Ghibah Ala Karina

1333 Kata
Karina mendumel sepanjang jalan pulang mengingat hal yang tadi terjadi. Bara seolah sengaja terus memanggil nama kucing putih peliharaanya itu. "Nana ke sini." Karina yang mendengar namanya di panggil tergopoh - gopoh dari dapur berjalan ke sumber suara, mana masih membawa spatula pula. "Kenapa Pak?" tanyanya. Takutnya kan bosnya yang super menyebalkan yang sayangnya sedang sakit ini butuh sesuatu. Bara menoleh ke arah Karina, menatap gadis itu sambil menahan senyum geli. "Saya manggil Nana yang itu." Tunjuknya ke arah kucing yang sedang memainkan ujung gorden. Karina mengeratkan gigi, mulai punya pikiran untuk melempar spatula di tangannya ke sang bos yang tersenyum setengah tertawa. "Senang banget kayaknya Pak," sinisnya. "Iya. Soalnya Nana lucu, menggemeskan," katanya. Entah kenapa jantung Karina malah berdetak kencang, padahal jelas bukan Nana dirinya yang Bara maksud, tapi kucing betina gemoy berwarna putih itu. "Au ah." Karina mencebik kemudian kembali ke dapur. Tapi naasnya hal itu terjadi berulang beberapa kali, dan tentunya Karina yang bersumbu pendek ingin sekali menggeplak kepala bos dan adik bosnya yang ikut - ikutan menjahilinya itu. Lebih kesalnya lagi karena Bara menyuruhnya membawa mobilnya pulang. Karina sih sebenarnya senang - senang saja tapi masalahnya itu Bara meminta ia untuk menjemputnya besok untuk berangkat ke kantor alias menjadikan Karina sopir dadakan dan itu artinya cuti Karina yang seharusnya sampai besok jadi dibatalkan. Padahalkan Karina maunya rebahan saja seharian besok di rumah sambil nonton drama korea. Karina memarkirkan mobil di halaman rumah, untung saja kontrakannya memiliki halaman yang cukup luas untuk parkir mobil. Mana mobil bosnya ini harganya tak main - main, lecet sedikit alamat lenyap gaji Karina beserta bonus - bonusnya. "Eh baru pulang Kar." Karina menoleh ke arah suara kemudian berdecak sembari memaksakan senyum. "Ngapain lain sih ni Tante - Tante," gumamnya mengeratkan gigi. "Iya Tante," jawabnya sesopan yang ia bisa walau dalam hati ngedumelnya minta ampun. "Mobil baru ya?" Karina hanya tersenyum tipis, tak sabar ingin masuk ke dalam rumah. "Nggak Tante mobil bosnya Karina. Beliau nitip." "Oh. Kirain Kamu beli mobil baru." Karina masih menahan mode senyum formalitasnya, ingat sumbu Karina pendek. "Gaji Kamukan gede ya, kenapa gak beli mobil aja? Rani juga baru beli mobil loh, pajero. Mahal, berapa ratus juta gitu," katanya menjelaskan, padahal Karina sama sekali tak berminat untuk tahu. Tapi gimana, mau langsung masuk juga tak enak. Sejak dulu ia paling malas berpapasan dengan Ibunya Rani ini. Padahal anaknya sebaik itu, bagaimana mungkin punya ibu modelan begini? Karina jadi bertanya - tanya siapa yang mendidik Rani selama ini, secara sifat mereka berbeda jauh, Rani yang terkenal sederhana dan ibunya yang hedonnya ngalahin ibu - ibu pejabat kaya raya. "Iya Tante nanti Karina beli." "Gitu dong biar kelihatan kalau gajinya tu beneran gede bukan omongan doang." Karina makin mengeratkan gigi, sejak dulu dia tak suka orang ini. Bahkan saat tetangganya ini mengatakan akan pindah rasanya Karina mau mengadakan pengajian di rumahnya sebagai tanda syukur. "Haha.. Iya Tante. Kalau gitu Karina permisi ya mau masuk dulu." Ia hendak beranjak pergi masuk ke dalam rumahnya, makin di ladeni Tante satu ini akan semakin menjadi. "Oh iya Rani sama suami sama cucu Saya lagi pergi jalan - jalan pakai mobil baru." Mau tak mau karena menghormati Karina urung beranjak. Ia sebenarnya tahu ke mana jalan obrolan ini akan mengarah. Dan Karina sama sekali tak ingin bertanya kenapa orang ini tak ikut jalan - jalan juga. Jadi Karina hanya memasang senyum. "Tapi Saya gak ikut, biar mereka aja jalan - jalan keluarga gitu," katanya lagi. Tadinya Karina mau menjawab, "jalan - jalan keluarga? Tante kok gak ikut? Apa Tante gak dianggap keluarga?" Tapi urung karena takut menyulut perkelahian. Dan juga dalam hati Karina paham betul kalau orang ini tak ikut bukan karena alasan itu tapi sengaja biar bisa pamer - pamer ke tetangga sekitar kalau anaknya baru beli mobil baru. Tante yang Karina tahu bernama Widya ini hendak melanjutkan omongan seputar anak menantu kebanggannya saat handphone Karina berdering, satu panggilan masuk yang tanpa melihat nama penelponpun ia tahu kalau yang menghubungi adalah sang bos. "Tante, Karina masuk dulu ya mau angkat telpon. Malam Tante," katanya cepat, kemudian buru - buru masuk sambil mengangkat telpon, tadinya mau pura - pura dulu mengangkatnya tapi malam kepencet betulan. "Ya udah. Besok lihat mobil baru Rani ya," teriak tante Widya dan Karina bergedik, tak habis pikir ada spesies manusia seperti itu. "Itu suara siapa?" tanya Bara. Karina agak kaget rupanya panggilannya sudah tersambung. "Biasa Pak tetangga tukang pamer." Terdengar suara dengusan tawa dari seberang sana. "Memangnya dia pamerin apa?" "Biasa banggain anaknya mulu. Tadi aja pas Saya sampai rumah pakai mobil Bapak dia langsung nanya terus pamer kalau anaknya baru beli pajero." "Terus Kamu jawab apa?" "Ngapain dijawab Pak, nanti panjang. Dijawab senyum aja makin jadi apalagi diladenin." "Nggak Kamu kasih tahu berapa beda harga pajero sama mobil Saya?" Karina mendesah mengingat harga pajero dan mobil BMW milik sang bos yang harganya berkali lipat harga pajero. "Gak baik ria Pak." "Mana tahu Kamu mau pamer juga." "Ya kali mau pamer. Kalau mobil sendiri mending lah ini mobil punya orang. Tapi kalau Bapak mau ngasih mobilnya ke Saya, bolehlah Saya pamerin," katanya kemudian tertawa. "Kalau Kamu mau ambil aja." Karina yang tadinya sedang melepaskan high heelsnya langsung berhenti. "Beneran Pak?" tanyanya tak percaya, lumayankan dapat mobil semahal ini, bisa hidup tentram damai tanpa kekurangan Karina hanya dengan uang hasil penjualannya. "Iya. Tapi syarat dan ketentuan berlaku." Karina menghembuskan napasnya dalam, memutar bola mata jengah. "Gak deh Pak, makasih," katanya. Bukannya apa dulu juga ia diberi mobil lalu taken kontrak kerja romusa tiga tahun apa kabar kalau ia dikasih mobil semahal ini? Alamat di romusa sepuluh tahun jelek - jeleknya seumur hidup, Karinakan niatnya mau resign. "Kenapa gak mau?" "Gak deh, kapok di romusa." Bara tertawa mendengar jawaban Karina. "Uwaaah." Karina berteriak kecil kemudian langsung berdiri. "Halo Nana. Kamu kenapa?" Suara Bara sedikit panik karena Karina tiba - tiba berteriak. "Cemilan Saya ketinggalan di mobil Pak," katanya sambil mengintip dari balik gorden jendela. Dilihatnya Tante Widya masih berdiri di tempatnya tadi sambil mengamati mobil milik bosnya itu. "Ya tinggal diambilkan." "Nggak segampang itu Pak. Tu Tante - Tante masih berdiri di situ. Nanti kalau Saya keluar dia ngajak Saya ngobrol lagi gimana? Saya malas dengar dia pamerin anaknya mulu." "Cuek aja. Kan bisa pura - pura lagi bicara penting ditelpon." "Bapak nggak akan mengerti, manusia sejenis ini tu susah di tak acuhkan. Meper mulu ngajak ngobrol." "Ladenin seperlunya." "Mau seperlunya juga jadi panjang. Aduh mana Saya pengen icip - icip kue sultan tadi," ucapnya mengingat kue dan roti yang tadi ia bawa dari rumah sakit. "Ya udah tunggu Tantenya pergi kalau gitu." "Keburu tengah malam. Dia pasti nungguin anaknya yang lagi jalan - jalan pake mobil pajero barunya itu." Bara tertawa tertahan mendengar sekretarisnya itu seolah benar - benar tak menyukai tetangganya. "Lagian ngapain coba dia di rumah sini, biasanya di apartemen kebanggannya itu juga." Bara hanya diam menyimak Karina yang terus mendumel. "Kamu kayaknya gak suka banget sama mereka." "Sama Ibunya doang sih Pak, anak menantunya baik. Baik banget malahan, sampai Saya mikir kalau anaknya itu sebenarnya anak pungut." "Husss... Kamu..." "Yah gimana Pak, habisnya beda banget. Bapak tahu gak dulu tu Tante pernah nyuruh Saya resign aja karena Saya kalau kerja pagi pulang malam melulu. Terus dia bilang nanti bisa minta tolong menantunya masukin Saya kerja di kantornya." "Terus?" "Dia bilang gaji honorer di kantor menantunya itu sekitar lima jutaan perbulan. Yakali Saya percaya! Kayak gak tahu aja gimana nasib honorer di negara ini. Terus pas Saya bilang kalau gaji Saya dua digit dia kicep. Haha senang banget Saya ngelihatnya." "Terus ya Pak. Dia itu selalu aja banggain menantunya yang PNS itu, apalagi sekarang katanya menantunya jadi kepala dinas, bukan main pamernya, pokoknya sekomplek harus tahu. Yang biasanya sok belanja sayur aja mau ke Mall eh tetibaan mau belanja di tukang sayur keliling cuma buat pamerin menantunya yang baru naik jabatan. Ini juga nginap di rumah sini bisa dipastikan buat pamer mobil baru." Karina masih bercerita panjang lebar tanpa ia sadari kalau yang ia ajak bergosip itu adalah bosnya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN