Typo tandain Yak kagak di edit lage
**********
Keesokan harinya Karina dan Bara kembali ke ibu kota. Seperti biasa mereka langsung ke kantor untuk bekerja, tapi bedanya hari ini Karina tak merasa kesal seperti biasanya.
Karina mengetuk pintu ruang bosnya, kemudian masuk.
"Permisi Pak," ucapnya formal, mereka sekarang sedang bekerja, jelas yang dia hadapi sekarang adalah Bara bosnya bukan Bara calon suaminya. Calon suami? Karina merona kalau mengingat hal itu.
"Iya. Ada apa?"
"Saya mau pinjam kunci mobil, mau ngambil flashdisk, kayaknya ketinggalan di atas dashboard."
Bara mengambil kuncinya dari dalam kantong jas yang tersampir di sandaran kursinya.
Setelah itu Karina turun ke lobi, saat itu suasana sedang agak ramai. Ada seorang perempuan paruh baya yang nampak mengamuk dan memaki resepsionis.
"Ada apa ni? Itu siapa?" tanya Karina pada Tomi yang juga baru datang dari lantai atas.
"Tahu tuh. Katanya ngaku - ngaku keluarga bos sini, namanya Ditya atau siapalah tadi. Sejak kapan nama pak Alex jadi Ditya."
Deg....
Karina jadi teringat seseorang yang namanya juga bisa dipanggil Ditya, tapi ia bungkam karena sepertinya yang lain tak ingat kalau nama bos Karina ada unsur kata Dityanya.
Karina celingukan mencoba melihat sosok perempuan tersebut, ia bersama dengan anak perempuannya yang sepertinya berusia dua puluh tahunan.
Masa bodoh, Karina memilih pergi ke parkiran, otaknya mulai berpikir tapi ia takut apa yang ia pikirkan malah jadi kenyataan. Menggeleng pelan, Karina mulai berpikir untuk menyembunyikan kejadian ini dari Bara, tapi bagaimana caranya?
"Kar. Ikut ke ruang HRD yok," ajak Tomi.
"Lah udah selesai ribut - ributnya?"
"Tahu tuh, Gue serahin ke satpam ajalah. Bu Irda nyari Lo, ada yang mau diomongin katanya."
Karina yang tadinya akan kembali ke ruangannya jadi ikut pergi ke ruang HRD bersama Tomi.
"Gue nggak habis pikir, ada aja manusia modelan begitu. Dulu ada aja cewek yang ngaku pacarnya pak Baralah, selingkuhannya pak Alexlah, ngaku di hamilin Rasyalah. Pusing Gue."
Karina tertawa melihat repotnya Tomi selama menjadi HRD, bukannya apa hal begitu tak terjadi sekali dua kali saja.
"Tapi Gue kepo juga, di sini yang namanya Ditya siapa ya? Kalau Satya ada, tapi Ditya? Menurut Lo siapa?"
Karina mematung sesaat kemudian mengangkat bahunya acuh.
"Lo aja yang pegang data karyawan nggak tahu, apa kabar Gue?"
Tomi mengangguk, "Iya juga ye."
"Oiya Lo jadi resign?"
"Syuutt. Jadi, tapi jangan bilang yang lain dulu."
"Alah Lo, perkara resign aja sok sokan di rahasiain."
"Yah gimana, nanti pada sedih karena kehilangan Gue gimana?" ucap Tomi kemudian tertawa.
"Iye, yang ada tu bala bala kang gosip Lo kehilangan induk."
"Haha. Lo juga tu mau resign nggak bilang - bilang."
"Kapan Gue nggak bilang? Guekan udah sering bilang habis kontrak Gue yang ini, Gue resign," ucapnya namun di hatinya terasa mengganjal, ia belum membicarakan hal ini dengan Bara.
"Lo yakin mau resign? Kasihan bos Lo noh entar kehilangan pawang."
Karina tak menjawab, kenapa dia jadi galau begini ya? Apa Bara akan mengizinkannya untuk berhenti bekerja?
Sepulangnya dari ruang HRD Karina nampak berpikir keras, Bu Irda masih memintanya untuk berpikir ulang soal dirinya yang hendak resign. Membulatkan tekad dirinya mau membicarakan hal ini dulu dengan Bara. Dia penasaran bagaimana respon Bara nantinya saat tahu kalau dia mau berhenti bekerja.
"Kar, kantin kuy," ajak Sesil yang kebetulan bertemu dengan Karina.
"Duluan aja. Gue mau balikin..." Karina menunjukkan kunci mobil di tangannya. "Benda ini dulu."
"Oh Ya udah. Kita duluan ya."
"Sip."
Sesampainya di ruangannya ia agak ragu untuk masuk ke ruangan Bara. Ia menarik napas dalam kemudian menghembuskannya lagi, begitu beberapakali.
Saat Karina masih mengatur perasaannya Bara lebih dulu membuka pintu.
"Ngapain berdiri di situ. Masuk," ucap Bara.
"Bapak kok tahu Saya ada di luar?"
"Dari CCTV."
Kening Karina mengerut CCT? Sejak kapan bosnya ini doyan memeriksa CCTV?
"CCTV? Tumben amat Pak?"
Bara nampak acuh dan langsung duduk di sofa.
"Saya mau mematikan CCTV di ruang Saya," ucap Bara lagi dengan wajah santai, sementara Karina sendiri malah degdegan tiba - tiba. Apa maksud Bara coba?
"Ngapain di matiin Pak? Bukannya Bapak sendiri yang mau ada CCTV di ruang Bapak?"
Bara menoleh pada Karina meminta gadis itu untuk duduk di sebelahnya kemudian tersenyum penuh arti.
"Nggak enakkan kalau ada yang lihat Kita berduaan di sini?"
Muka Karina memerah, jantungnya makin berdetak tak karuan, apa lagi maksud Bara bilang begitu? Memangnya mereka mau ngapain sampai Bara mematikan CCTV.
Tak...
"Aww," teriak Karina begitu satu sentilan mampir di keningnya.
"Kamu mikirin apa hah?"
Karina mengelus keningnya, Bara ini kadang suka sekali menjentikkan jarinya di kening Karina, kan sakit.
"Nggak mikir apa - apa. Bapak tu yang kenapa ngomongnya ambigu?"
"Ambigu gimana?"
Karina nampak raguk tapi ia tetap menjawab. "Ya ambigu, masa matiin CCTV karena mau berduaan sama Saya?" cicit Karina makin pelan.
Bara tersenyum penuh arti. "Menurut Kamu gimana?"
Karina menatap ke arah Bara, ia kok jadi seperti tak mengenali orang di hadapannya ini? Kenapa Karina seperti baru mengenali sosok Bara yang ini?
"Tapi ini di kantor Pak?"
Bara mendekat dan Karina berangsur mundur.
"Pak?" serunya.
Bara hanya fokus melihatnya.
"Bapak jangan aneh - aneh."
"Pa" serunya lagi saat Bara sudah persis ada di depannya, refleks mata Karina tertutup dan lagi - lagi satu sentilan mampir di keningnya.
"Saya nggak aneh - aneh. Saya tahu ini kantor. Saya matikan CCTV cuma karena Kamu bilang belum siap go public aja," jawab Bara santai dan kembali duduk di tempatnya semula.
Karina mematung, sepertinya otaknya saja yang terlalu banyak debu, apa karena dia sudah lama tak pacaran mangkanya dia jadi merasa begini?
"Makanan Kita udah datang. Tunggu sebenata," ucap Bara.
"Makanan?"
Bara sedang mengetik sesuatu di gawainya.
"Iya. Mas beli di tempat biasa. Nggak apa - apakan?"
"Mas?" desis Karina. Dia tak salah dengarkan? Bara baru saja menyebut dirinya sendiri Mas.
"Kamu harus biasakan memanggil Saya Mas. Masa selamanya mau manggil Bapak? Nanti Saya saingan lagi sama Bapak Kamu."
"Tapi inikan di kantor."
"Sekarang lagi jam istirahat."
"Tapikan masih di kantor. Kalau ada yang dengar gimana?"
Bara mendesah pelan, Karina ini benar - benar keras kepala.
"Ya udah terserah Kamu."
"Bapak marah?" tanya Karina agak tak enak melihat ekspresi Bara.
"Nggak."
"Marah ya pasti?"
"Nana." Karina bungkam kalau Bara sudah memanggilnya dengan nada begitu, tandanya bosnya itu tak mau diajak becanda.
Tak lama OG membawakan nampan berisi makan siang mereka, nasi bungkus rumah makan bundo. Karina juga sudah memberitahu Sesil kalau ia tak bisa ikut makan siang bersama di kantin.
"Mas," seru Karina pelan sekali sampai Bara saja nyaris tak mendengarnya.
"Kenapa?"
Karina ragu aoa ia harus memberitahu Bara kalau dirinya akan memgundurkan diri.
"Aku tadi dipanggil ke ruang HRD, terus bu Irda nanya aku jadi resign nggak? Menurut Mas Aku lebih baik resign atau nggak?" tanyanya dengan nada malu setiap menyebut panggilan baru bosnya itu.
***********
#segini dulu ye. Author lagi tumbang, mana awal bulan. Bos makin galak hahaa (*curhat.)
#VOTE dan KOMEN woy. Demi klean ini author nulis tengah malam ?? #maksa bener.