*****
Dua hari berlalu setelah Bara di rawat, hari ini ia di izinkan untuk pulang.
"Pak, ini semua mau dikemanain?" tanya Karina melihat banyak sekali bingkisan mulai dari buah, roti, bunga dan makanan lainnya dari orang - orang yang menjenguk Bara.
Bara menoleh, ikut melihat ke arah pandang Karina.
"Kasih, kasih aja ke orang - orang di sini. Ke perawat atau pasien lain," jawabnya tak mau ambil pusing.
Memang selama Bara dirawat beberapa hari ini, walau tidak dijenguk secara langsung, banyak kolega bisnisnya yang mengirimkan bingkisan, kartu ucapan dan doa semoga lekas sembuh.
"Tapi Saya boleh minta jugakan Pak?"
Karina tersenyum malu - malu, memang ada beberapa makanan yang belum pernah ia cicipi jadi dia ingin memintanya untuk cemilannya di rumah.
"Terserah Kamu," jawab Bara santai. Ia sih duduk - duduk saja di atas sofa sembari memperhatikan Karina yang sibuk membereskan barangnya.
********
"Tuh Pak ingat kata dokter tadi, Bapak jangan ngangkat yang berat - berat dulu. Kurangi aktifitas yang berlebihan, tidur dan istirahat yang cukup," jelas Karina sembari menyetir, mereka sedang di jalan menuju apartemen Bara.
"Iya. Nanti kalau galon air minum Saya kosong Kamu yang angkat ya."
Karina menoleh, ambigu sekali ucapan bosnya ini antara serius atau ngambek,
"Iya Pak. Saya yang ganti, aman dah. Secara juga galonnya tinggal di gelindingin terus masukin deh. Kan dispenser di apartement Bapak dispenser sultan yang gak perlu di angkat ke atas," jelas Karina, matanya fokus menatap ke arah depan. Ia tak menyadari kalau sekarang Bara sedang menahan senyum melihat ke arahnya yang sedang mendumel.
"Masak juga aktifitas berlebihan buat Saya. Kamu bisa kerjakan jugakan?."
"Pak. Apalah gunanya aplikasi pesanan online. Mudah, enak, bisa pilih sesuai selera dan yang pasti aman dari dumelan sumpah serapah sekretaris Bapak ini."
Bara tertawa mendengar ucapan Karina, tangannya menahan bagian perut karena tertawa membuat perutnya sedikit terasa nyeri.
"Udah tahu perutnya sakit kalau ketawa masih aja ckckck," katanya menggeleng heran, setelah operasi bosnya makin bertingkah aneh dan agak manja? Padanya.
"Habis Kamu lucu."
"Lucuan mana sama badut?"
"Saya gak suka badut."
"Terus sukanya apa?"
"Perlu banget Saya jawab?"
"Hah? Emmm.... Gak sih."
Karina agak salah tingkah, bukannya apa, dia merasa kalau obrolan absurd ini berlanjut yang ada dia tidak akan bisa fokus menyetir.
"Kita mampir dulu ke Pet Shop."
"Mau jemput Pochi ya Pak?"
Bara mengangguk sembari bergumam.
Tak lama mereka sampai ke tujuan. Karina mengekori Bara masuk ke dalam Pet Shop.
"Eh Papanya Pochi sama Nana. Apa kabar? Mereka udah kangen itu minta dijemput."
Karina menoleh ke arah sumber suara, seorang wanita paruh baya menyapa mereka ramah.
Mereka mengobrol sebentar, Karina sih hanya memperhatikan, tapi ada satu kata yang terdengar janggal di telinganya sejak tadi.
"Nah itu Pochi sama Nana," ucap pemilik pet shop yang tak Karina tahu siapa namanya. Seorang karyawan membawa dua pet cargo berwarna biru dan pink.
"Mereka kayaknya udah gak sabar mau diajak pulang sama Papanya, udah kangen."
"Iya, terimakasih sudah merawat mereka."
Bara memberi kode pada Karina untuk membawa dua cargo berisi kucing tersebut.
"Kenapa harus Saya Pak?" bisik Karina.
"Kan Saya gak boleh angkat berat," balasnya sambil berbisik juga.
Sebenarnya bisa saja Bara minta tolong karyawan pet shop tapi ia hanya sedang ingin mengisengi sekretatisnya itu saja.
Dengan manyun sembari mengumpat dalam hati, mau tak mau dengan setengah iklas Karina mengangkat kedua cargo tersebut.
Sesampainya di dalam mobil, Bara membuka ke dua cargo dan mengeluarkan kucing berwarna oren yang Karina ingat bernama Pochi, karena ia yang memberi nama dan satu kucing putih yang tak ia kenali.
"Sejak kapan kucing Bapak membelah diri jadi dua?" tanyanya sembari menjalankan mobil.
"Sehari setelah nemu Pochi, Saya mungut kucing lain di jalan."
"Bapakkan bisa adopsi kucing mehong, ngapain ngambil kucing kampung?"
Bara menatap ke arah Karina, tangannya masih asyik mengelusi kedua kucing yang syukurnya akur tersebut.
"Kamu sama kucing aja rasis," sindir Bara. Karina nyaris melongo mendengar ucapan Bara tersebut, rasis darimananya?
"Saya bukan rasis Pak, cuma aneh aja. Kan Bapak banyak duit, kenapa gak ngadopsi kucing sultan aja."
"Kalau semua yang berduit ngadopsi kucing yang seperti Kamu bilang itu, lalu siapa yang mau mengadopsi kucing pribumi?"
"Yah Sayakan cuma nanya Pak."
Karina sadar betul berdebat dengan bosnya ini tidak akan membawanya kepada kemenangan, karena pria yang duduk di sampingnya ini sangat handal memojokkan orang lain dengan argumennya, sungguh luar biasa bukan.
Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan dalam diam. Karina yang fokus menyetir sambil mendumel dalam hati dan Bara yang sedang asyik mengelusi kedua kucing peliharaanya itu.
Sesampainya di parkiran basement apartemen Bara, barulah Karina teringat sesuatu. Ada dua pet cargo, satunya punya kucing oren bernama Pochi lalu siapa nama kucing yang berwarna putih ini?
Ia teringat saat pemilih pet shop tadi menyapa Bara dengan sebutan papanya pochi dan ...... Nana?
Sontak ia menoleh dan menyipitkan matanya, menatap Bara curiga.
"Pak. Nama kucing yang putih ini siapa?"
Bara hanya diam sembari mengangkat bahunya, ngeloyor berjalan tanpa menjawab.
"Pak," seru Karina.
"Baru sadar sekarang? Tadi pikirannya gak jalan atau gimana?"
Mendadak Karina punya niatan untuk melempar ke dua pet cargo ini ke arah kepala Bara, biar geger otak sekalian, setelah operasi tingkat menyebalkan bosnya ini meningkat cukup signifikan.
"Pak, itu nama Saya loh, masa dikasih ke kucing."
"Kamukan pernah bilang gak suka dipanggil Nana?
"Tapi bukan berarti Saya gak suka terus dikasih ke kucing."
"Bukannya orang sering bilang, kalo gak enak kasih kucing."
"Ini nama Pak bukan makanan."
Karina gemas sendiri, memang sih sekitar tiga tahun lalu ia protes karena Bara memanggilnya Nana, bukannya apa, orang - orang di kantor jadi menganggap itu panggilan spesial Bara untuk Karina karena hanya sang bos yang memanggilnya begitu, padahal alasan Bara sendiri membuatnya geleng - geleng kepala.
"Pak, kenapa sih manggil Saya Nana? nama Sayakan Karina. Ka. Ri. Na," protesnya sembari mengeja namanya.
"Karina terlalu panjang."
"Panjang gimana? Cuma beda dua huruf doang!"
Setelah perdebatan itu panggilan Karina berubah? Tentu saja tidak. Nyatanya Bara keterusan sampai sekarang memanggilnya Nana.
"Saya lapar."
"Kalau lapar ya makan Pak, bukannya ngeluh."
"Masakin."
Karina melihat ke arah Bara yang anteng duduk di sofa depan televisi sambil memperhatikan kedua kucingnya yang sedang beradaptasi.
"Delivery kan bisa ya."
"Lagi gak pengen makanan luar."
Karina mengeratkan gigi, kan apa dia bilang bosnya ini mentang - mentang sedang sakit jadi ngelunjak padanya.
"Kulkas Bapak emang ada isinya?"
"Ada. Bentar lagi sampai."
Dan benar saja tak lama Hosea datang sambil membawa dua kantong belanjaan berisi sayur dan bahan makanan.
"Ini Mbak bahannya," ucapnya santai menaruh kedua kantong belanjaan tersebut ke atas meja.
Karina menatap penuh selidik.
"Tadinya Aku mau jemput Mas Bara di rumah sakit, tapi katanya gak usah ada Mbak Nana jadi Aku disuruh langsung pulang aja sekalian beli bahan makanan, katanya Mbak mau masak buat Kita."
Sekarang gantian Karina menatap sinis pada Bara, ada - ada saja modus bosnya ini.
*****