TUJUH

2369 Kata
Aku bersandar di bawah pohon zaitun yang tumbuh liar. Aku beruntung mengganti baju basahku, semakin larut udara semakin dingin. Dekat sini terlihat membentang daratan gunung es yang dingin dimana klan berbisik hidup lalu masih sangat jauh, aku kira mungkin ini karena bukit-bukit kecil Bokrok yang membuat Gunung Mixi terlihat begitu jauh.  "Ku biarkan kau berpikir sementara aku mencoba mencari makanan, kalau ada yang datang lebih baik kau bersembunyi. Lakukan apapun agar tidak ada perkelahian"  Aku cuma terdiam tidak menjawab  "Kau butuh waktu menenangkan diri. Segala yang kau lihat di Amor bukan apa-apa dengan apa yang akan terjadi nanti di pemerintahan Olexys"  "Dari mana kau tahu, apa yang akan terjadi pada pemerintahannya ? Bagaimana kalau ada kesatria dari klan lain yang lebih dulu menghancurkan kepala bede%6bah itu"  Sezerab tertawa dalam, sembari melempar satu kayu ke dalam api unggun "Olexys ingin menghancurkan sisitem Klan di Negri ini. Dia ingin membengun pemerintahan tak terkalahkan dengan menanamkan rasa takut rakyatnya pada raja. Kira-kira apa yang akan terjadi pada pemerintahan manusia yang kelewat percaya diri seperti dia, selian kehancuran "  Aku terdiam, tidak punya kata-kata untuk mendebatnya  "Pikirkanlah Matiti, pikirkan sebuah perlawanan. Gunakan otakmu yang menyedihkan itu untuk berpikir" Dia bangun, mengencangkan otot-ototnya. Dia keliatan penat dengan penutup kepalanya, dia membuka itu dan membiarkannya disana.  Aku tidak bisa berfikir ! Otakku memang menyedihkan. Seandainya yang di posisiku saat ini adalah Hariti, dia pasti sudah membentuk semacam jadwal pembalasan di kepalanya. Aku tidak ! semua yang kulihat terlalu mengerikan. Anak-anak yang menangisi ibunya di tiang gantungan masih membayang-bayang dibenakku,  kini mereka yatim piatu sama sepertiku. Brengs$#ek laki-laki yang meninggalkan benihnya pada perempuan-perempuan Amor, mereka harusnya mencari anak-anak mereka lagi dan tidak meninggalkannya di bawah kepemimpinan pel^cur seperti Zehra.  Api unggun yang dibuat sezarab semakin malam terasa biasa saja karena dinginnnya Altar mulai merambat. Aku memeluk diriku. Apa yang terjadi sebenarnya di luar sana ? kenapa malah aku yang ditunjuk untuk membalas semua kekerasan Olexys. Apa yang terjadi sebenarnya ? Kenapa tiba-tiaba aku ditarik masuk ke dalam cerita ini. Aku memejamkan mata teringat apa kata Jon.  "Segalanya bisa berubah Matiti, dan kita harus siap saat itu tiba. Kita orang-orang yang hidup liar bukan seorang putra mahkota yang tinggal di kastil tinggi"  Aku membuka mata dan melihat ke langit lepas. Kalau aku jadi raja, akan jadi raja seperti apa aku ?  Lalu aku mendengar suara Hariti.  “Kalau aku jadi raja, aku akan menciptakan perdamaian di semua klan dan menjadikan Altar tempat paling adil dan tempat paling layak untuk semua mahluk”  Hariti ? Dia tahu apa yang harus dia lakukan, menjadi seorang kakakpun dia tahu apa yang harus dia lakukan. Aku tidak boleh bod^oh. Ayo Matiti, berdiri bangkit ! lakukan sesuatu Aku mendengar suara Siulan, aku membalas siulannya. Jon. Walau sudah pasti, kemungkinan itu bukan Jon juga perlu diwaspadai, karena itu aku menggenggam kedua kunaiku. Aku berjalan dengan hati-hati. Langkah kakinya berasal dari arah barat.  "Hai itu kau" senyum Deba lebar melihatku seperti melihat kesempatan kedua di hidupnya Ada kelegaan yang kurasakan, melihat penyihir kecil itu masih hidup. Artinya aku punya kesempatan membunuhnya dengan tanganku sendiri.  Jon setengah berlari ke arahku "Bagaimana kawan ?"  Aku mengangkat bahu "Aku menyebrang melewati sungai Kao untuk sampai ke Amor dan menyisiri pinggiran Klan Kepala besar"  "Mana si tua itu ?" tanya Jon penasaran.  Aku melihat darah di dahunya "Sepertinya perjalanan kalian menyenangkan untuk kemari"  Deba tersenyum "Sungguh menyenangkan dan aku tidak tahu ada tempat seindah ini, tapi tempat ini sangat sepi. Iya kan Jon ?" kakinya yang tanpa alas menari-nari di atas bukit  "Ada apa dengannya ? kau memberinya makan jamur cinta ?" tanyaku  "Mungkin dia menyukaiku" kepercayaan diri Jon memang luar biasa. Dia tersenyum malu-malu, membuatku jijik saja.  Sedih sekali memang hidup kawanku yang satu ini. Aku tidak menggubrisnya membiarkan si bodoh itu menari di antara bukit-bukit semoga dia di patok ular dan mati. Pokoknya mulai sekarang, Deba akan hidup seiizinku dan mati pula seiizinku.  Kami duduk di dekat api, kami semua butuh menghangatkan diri, Deba bergabung bersama kami. Aku menendang penutup kepala Sezerab yang berbentuk kain panjang yang dililit menjadi topi "Pakai itu, tutupi rambutmu. Jangan sampai bentukmu yang aneh itu menarik perhatian" kataku pada Deba "yet"  Aku baru sadar cara bicaranya persis orang-orang zaman dulu. Dia tidak langsung menggunakan kain penutup kepala itu, da memain-mainkan kain itu, membentangnya kannya. Dia terlihat sedang berfikir.   "Kemana Mutai pergi ?"  Ulang Jon, karena terlalu dingin, atau mungkin konsentrasiku jadi berantakkan karena emosional, aku lupa menjawab pertanyaannya.   "Sezerab, nama aslinya Sezerab dia tidak suka dipanggil Mutai" Aku menghela nafas menyandarkan tubuhku dipohon zaitun "Dia pergi mencari makanan untuk kita"  Bahu tegang Jon akhirnya bisa meloroh turun, dia melepaskan kapaknya dan sejata lainnya yang dia punya seperti panah dan satu pisau seukuran ibu jari. Dia meminta sedikit kain tutup kepala Deba, untuk menutupi lukanya. Apa kestaria harus membawa sebanyak itu benda tajam di tubuhnya ? yang kupunya hanya dua kunai dan tali tambang.  "Tempat ini sepi" Deba melihat ke kiri dan kanan. Dari tingkahnya aku yakin anak ini masih sangat kecil "Sejak masuk ke perbukitan ini aku tidak melihat satupun orang, sementara di Klan Kwaititi mereka mebakar dan menghabisinya sampai rata"  Jon menatapnya Deba dengan awas  "Apa menurutmu mereka sembunyi atau lari ?" dia tetap melanjutkan pertanyaannya.  Demi menghentikan bocah ini bicara Jon menjawab rasa penasarannya "Dua pilihan itu" Jawab Jon mantap, akhirnya dia bisa lebih tenang setelah malam yang terasa begitu berat. Dia mengendurkan otot-ototnya, meluruskan kakinya "Sebodoh^oh-bod*ohnya Kepala Besar, mereka tidak bo*^doh untuk berlutut pada Olexys"  Dia benar, walau Klan itu hanya bisa mabuk dan menunggui hewan ternak, Kepala Besar tidak menyukai Klan Roga. Altar jungkir balikpun mereka akan tetap berperang dengan Klan Roga. Klan Roga dan Klan ini adalah musuh bebuyutan. Klan Roga memperlakukan mereka semena-mena, perlawanan mereka memang tidak terlihat tapi mereka seringkali membuat Olexys gahar karena selalu pura-pura bod^oh, padahal jelas mereka mencari masalah dengan Klan Roga.  Pernah satu ketika dimasa transisi kepemimpinan Olexys, dia pernah hampir memotong leher pemimpin Klan ini. Suatu ketika Klan Kepala Besar membuang kotoran ternak ke sungai Kao yang dibendung untuk ikan-ikan Klan Roga. Akibatnya ikan-ikan Klan Roga keracunan. Tapi bukannya mendapat simpati Raja, Olexys justru dikecam Raja karena membendung sungai Kao seenaknya tanpa persetujuan Kerjaan. "Mereka bersembunyi" kata Deba, senyum miring tersunggung di bibir merah mudanya"Mereka bersembunyi" ulangnya sekali lagi, padahal kami berdua mendengar apa yang dia ucapakan.  "Dari mana kau tahu manis ?"  "Aku hanya tahu" jawabnya singkat, dia mengerjab dan tidak lagi terlihat misterius, senyumnya kekanak-kanakan sekali. Dia memilin rambut peraknya untuk ditutupi kain "Mereka menunggu Matiti" kupikir dia sudah selesai berbicara.  Baru saja aku mau jujur dia memang gadis tercantik yang pernah kulihat tapi menadadak aku jadi ingin muntah mendengar namaku keluar dari mulutnya.  "Kau mengarang cerita lagi Deba ?" tanyaku dengan suara menuduh  Deba menggeleng "Tidak apa-apa tidak percaya padaku Matiti, tapi suatu hari pelan-pelan kau akan melihat sendiri kebenaran ucapanku"  "Tunjukan aku kebenaran ucapanmu ?" aku menantangnya  "Kalian punya seribu Late" Dia merokoh sesutu di gaunnya, aku melirik Jon. Jon menahan nafas ketika sedikit dari gaun biru Deba tersingkap memperlihatkan pusarnya yang kecil dan mulus. Aku memlih mengalihkan pandanganku "Aku punya ini buat kalian, buah berry !" Dia keliatan sangat senang menunjukkan buah berry yang didapatnya. Genggamannya penuh dengan buah berry "Aku memetiknya saat perjalanan kemari, gulanya cukup mengenyangkan"  Jon dan aku masih sulit merespon, kami masih terbayang-bayang perut mulus Deba.  Deba tahu kalau aku dan Sezarab mencuri seribu Late dari Klan Berbisik.  "Oh Terimakasih" suara Jon serak dia menangkupkan tangannya, hampir menyentuh tangan Deba.   Spontan aku melempar kayu, kayu itu tepat mengenai tangan Deba "Ingat Deba !" aku hampir berteriak memperingatinya.  Deba keliatan syock, dia memegangi tangannya. Kayu itu membentur pergelanganya cukup keras  "Ingat kau tidak diizinkan memegang siapapun" ulangku dengan suara lebih tenang, kupikir lemparanku tidak akan sekeras itu.  Jon tersengal, dia baru menyadari hal itu "Aku hampir saja lupa" katanya bernafas lega  Deba begitu sedih melihat buah berrinya berjatuhan,  dia meratapi beri-beri itu sambil memegangi pergelangan tangannya.  "Kau terluka, cantik ?"  Jon khawatir, dia meringis padaku dengan wajah ingin menonjokku  Deba menggeleng  "Tenang.., aku akan memunguti berry-berrymu" Jon mencoba memperbaiki suasana hati Deba  Tidak cukup berhasil, Deba tersenyum enggan.  "Deba ! Kuperingkatkan sekali lagi kau tidak boleh menyentuh siapapun" dia tertunduk, takut padaku rambutnya yang terlepas dari penutup kepalanya terurai.  Jon melirikku, terlihat tidak suka dengan caraku memperlakukan Deba. "Tutupi semua bagian tubuhmu yang bisa kau tutupi jangan sampai satu bagian kulitmu itu membuat seluruh peradaban kita terkena penyakitmu" "Iyet, Tuan" suaranya parau. Dia membungkus tubuhnya dengan rapi di balik gaunnya. Ternyata gaun Deba sangat seadanya. Jaitan pada gaun itu tidak sempurna, itulah kenapa kulitnya begitu bebas terlihat oleh mata kami.  "Ini untuk kebaikan kita semua Deba, kita harus berjalan bersama mulai sekarang. Kau harus bertanggung jawab atas mimpimu yang kau bagikan pada seluruh Altar"  Dia mengangkat wajahnya, mata birunya berkilat berkaca-kaca "Aku tidak berbohong Matiti, itulah yang kulihat"  Aku mengangguk "Aku memang belum mempercayaimu Deba, tapi seribu Late itu..." aku tidak tahu darimana gadis ini tahu. Apa kelebihannya sebenarnya ? Nafasnya tersengal-sengal karena marah padaku  "Kami memang mencuri seribu Late dari dua orang kesatria Berbisik" aku melihatnya tanpa cela, mencoba mengusik emosinya "Aku kehilangan segalanya karena kau Deba..., jadi buatku masih sangat sulit percaya padamu"  "SEMUA ORANG KEHILANGAN SEGALANYA MATITI ! BUKAN CUMA KAU SAJA" Suaranya tinggi, membentang ditengah malam yang sunyi. Untuk pertama kalinya, aku terdiam mendengarnya. Mari kita berikan dia kesempatan untuk membela diri.  Dia menarik nafas, mengontrol emosinya "Berhenti sembunyi dengan kalimat Bo^doh itu, cobalah memikirkan kita yang masih hidup" pandangannya masih sangat marah "Akupun kehilangan semuanya ketika memutuskan kemari"  Suara gelak tawa meleburkan ketegangan di antara kami, dia datang dari celah dua bukit yang saling mengapit. Sezarab menggeret seekor domba untuk kami makan malam itu "Dia ternyata perempuan yang berani" Aku hampir tidak mengenalinya, kalau tidak ingat senyum dan deretan gigi putihnya. Sezarab, dia menyukur janggutnya, memotong rambutnya khas potongan pendek kebanyakan pria selain Klan kami tentunya. Laki-laki Kwaititi menganggap rambut adalah kebesaran mereka.  "Dari mana saja kau ?" tanyaku  "Membawakan calon raja domba untuk di makan malam ini"  "Yipi Dipi" Jon mencoba menghancurkan ketegangan di antara aku dan Deba "Aku sangat lapar"  Aku berdiri untuk membantu para pria. Tapi Sezerab mendorongku dengan pedangnya yang sudah disarungkan "Duduk ! Kau harus mulai memerintah sejak malam ini. Aku ingin dengar apa rencanamu"  Sialan.... "Aku memintamu untuk menggunakan otakmu, sekarang mulailah bertindak menjadi pemimpin. Pemimpin tidak mengerjakan pekerjaan kasar, mereka memerintah. Kalau mereka ingin makan mereka hanya tinggal memerintahkan saja"  Aku ? memerintah ?  Aku tidak bisa berkata-kata, aku melihat dua orang lain yang menunggu reaksiku. Aku menghela nafas "Aku tidak peduli bagaimana pemimpinmu.." Aku mengeluarkan Kunai dan membedah domba dengan mudah di hadapanku "Tapi kalau aku menjadi raja, aku akan melakukan apa yang rakyatku lakukan, aku akan makan dari tanganku, aku akan mencuci badan menggunakan tanganku, tidak ada bedanya"  Yang lain masih terdiam "Duduklah kalian, ku bakarkan domba ini untuk kalian. Malam ini kalian sudah menyelamatkanku, seandainya aku akan jadi Raja, yang pertama kali kulakukan adalah berterima kasih pada kalian"  Mereka bertiga terdiam. Apa aku salah bicara ? aku tidak peduli. Ku bedah saja domba itu. Ku kukuliti sisi demi sisi dengan cekatan. Ini mudah bagiku, aku sering melakukannya. "Kau cukup mahir melakukan kulit-menguliti ini" ujar Sezarab "Kau ingin ku kuliti juga ?"  Dia hanya tertawa "Baiklah, aku akan mengumpulkan kayu bakar"  "Hormatku paduka" Jon membuat-buat nada suaranya "Izinkan aku membantumu karena aku sudah tidak sanggup menunggu terlalu lama untuk daging manis domba ini"  Aku meliriknya dan dia tertawa geli. Sialan... Diam-diam aku melirik Deba, dia masih mengatasi emosinya, dia menyeka wajahnya yang penuh tangis. Aku lega tidak terjadi apa-apa dengan tangannya. Dia memperbaiki lilitan kain yang pengikat kepalanya. Dia mengukur kepalanya dengan jarinya memastikan tidak ada sehelai rambutput terlihat.. Seharusnya aku memastikan dia menggunakan luaran yang menutupi lehernya. Karena penutup kepala itu justru memperlihatkan lehernya yang jenjang. Sial dia tambah keliatan sempurna.  Aku menggeleng  "Kau menyukainya paduka ?"  "Breng*(sek, kau panggil aku seperti itu lagi ku habisi kau !" Jon terkekeh "Tidak akan pernah kau lakukan, di antara kami semua akulah orang yang paling kau percayai"  Dia benar  "Dia benar-benar menarik, cantik dan anggun. Sayang dia seorang Lohye, tapi jujur saja perjalanan malam hari ini dan kejadian tadi membuatku berpikir memang mungkin kau terlahir jadi seorang raja Matiti"  Aku terdiam  "Kau punya ketegasan Babamu"  "Aku tidak mau kehilangan nafasu makan ku Jon !" aku sudah muak sekali dengan masalah menjadi Raja ini "Aku berusaha menangani emosiku. Mengertilah.."  Dia mengangguk. Samabil memintaku menjauh demi memotong bagian domba dengan parangnya. Aku menyiapkan rangkaiyan kayu untuk memanggang  potongan-potongan domba.  Di sela-sela menyantap makan malam itu Sezerab menanyakan pada Deba bagaimana kehidupan di Lohye. Aku melihat setiap gerakan tangan lentiknya menyobek daging demi daging domba. Dia mengunyah daging itu dengan anggun tanpa menunjukkan giginya ketika mengunyah. Dia tidak bicara ketika dia makan. Dia diam sejenak untuk menjawab Sezarab dan meninggalkan makananya.   "Jadi kami hidup di sebuah pulau terapung. Pulau Lohye yang diberikan Raja Agung tidaklah besar, hanya memuat tiga sampai empat kepala keluarga. Sedangkan jumlah kami terus bertambah banyak"  "Berapa ?" tanya Sezerab  "Tadinya seratus kepala keluarga " Jon melihatku mengulang kata seratus dengan mulut berbisik karena tidak mempercayainya  "Dari nenekku aku mendengar dulu banyak sekali orang yang tdiak bisa bertahan, orang-orang tubuhnya tidak kuat mati berlahan-lahan karena wabah, mereka yang tersisa hanya beberapa orang saja, lama kelamaan tubuh mereka kembali normal dan mereka bisa beraktifitas. Nenekku bilang ada cahaya berasal dari langit yang menolong orang-orang yang bertahan pada masa itu" "Mustahil" gumamku sambil memalingkan wajah  Deba tidak menghiraukanku, dia hanya mendengus kesal seperti seekor sapi pemarah "Penduduk kami terus berkembang, tapi tidak mudah untuk bertahanan, janin orang-orang Lohye sangat lemah. Lalu anak-anak yang lahir selalu memiliki kelebihan"  Aku menyipitkan mata. Mataku dan mata Deba bertemu "Aku punya kelebihan, bisa merasuki pengelihatan binatang dan bisa melihat masa depan"  "Wah kau terdengar menakjubkan"  Dia bertepuk sekali keliatan begitu sombong "Banyak dari kami bisa melihat masa depan, tapi biasanya masa depan dirinya sendiri bukan masa depan orang lain"  "Kau ?" tanyaku  memotongnya  "Aku hanya bisa melihat masa depanmu" dia tidak melepaskan matanya dariku "Aku tidak bisa melihat masa depanku, yang kulihat masa depanmu"  "Kalau begitu seharusnya aku membunuhmu, kau terdengar sangat berbahaya buatku"  Jon menghela nafas berta "Sudah-sudah makan ayo, setiap kali kalian berdua terlibat pembicaraan suasana jadi berubah tidak enak" 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN