Bara dan Karina (3)

1576 Kata
************* Karina menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya pelan, ia sedang menenangkan diri sebelum membuka pintu. Bara baru saja mengajaknya untuk jalan - jalan sore dan tentu Karina tak menolak walau hatinya terasa ketar ketir. Masalahnya itu, sekarangkan status mereka tak hanya sebagai bos dan sekretaris, tapi sudah ada ikatan pribadi di antara mereka. Mana cincinya bisa sangat pas begitu di jarinya. Ia masih belum percaya bahwa sekarang dirinya dan Bara memiliki hubungan lebih, pacaran saja belum tiba - tiba langsung di lamar saja, pikir Karina tak habis pikir. Membuka pintu, Bara sudah menunggunya. Pria itu langsung tersenyum begitu melihat Karina yang keluar sambil malu - malu. "Kita mau ke mana Pak?" tanyanya. Karina entah mengapa malah merasa canggung, biasanya dia tinggal ceplas ceplos saja, kenapa sekarang dia malah merasa butuh menjaga image nya? Bukankah dari zaman dahulu kala image nya memang sudah absurd di depan bosnya ini? Bara saja sudah lihat betapa barbarnya ia saat makan dan betapa jeleknya ia saat sedang tidur. "Jalan - jalan aja mumpung senggang, sekalian cari oleh - oleh." Karina mengangguk saja, tak biasanya Bara mau jalan - jalan saat di luar kota. Biasanya, boro - boro mau jalan - jalan, pergi pulang saja bisa di hari yang sama. Mereka berjalan menuju lift, seperti biasa pula Karina berjalan selangkah di belakang Bara. Jalan Bara lambat laun melambat, begitu juga dengan Karina karena memang ia mengikuti langkah Bara. "Ada apa Pak?" tanyanya, karena langkah Bara makin lama semakin memelan. "Mau sampai kapan Kamu jalan di belakang Saya?" Kening Karina mengerut, "Biasanya memang beginikan Pak, Saya jalan satu langkah di belakang Bapak?" Bara mendesah pelan kemudian menadahkan tangan kirinya ke arah Karina. "Bapak butuh sesuatu?" tanya Karina lagi begitu melihat tangan Bara yang menengadah seolah minta sesuatu. Bara menatapnya dan memberinya kode, namun Karina tak paham apa maksud Bara. Lagi - lagi Bara menghembuskan nafas pelan. "Tangan." "Tangan? Tangan apa Pak?" Bara yang gemas sendiri melihat respon Karina langsung mengambil tangan kanan gadis itu kemudian menggenggamnya. "Tangan ini yang Saya maksud." Wajah Karina bersemu merah saat Bara menggandengnya, mereka berjalan bersisihan. "Tapi nggak apa - apa begini Pak? Kalau ada yang lihat gimana?" "Siapa yang peduli." "Tapi Bapakkan bos Saya." "Saya ngajak Kamu jalan - jalan bukan sebagai bos Kamu tapi sebagai calon suami Kamu." Wajah Karina makin memerah, jantungnya berdetak hebat, tangannya terasa hangat di dalam genggan Bara. Tapi bisa - bisanya Bara bicara hal seperti itu dengan santainya. "Tapikan orang - orang nggak tahu." "Nggak usah pedulikan apa kata orang. Fokus saja ke Saya. Lagian siapa juga di sini yang tahu kalau Kamu sekretaris Saya?" Karina mengangguk saja, mengikuti ke mana Bara akan membawanya. Mereka berjalan santai berkeliling sambil menikmati pemandangan. Sampai mereka tiba di satu pertokoan Karina langsung melepaskan genggaman tangan mereka, Bara bingung melihat apa yang mendadak Karina lakukan ini. Awalnya mereka hendak masuk untuk membeli oleh - oleh tapi di tempat yang sama justru juga ada manusia yang tidak ingin Karina temui. "Ada mantan Bapak tu," ucap Karina memberi kode. Bara melihat ke arah yang Karina maksud. Kening Bara mengerut. "Memangnya kenapa?" Iya juga memangnya kenapa? Tapikan Karina belum siap go public, mereka baru jadian beberapa jam lalu, eh tapi itu apa bisa disebut jadian ya? Bara hanya mengajaknya menikah tapi tidak menyatakan kalau dia mencintai Karina. Hati Karina mendadak dilema. "Yah nggak apa - apa. Nggak enak aja, merekakan tahunya Saya sekretaris Bapak." "Lalu apa masalahnya kalau mereka tahu Kita punya hubungan?" Karina cemberut, dia benar - benar belum sanggup memberitahu orang lain, dia saja masih belum percaya dengan apa yang terjadi. "Tapi Saya belum siap Pak kalau orang - orang tahu." Karina menunduk lesu. "Kamu malu punya hubungan sama Saya." Karina lekas mendongak kemudian menggeleng, ya kali ia malu? Yang ada seharusnya Bara yang malu punya calon isteri potongan kayak Karina yang urakan nggak ada bagus - bagusnya. "Ya nggak. Gila kali Saya Pak kalau malu punya calon kayak Bapak. Saya belum siap aja. Kasih Saya waktu, sebentar aja. Ya, ya." Belum selesai mereka berdiskusi, Damar sudah lebih dulu memanggil nama Karina. "Karina?" serunya begitu ia melihat sosok tetangganya. "Hallo Mas," Sapanya. Karina tersenyum canggung saat melihat Damar, Rani juga ada di sana bersama kedua anaknya tak lupa tante Widya, salah satu orang yang masuk blacklist Karina menoleh padanya. Wajah Bara langsung berubah datar. Bisa Karina lihat wajah Damar yang agak mengeras begitu melihat wajah orang yang berdiri di samping Karina. "Loh Ditya," seru tante Widya heboh. Karina bergedik melihatnya sembari mengucap amit - amit berkali - kali dalam hati. "Kalian mau beli oleh - oleh juga ya?" sambungnya. berjalan mendekat. Sementara Rani nampak tenang, ia kembali fokus pada anak - anaknya. "Iya Tante, Kami mau belanja," jawab Karina, karena ia tahu betul Bara tak akan menjawab. Pria itu nampak cuek. Damar juga nampak tak bereaksi lagi, ia mengambil anak bungsunya dari gendongan Rani. "Oh, sama dong Kami juga lagi borong oleh - oleh ini." Tante Widya melirik pada Bara. Bara nampak tak peduli dan malah berjalan ke arah tumpukan keranjang belanja, ia mengambil dua keranjang dan langsung memberikannya pada Karina. "Kalau gitu Karina mau keliling dulu ya Tante." Karina hendak beranjak pergi. Kalau saja tadi tak bertemu muka, sudah pindah toko mereka. "Bareng aja kalau begitu Kar, Kami juga masih mau keliling," ucapnya. Karina mengeratkan gigi, malas sekali rasanya ia meladeni orang tua ini. Karina tak menjawab, ia dengan asal memasukkan banyak barang dalam keranjangnya. "Nggak kebanyakan itu, kok Kamu main masukin aja?" Karina menoleh dan tersenyum tenang. "Ini oleh - oleh buat karyawan kantor Tante jadi memang harus banyak." "Oh Kantor yang bayarin." Karina menaikkan alisnya. "Nggak kok Tante, pak Bara yang bayar." Karina berjalan ke arah Bara yang sedang berjongkok melihat kerajinan tangan berbentuk hiasan. "Pak mau bayar, debitnya mana?" Karina menadahkan tangan, kening Bara mengerut. Tak biasanya Karina minta ATM padanya, bukankah biasanya Karina membayar dengan debit card yang ia berikan? "Debit yang ada di Saya ketinggalan," ucapnya seolah mengerti maksud pandangan Bara. Bara tak menjawab dan langsung mengeluarkan dompetnya. Karina melirik ke arah dompet bosnya itu. "Yang Gold aja Pak jangan black card, nanti ke beli sama toko - tokonya lagi," ucap Karina lagi seolah sengaja melakukan hal itu. Bara menatap Karina sembari menggeleng karena ia tahu Karina sengaja melakukannya, gadis itu mengedipkan sebelah matanya dan Bara tertawa karena mulai paham apa yang sedang Karina lakukan. "Emangnya