Ayah tidak boleh berbicara seperti itu. Jangankan untuk melihat akau menikah, Ayah pasti akan menggendong anak-anak ku nanti. Yudi Yakin Ayah pasti akan sembuh." Yudi memeluk ayahnya dari belakang. “Yudi tinggal menunggu Shelina siap Ayah. Kalau Shelina sudah berkata siap. Ayah bisa melamarkan Shelina untuk ku. Benarkan Sayang.” Shelina mengangguk pelan. Kedua tangan Shelina saling meremas satu sama lain. Yudi beralih duduk di samping Shelina. Aroma maskulin bercampur wangi bunga dari tubuh Yudi menggoda Indra penciuman Shelina. Membuat gadis itu yakin Yudi baru selesai mandi. Tampilan Yudi yang santai, dengan kaos lengan pendek, dan celana jeans selutut. Membuat kadar ketampanan Yudi naik dua kali lipat. “Ah. Kalau seandainya Pak Fery tidak ada, gue mungkin sudah memeluk makhluk tampan ini. Untuk menghirup aroma tubuhnya.” Monolog Shelina dalm hati. “Akhirnya menantu Bunda mau datang kesini.” Suara nyaring Elis, Bunda Yudi membuyarkan lamunan Shelina. “Bunda.” Shelina berdiri, meraih tangan Bu Elis dan mencium punggung tangan beliau. “Nama mu siapa sayang. Bunda belum berkenalan langsung dengan mu.” Bu Elis memeluk Shelina. Dan mencium pipi kiri, kanan Shelina. “Shelina Agatha Bunda.” “Nama yang sangat cantik. Persis seperti orang nya.” Bu Elis mencubit hidung Shelina. “Bunda. Yudi pamit dulu untuk mengantarkan Shelina pulang.” “Loh. Loh. Kok cepat banget pulangnya sayang. Bunda masih kangen lo ini.” “Maaf Bunda. Shelina nggak bisa pulang terlalu gelap Bun. Di kosan Shelina Cuma berdua sama teman Shelina. Anak kosan yang lain semua pulang kampung Bun. Mami kos juga sedang menghadiri acara pernikahan anaknya di Lampung. Teman Shelina itu agak penakut. Shelina janji ketika ada waktu luang Shelina akan mengunjungi Bunda.” “ Baiklah sayang. Kamu janji ya.” Shelina menagguk, ia kembali memeluk Bu Elish. “ Shelina janji Bunda.” “Ya sudah. Bunda.Ayah. Yudi pergi sebentar mau mengantar Shelina pulang.” “Hati-hati ya nak. Kamu jangan bikin menantu Bunda lecet.” Shelina ,dan Yudi mencium tangan kedua orang tua Yudi. Mereka pamit,karena senja akan segera menyapa. Walaupun Sandara adalah seorang wanita pemberani. Tapi kegelapan adalah sumber ketakutan terbesarnya. Yudi membuka pintu mobil untuk Shelina. “Terimakasih.” “Sama-sama sayang.” Setelah masuk kedalam mobil. Shelina mencari keberadaan ponselnya. “Loh kok nggak ada ya?” “Kamu cari apa sayang.” Yudi menghidupkan mesin mobil. Dan mulai menjalankan mobilnya. Perlahan mobil itu keluar meninggalkan rumah tersebut. “Cari ponsel ku mas. Di dalam tas nggak ada . di sini juga nggak ada. Dimana ya?” Shelina kebingungan mencari ponselnya. Ia berusaha mengingat keberadaan ponselnya. “Ini ponsel kamu.” Yudi menyerahkan ponsel Shelina yang ia keluarkan dari saku celananya. “Loh kok ada sama mas? Mas dapat dari mana?” “Tadi ponsel kamu ketinggalan di atas meja ruangan nya Rendi. Mas tadi sudah panggil-panggil kamu, tapi kamu jalan nya terlalu cepat. Jadinya kamu nggak dengar mas panggil. Oh ya , tadi waktu mas sedang mandi ponsel kamu berbunyi terus. Ketika mas mau angkat ponsel kamu mati. Mungkin kehabisan daya.” “Astaga. Ia. Aku lupa mas." Shelina tersenyum malu. Tapi bukan karena ponselnya . Namun karena membayangkan ekspresi wajahnya sendiri. Saat melihat marco yang tiba-tiba masuk saat ia berciuman dengan Yudi. “Shel. Kita makan dulu bagaimana?” “Sudah mau Maghrib mas. Kita makan di kosan saja!” “Kita beli mentah apa yang jadi aja!” “Kayaknya mentah aja deh. Takut nya Sandara juga belum makan.” “Nggak mungkin Sandara belun makan sayang. Kalau seandainya belum , mas akan langsung potong gaji Rendi untuk bulan depan. “ “Loh kok gitu?” Shelina memutar duduk nya ke arah Yudi. “ Ya. Karena itu adalah kesalahan Rendi Sendiri. Masak si Sandara Cuma di ajak makan angin.” “Mas bisa aja deh.” Shelina memukul lengan Yudi pelan. Melihat Yudi tertawa lepas seperti ini. Membuat perasaan Shelina tidak menentu. “Dalam sekejap kamu meruntuhkan dinding hitam di hatiku mas. Dinding hitam yang mengurungku di dalam kepedihan. Aku harap kamu adalah yang terakhir untuk ku. Aku mencintaimu.” Batin Shelina.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN