"KARIIIINAAAA..."
Karina menjauhkan hp dari telinganya. Mengusap indra pendengarnya pelan.
"Gila ya Lo? Tu suara udah kayak toa. Bisa budeg Gue," kesalnya.
"Sorry, Sorry. Bos mane?"
Karina mendesah, memutar matanya jengah.
"Kagak tahu Gue."
"Lah kan Lo sekretarisnya, kok bisa gak tahu? Biasanya nempel udah kayak prangko."
"Eh Farhan bin Burhan, Gue emang sekretarisnya tapi bukan berarti dua puluh empat jam bareng dia."
Farhan tertawa celengekan, dan Karina kesal mendengarnya.
"Ya gimana, Lo kan biasanya ngekorin beliau. Lo lagi di mana? Bisa minta tolong gak bilang bos cek email dari Gue penting say."
"Bilang sendiri."
"Gue telpon gak diangkat. Di ruangannya juga gak ada, jadi Gue pikir lagi ke luar bareng Lo."
"Gak tuh, gak sama Gue."
"Lah kok bisa? Emang Lo di mana sekarang?"
"Di rumah," jawab Karina santai.
"Oy maemunah, ini jam kerja. Enak bener."
"Kemarin Gue ke Medan pulang hari, mangkanya Gue minta datang siang karena capek. Tumben - tumben diizinin."
Karina memasang stiletto kemudian berjalan ke luar rumah hendak berangkat, jam sudah menunjukkan pukul sembilan lewat tiga puluh lima menit, sudah beberapa jam lewat dari jam masuk kerja.
"Pantes ini tiba - tiba nongol duren berpeti - peti."
"Udah sampai emang?"
"Iye. Pesta duren Kita," jawabnya.
Kemarin Bara memang memesan beberapa peti durian sebagai oleh - oleh untuk karyawan dengan pengiriman express, Karina hanya tak menyangka secepat itu sampainya.
"Eh tapi bos ke mana dong jadinya kalau gak sama Lo? Telponin dong, penting ini."
"Yee mana Gue tahu. Telpon sendiri sono."
"Lah Lo kan sekretarisnya, bantuinlah Kar. Bisa di remmek Gue sama bu Ve. Ya ya."
"Hmmm.. Iye, tapi kalau di angkat ye."
"Sip. Oke tengkyu, Karina Kapur emang dabest."
Karina memutar bola matanya jengah kemudian mengakhiri telpon. Tapi ke mana bosnya itu sampai belum masuk kantor? Tumben sekali bukan seorang Bara absen pagi ini, mana tanpa pemberitahuan kepadanya lagi. Apa mungkin bosnya itu mau datang siang juga?
Karina tak memikirkannya lagi dan langsung mengunci pintu. Matanya fokus mengetik pesan dan langsung mengirimkannya ke Bara.
"Tumben baru berangkat Kar?"
Karina menoleh kemudian tersenyum.
"Eh Mbak Rani, iya nih dapat izin kemarin datang siang. Mbak sendiri tumben ke sini?" tanya Karina.
Rani ini dulu tetangganya sebelum mereka pindah beberapa bulan lalu ke apartement. Aneh pikir Karina, di saat orang lain ingin tinggal di rumah yang punya halaman luas, Mbak Rani ini justru dari rumah pindah ke apartement. Sayang rumah sebagus ini kosong tak berpenghuni.
"Ngecek rutin aja. Ada yang mau ngontrak."
"Oh gitu. Kalau gitu Aku berangkat dulu ya Mbak takut makin telat," ucapnya ingin cepat beranjak pergi. Bukannya apa Karina tidak kau sampai bertemu dengan ibunya Rani, yang kalau sekali ngomong selalu saja membangga - banggakan menantunya yang bekerja di kedinasan, sangat menyebalkan.
Karina berjalan sembari membuka aplikasi ojek online.
Tiiit.....
Suara klakson, Karina menoleh. Mobil yang amat sangat ia kenal berhenti tepat di sampingnya.
Jendelanya terbuka. Karina sedikit merunduk.
"Bapak habis darimana?" tanyanya heran, kok bisa bosnya ini ada di dekat rumahnya.
"Baru dari bandara ngantar hosea."
"Oh."
"Gak mau masuk?"
Karina celingukan.
"Masuk ke mana Pak?"
"Oh ya udah kalau mau berangkat sendiri."
Bara siap menutup jendela mobilnya, namun dengan sigap Karina membuka pintu dan duduk di dalam mobil.
"Bapak sih gak nawarin."
"Biasanya juga gak ditawarin masuk sendiri."
Karina mencebik, iya juga. Biasanya ia main masuk saja sudah seperti mobil sendiri.
"Bapak sengaja datang siang?"
Bara bergumam.
"Hosea minta antar ke bandara, jadi sekalian aja Saya datang siangan."
Karina menatap curiga, sejak kapan bosnya ini mau melanggar aturan kantor? Biasanya selalu datang on time, apa dia juga lelah?
"Oh."
Karina mengecek aplikasi chat di hpnya yang memang sejak bangun tidak ia buka. Kebanyakan chat dari grup kantor, dan beberapa chat yang menanyakan di mana bosnya berada. Satu nama tak biasa mengiriminya pesan.
Hosea
[Mbak, titip Mas Bara ya, agak puyeng dia tadi. Takutnya sakit, juga tolong bantu ingatin dia makan teratur.]
Begitulah kiranya isi chat tersebut. Karina menoleh ke arah Bara yang sedang fokus menyetir, memang agak kelihatan pucat. Karina berpikir sesaat, kapan terakhir bosnya ini sakit? Sepertinya tidak pernah, selain sakit kepala Bara tak pernah sakit yang membuatnya absen kerja, bahkan demampun, demam ala kadarnya yang tidak sampai membuat ia susah bangun.
"Bapak sakit?" tanyanya.
Bara menoleh singkat.
"Cuma agak pusing aja tadi pagi."
"Pusing emang sakit apa gara - gara kepaksa kebangun?"
Karina tahu betul kalau Bara ini dibangunkan saat sedang tidur biasanya ia akan merasa pusing. Jadi kalau Bara tertidur biasanya Karina hanya menggoyangnya pelan supaya tidak kaget.
"Udah minum obat?"
"Selesai mandi tadi udah gak sakit lagi. Hosea laporan sama Kamu?"
Karina mengangguk.
"Iya, Bapak udah sarapan?"
"Sudah."
Karina terlihat sangat perhatian bukan? Tentu saja kalau sampai Bara sakit dan tidak bisa masuk kerja sepertinya Karina akan amat sangat kerepotan mengatur ulang semua jadwal yang sudah tersusun bahkan untuk bulan depan.
"Durennya udah sampai loh Pak," lapor Karina begitu mereka keluar dari mobil.
Lobi kantor nampak sepi karena semua karyawan sibuk di tempat kerja masing - masing.
"Baguslah."
Bara langsung masuk ke ruangannya, sedangkan Karina baru bersiap menyalakan komputernya. Farhan nampak berjalan cepat menuju ke arahnya.
"Udah Lo bilang sama bos?"
Karina menatap Farhan memelas.
"Sorry. Lupa."
Farhan hanya menghembuskan napasnya berat. Ia harus buru - buru sebelum bu Vera mengamuk lebih lama.
"Gue boleh masuk?"
Karina hanya mengangguk.
***
Semua antusias memakan durian. Untungnya duriannya sudah dikupas sebelum dibagi - bagikan ke karyawan.
"Inilah yang namanya buah surga." Tomi dengan hikmat menikmati durian miliknya, sementara Sesil sekuat tenaga menahan rasa mual akibat bau durian. Dia memang taj suka dengan buah berduri ini.
"Apaan buah surga, bau kentut begini."
"Enak aja Lo. Mangkanya punya lidah itu yang pribumi . Biar tahu nikmatnya makan durian."
"Lo kata Gue bisa milih waktu pemberian lidah?"
Mereka nampak berdebat.
"Oiya, Pak Bara lagi sakit ya?" Farhan buka suara. Semua menoleh spontan, mendengar kata sakit dan nama sang bos dalam satu kalimat terasa janggal.
"Sakit? Emang bisa?" tanya Tomi yang selama ia menjadi HRD tak pernah mendengar seorang Baradean izin tak masuk kerja karena sakit.
"Soalny pas Gue masuk ruangannya dia kayak lagi mijitin kepalanya gitu."
"Owalah itumah biasa. Lagi mumet kali ngurusin para pencuri uang tagihan," kesal Sesil mengingat ia jadi kena SP perkara itu, belum lagi kena lahar panas dari Bara yang biasanya kalem.
"Kar Lo mau ke mana?" tanya Farhan melihat Karina berdiri dan langsung pergi.
"Ada yang mau Gue cek," jawabnya kemudian ngeloyor pergi.
Farhan menggeleng.
"Segitu keponya apa gimana tu anak pak Bara sakit apa kagak?"
Karina sampai ke ruangan Bara. Ia ingat pesan Hosea untuk memperhatikan makan Bara. Ingat Bara jangan sampai sakit.
"Bapak sudah makan?" tanya Karina begitu masuk ke ruang bosnya.
"Belum."
"Mau Saya pesanin makan siang?"
Bara menoleh padanya.
"Pesankan makanan yang mudah di cerna."
Karina nampak berpikir. Mudah dicerna? Bubur? Emang masih ada tukang bubur jualan siang bolong begini?
"Bubur? Atau mau salad?"
Hanya itu yang terpikir oleh Karina.
"Yang mana aja."
Lihatlah, bosnya ini memang doyan sekali bilang terserah dengan bahasa yang berbeda, yah intinya terserah Karina yang pesankan.
Karina memesan Salad, dan buah. Meletakkannya di atas meja kerja Bara sesuai instruksi sang bos.
"Pak," serunya.
Bara bergumam.
"Saya mau izin cuti minggu depan bisa? Tiga hari, dari jumat sampai senin," jelasnya. Karena biasanya sabtu ia juga masuk kerja walau cuma setengah hari. Setengah hari bagi karyawan biasa kecuali Karina tentunya
Bara menoleh padanya. Tak biasanya Karina minta cuti.
"Mau haul Ibu."
"Oke. Langsung lapor ke bagian HRD nanti Saya Acc."
Karina tersenyum senang. Berjalan menuju ruang HRD.
"Siang Bu Anggun," sapanya formal, karena memang ia sedang berurusan dengan HRD bukan Anggun teman kantor.
"Siang."
Karina langsung duduk di kursi deoan meja Anggun.
"Ada apa ni? Tumben ke sini?"
"Hehe. Mau minta form cuti."
Anggun menoleh.
"Oh Halu ya?"
Karina mengangguk. Karena memang Karina tak pernah cuti selain saat lebaran dan haul ibunya.
"Sudah bilang bos?"
"Sudah. Katanya Acc."
"Untuk pengalihan tugas kerja?"
"Biasa. Nanti koordinasi sama bu Anne." Andalan Karina saat sedang cuti.
Mereka tak berbincang lama. Karina kembali ke ruangan Bara. Matanya tertuju pada makan siang Bara yang tadi ia beli. Hanya berkurang sedikit.
"Pak kok belum dimakan?"
"Nanti Saya makan."
"Nanti sakit loh Pak."
"Saya lagi gak selera makan."
Karina bergeming. Jangan sampai sang bos sakit saat ia hendak cuti, bahaya.