udah selesai belanjanya?" "Mau nambah lagi?" Karina menoleh ke tiga keranjang penuh di belakangnya. "Kitakan bisa belanja di toko lain lagi," sambungnya dan Bara menurut saja. Sepulangnya dari sana, Damar malah menawarkan untuk makan malam bersama, entah apa maksud suami Rani itu mengajak mantan pacar isterinya untuk makan malam bersama. "Aku dengar Kamu bosnya Karina?" tanya Damar membuka suara. "Iya," jawab Bara singkat. Karina bisa melihat raut malas di wajah Bara, ia tahu Bara sebenarnya tak mau tapi tidak enak untuk menolak. "Iya loh Damar, Ditya sekarang sudah jadi direktur terus juga mobil yang waktu itu Karina bawa itu punyanya Ditya ternyata. Iyakan Kar?" Karina bergedik bisa - bisanya nenek satu itu malah membanggakan mantan calon menantunya di depan menantunya sendiri. Damar hanya tersenyum canggung, sementara Rani tak berkomentar apapun, ia terus saja diam sejak tadi. Makan malam ini terasa canggung. Handphone Bara berdering, menandakan ada panggilan masuk, jadi ia permisi keluar sebentar untuk mengkat telpon. "Siapa yang telpon?" tanya Tante Widya, apa pedulinya juga ia tahu siapa yang menelpon bosnya Karina. "Klien kayaknya Tante." "Klien? Siapa Yang kemarin pagi itu Ya?" "Iya Tante.." Tante Widya ber oh ria. Tak lama Bara kembali. "Nana. Sudah selesai makannya?" Karina menatap bingung namun ia mengangguk. "Kalian udah mau pergi?" tanya Damar, ia tahu maksud Bara menanyakan hal itu pada Karina. "Iya. Masih ada urusan yang harus di selesaikan." Rani akhirnya berani menatap Bara, ia sejak tadi seperti menjauhi dan tak mau melihat ke arah pria yang dulu sangat ia cintai. "Buru - buru banget. Udah malam loh ini, masa mau kerja." "Iya Bu, Kami ada janji makan malam dengan klien jadi harus segera ke sana." "Oh gitu," ucap Tante Widya lagi, seperti tak rela mantan calon menantunya itu pergi. "Lain kali Kita makan bareng lagi ya." Karina bergedik, tersenyum ala kadarnya, ngapain juga mereka harus makan bareng lagi? "Nana." Bara memberi kode dan Karina mengerti maksudnya. Karina mengangkat tangannya sampai pelayan datang. "Kalian mau nambah lagi?" tanya Karina. "Kalau masih mau nambah silahkan soalnya Karina mau bayar." "Eh nggak usah Kar, biar Kami aja yang bayar," ucap Rani tak enak hati. Berbeda dengan Rani dan Damar yang merasa tak enak, Tante Widya malah dengan tak tahu malunya menunjuk banyak menu lain. "Tante mau tambah menu yang ini sama yang ini, yang ini juga." "Bu!" "Kenapa sih. Kan ditawarin terima aja kan nggak masalah." Karina bergedik, ia mulai berpikir beruntung Bara tak memiliki mertua modelan tante Widya ini. Walau yah itu kasihan Damar yang sepertinya jadi makan hati. Setelah itu mereka berjalan kembali, Karina menurut saja. Ia sebenarnya kenyang, tapi sepertinya Mr. Danis mengajak mereka makan malam, tapi kok arah jalan mereka malah bukan ke hotel? "Loh Pak kok ke sini?" tanya Karina begitu Bara malah mengajaknya jalan - jalan di pinggir pantai "Makan malamnya gimana?" Bara menoleh padanya, tangannya meraih tangan Karina dan menggenggamnya erat. "Itu bohong." Karina tak mengerti. "Bohong?" Bara mengangguk. "Saya cuma mau berduaan sama Kamu," katanya. Wajah Karina bersemu merah, bagaimana mungkin hatinya tak goyah kalau Bara terus - terusan menyerangnya begini? *********** #VOTE KOMEN YAK BIAR LANCAR JAYA UPDATENYA. BACA KOMEN KALIAN TUH MOOD BANGET BUAT AUTHOR, APALAGI YANG PUANJANG2 HAHAA
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN