Bapak Kok Aneh? (3)

1201 Kata
"Haaah." helaan napas berat dari empat orang yang langsung meletakkan kepalanya ke atas meja kantin. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas lewat lima menit tanda sudah masuk jam istirahat. "Gimana siraman rohaninya?" ejek Farhan yang dengan santainya membuka bekal yang ia bawa. "Seketika gue ngerasa menyesal mau jadi chief accounting," keluh Pak Aries yang usianya sudah lebih dari tiga puluh tahun tapi gayanya seperi anak abg. "Bersyukur Lo Mas bisa naik jabatan," sahut Sesil yang wajahnya seperti manusia tanpa nyawa, karena baru pertama kali mendapatkan semburan magma kemarahan seorang Bara. "Gila, sampai nangis Stevi loh," ucap Tomi yang tadi saat dia masuk ke ruangan Bara dan langsung disambut suara tangis Stevi. "Kena mental breakdance kali dia, haha. Baru kali ini ya dia kena semprot bos?" Ketiganya menggeleng. Walau yah mereka sedikit merasa senang karena Stevi akhirnya dapat karma karena sering melimpahkan masalah kepada orang lain. "Down banget tuh, Gue aja yang cowok gini ngeri ngelihat pak Bara marah begitu apalagi para cewek-cewek ini." Ketiga perempuan itu mengangguki ucapan Aries. "Akhirnya setelah bertahun-tahun kerja dapat SP juga Gue." Aries menghela napas yang membuat Sesil ikut menghela napas. Benar saja, ia, Aries dan Stevi mendapatkan SP satu karena dianggap melalaikan pekerjaan. "Bye-bye bonus." Sesil melambai seolah mendadahi sesuatu yang pergi menjauh darinya. "Terus Lo diapain Kar?" tanya Sesil yang tadi melihat wajah kusut Karina saat keluar dari ruangan sang bos. "Gue dimarahin gara-gara typo, terus dia ngancem bakal potong gaji kalau masih typo juga," jelasnya membuat teman-teman seperjuangannya itu ber oh ria. "Tapi kalau dipikir-pikir yah wajar sih dia marah, coba pikir deh beliau yang paling capek di sini. Gue udah hampir tiga belas tahun kerja di sini, dari perusahaan ini masih sepetak sampai sekarang punya cabang hampir di seluruh Indonesia, dari yang cuma produksi set springbed sampai sekarang produksi furniture bahkan bisa bikin pabrik plastik, dan semua ini terjadi setelah pak Bara jadi Direktur, kebayangkan gimana beratnya beban beliau, gimana capeknya dia?" jelas Aries yang memang sudah bekerja selama belasan tahun di sini. "Kadang Gue ngerasa pak Bara itu the real bosnya di sini, coba bayangin kalau pak Bara gak jadi direktur marketing? mungkinkah perusahaan ini bakal sebesar ini? mungkin gak kalian bakal kerja di sini?" Semua fokus mendengarkan ucapan Aries yang memang ada benarnya. "Pak Bara aja malam masih nanyain ke pak Tegar, gimana pak produksi hari ini? capai target? ada kendala dan lain-lain. Gimana Aries ada kendala dengan penagihan? Coba bos yang lain? boro-boro tahunya terima bersih." Karina terdiam mencerna ucapan Aries, yah benar kalau bukan Bara direkturnya akankah dirinya yang diterima menjadi sekretarisnya? Karina hanya lulusan S1 akuntansi tanpa pengalaman, bahkan dia bukan lulusan dari universitas dengan akreditasi A tapi dia bisa diterima diperusahaan ini. Perusahaan yang bergerak dibagian furniture yang setiap tahunnya mencapai omset ratusan miliyar. Bukankah seharusnya ia bersyukur walau Bara gila kerja dia tidak pernah melalaikan kewajibannya sebagai bos dan selalu memberi Karina bonus yang lebih. "Tapi emang koplak sih tu si Herman bisa - bisanya dia nilep uang sebanyak itu." "Gila emang, kurang baik apa coba perusahaan ini. Motor dikasih, gaji gede insentif jangan ditanya. Tiap tahun kalau penjualan bagus dikasih reward yang gak main - main dari pak Bara, masih aja maruk," cecar sesil setuju dengan ucapan Farhan. "Namanya juga manusia nengok duit banyak dikit ditilep." *** Karina mengetuk ruangan Bara sembari membawa proposal yang sudah ia perbaiki. "Permisi Pak," ucap Karina yang hanya dijawab deheman oleh sang bos. "Ini proposalnya sudah saya perbaiki, dan mengenai jadwal Bapak Saya sudah menjadwalkan ulang untuk dua hari kedepan, tapi ada sedikit kendala, pertemuan dengan investor proyek produk plastik Kita tidak mau diundur, Saya sudah membujuknya tapi mereka tetap tidak mau," jelas Karina yang sudah bersiap akan di sembur tapi nyatanya Bara hanya mengiyakan dan menyuruh Karina untuk segera keluar. Jam sudah menunjukkan lewat pukul tiga sore dan Bara tidak menunjukkan tanda-tanda akan keluar. "Itu si bos udah makan siang belum ya?" tanya Karina pada dirinya sendiri sembari celingukan melihat ke jendela kaca ruangan Bara, tadi seingatnya ia tidak melihat ada bekas wadah makanan atau piring di atas meja Bara. Karina yang merasa Bara belum makan siang berinisiatif memesan nasi padang kesukaan Bara. "Bapak sudah makan?" tanya Karina membuat Bara yang sedang fokus memfilter berkas yang berserakan di atas mejanya melihat ke arah suara kemudian berganti melihat ke arah jam dinding. "Sepertinya belum," jawabnya singkat membuat Karina berjalan keluar mengambil nampan berisi nasi yang tadi ia pesan. "Kalau gitu makan dulu Pak, nanti sakit," katanya sembari meletakkan nampan tadi di meja kursi tamu ruang Bara. Bara yang melihat itu berjalan ke tempat Karina, tadinya ia tidak merasa lapar tapi saat Karina mengingatkannya barulah ia merasa lapar. "Kamu sudah makan?" Karina mengangguk, "Sudah Pak," "Terimakasih," ucap Bara yang kembali diangguki oleh Karina, berharap mood sang bos membaik setelah perutnya terisi. "Duduk," perintah Bara membuat Karina yang tadinya hendak kembali ke tempatnya mengikuti perintah Bara, walaupun pada akhirnya ia hanya melihat Bara makan dalam diam, terlihat jelas raut lelah diwajah tampan itu. "Karina," Seru Bara. "Iya Pak?" kagetnya karena tumben sang bos memanggilnya Karina bukan Nana seperti biasanya. "Kalau sudah jam pulang, Kamu langsung pulang aja," katanya membuat Karina menatapnya bingung, tidak bisanya bosnya ini begini terlebih lagi saat ada masalah seperti ini. "Tapi Pak, Bukannya kerjaan Bapak masih banyak ya?" "Itukan kerjaan Saya bukan kerjaan Kamu," balas Bara yang bukannya membuat Karina senang malah membuatnya merasa tidak nyaman seolah Bara sengaja tidak memberinya pekerjaan. "Tapi Pak..." "Silahkan keluar Saya mau lanjutin kerjaan, makasih makanannya." Karina terdiam menoleh ke arah Bara yang tampak kembali sibuk dengan tumpukan kertas yang berserakan dia atas mejanya. Karina merasa aneh karena bisanya Bara akan meminta bantuannya untuk memfilter data-data itu tapi kali ini ia melakukannya sendiri, bahkan seharian ini Bara tidak memberikannya pekerjaan tambahan, selain proposal produk plastik, Karina hanya mengatur ulang jadwal Bara. Karina menghela napas saat keluar dari ruangan Bara sekilas melihat kembali dari jendela kaca saat sang bos terlihat kualahan memfilter data-data penjualan dari setiap sales yang jumlahnya ada ratusan dari seluruh cabang perusahaan. Hp Karina bergetar menampakkan nama Bu Irda di layarnya, ada apa gerangan HRD Manager menelponnya, seingat Karina ia tidak membuat masalah selain membuat Bara marah padanya karena typo, tidak mungkinkan dia diberi SP hanya karena typo? Dengan cemas Karina berjalan ke ruang HRD, menerka-nerka ada apa gerangan bu Irda memanggilnya, seruan dan tanyaan dari karyawan yang ia lewati hanya dijawabnya dengan senyuman. "Sore Bu," sapa Karina saat masuk ke dalam ruang HRD. "Duduk Kar." "Ada apa ya Bu Saya dipanggil?" Bu Irda tersenyum lembut seolah menenangkan Karina yang tampak tegang, "Kamu ada masalah sama pak Bara?" tanya Bu Irda membuat Karina menggeleng ragu, seingatnya dia tidak ada masalah apapun selain typo tadi pagi. "Coba diingat lagi," "Kayaknya gak ada sih Bu, selain beliau marahin Saya karena typo gak ada masalah lain kayaknya," jelas Karina lagi merasa tidak punya masalah apapun. "Beneran?" Karina mengangguk mantap. "Emangnya kenapa Bu?" Bu Irda menghela nafas. "Tadi pagi pak Bara nelpon Saya, dia minta Saya panggil Kamu, kata beliau Kamu mau minta dipindahkan jadi sekretarisnya pak Alex," Karina terdiam mengedipkan matanya beberapa kali kalau-kalau dia salah mendengar apa yang di ucapkan wanita paruh baya di hadapannya ini. Apa ini ada hubungannya dengan sikap aneh pak Bara hari ini ya? pikir Karina.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN