Bapak Kok Aneh? (4)

1044 Kata
"Arrrghhh...." Karina berteriak frustasi di tangga darurat, sejenak melepaskan rasa tak nyaman dalam dirinya. "Ini Bos kenapa sih" pikir Karina tak habis pikir. "Pantes aja kelakuannya ambigu hari ini." Karina menggigit bibir bawahnya mencoba berpikir bagaimana baiknya. Dia diberi kesempatan untuk berpikir dulu sebelum memutuskan mau pindah atau tetap menjadi sekretaris Bara sampai kontraknya berakhir. Karina duduk di tangga dan mulai memilah baik dan buruknya menjadi sekretaris Bara atau menjadi sekretaris pak Alex. "Au ah, mentok otak Gue" ucapnya lelah sendiri bingung harus bagaimana. Dengan langkah gontai Karina kembali ke meja kerjanya mulai membereskan meja sesuai titah Bara tadi jika jam pulang tiba, dia disuruh langsung pulang saja tidak perlu menunggu Bara selesai. Karina mengintip di balik jendela Kaca ruang Bara, Kirainya tertutup membuatnya menerka nerka apa yang sedang sang bos lakukan saat ini, dan apakah dia harus lapor untuk pulang karena sekarang sudah waktunya jam pulang. Samar - Samar terlihat Bara yang masih sama berkutat dengan kertas yang terlihat berserakan di atas mejanya. Dengan mantap Karina mematikan komputer dan mengambil tasnya, siap untuk pulang. Tok tok Karina masuk ke ruang Bara tanpa menunggu pria itu menyuruhnya masuk. "Pak Saya izin pulang," ucap Karina saat tepat berada di hadapan Bara dan seperti sebelum - sebelumnya, entah mengapa hari ini Bara lebih banyak berdehem daripada berkata ketus dan kadang menyebalkan seperti biasanya. Karina masih berdiri ragu akan pulang meninggalkan Bara atau tidak. Ia berjalan ke arah lift dengan gontai masih berpikir plus minusnya menjadi sekretaris Bara. "Loh Kar tumben?" Karina yang sejak tadi berjalan menunduk menoleh ke arah suara, bu Anne yang bersiap pulang sudah lebih dulu ada di dalam lift karena memang tempatnya bekerja ada di lantai atas. "Saya disuruh pulang." "Lah tumben amat? Kenapa tu? udah selesai kerjaan?" Karina menggeleng bingung apakah pekerjaannya yang sudah selesai atau karirnya sebagai sekretaris Bara yang sudah selesai. "Menurut Ibu baikkan mana pak Bara atau pak Alex?" tanya Karina butuh pendapat. Bu Anne yang usianya jauh di atas Karina menaikkan alisnya, di dalam lift memang hanya ada mereka berdua karena hanya para bos dan sekretarisnya yang boleh memakai lift khusus ini. "Kenapa bertanya begitu?" Karina sesaat ragu. "Pengen tahu aja." Karina menunggu dengan seksama jawaban dari orang yang sudah sangat lama bergelut dengan dunia persekretarisan ini. "Pak Bara," jawabnya saat terdengar dentingan suara tanda lift sudah sampai di lantai yang mereka inginkan. "Alasannya?" Bu Anne berpikir sejenak. "Yah emang sih kelihatannya gila kerja, tapi bonusnya gedekan?" candanya. "Bu, Saya serius loh ini nanyanya. Enakan mana bosnya pak Alex atau pak Bara?" "Gini ya. Semua bos itu punya karakternya masing - masing, contoh pak Alex itu orangnya kurang teliti jadi kalau apa - apa harus berkali - kali ngeceknya. Kalau marah jangan ditanya cuma istrinya yang bisa nenangin. Nah kalau pak Bara cuma Kamu selaku sekretarisnya yang tahu." "Memang Saya mengerti pak Bara itu terlihat suka sekali bekerja, tapi coba Kamu pikir, mungkin saja dia bekerja sekeras itu supaya banyak karyawan Kita ini masih tetap bisa di gaji dan bertopang hidup pada perusahaan ini," jelas Bu Anne. "Belum lagi pak Bara itu gak pernah pelit dan perhatian sama karyawannya, termasuk Kamu kan?" Karina berpikir sejenak, benar sekali walau sang bos terkadang menyebalkan tapi dia selalu memperhatikan Karina, contohnya kondisi saat ini Karina yakin Bara hanya mengikuti ucapan yang Karina lontarkan semalam. Dengan semangat Karina menyalami tangan bu Anne yang nampak kaget dengan perlakuan tiba - tiba gadis itu. "Terimakasih Bu pencerahannya. Saya mau balik ke atas lagi," ucap Karina cepat sembari berlari kecil kembali ke lift. "Karina?" panggil Bu Anne heran, namun Karina sudah lebih dulu menghilang di dalam lift. Karina membuka pintu ruangan Bara, masuk tanpa mengetuk seperti biasanya. Bara bahkan tidak sadar saat Karina masuk sampai saat gadis itu meletakkan tasnya di kursi di sampingnya barulah Bara sadar ada seseorang di hadapannya. Bara menatap heran. "Kenapa masih di sini? Katanya mau pulang?" tanya Bara saat melihat Karina yang sudah duduk berhadapan dengannya. "Saya itu sebenarnya lagi marah sama Bapak tahu gak?" Karina menyipitkan matanya memasang wajah seolah - olah sedang kesal. Bara mengerutkan dahinya, bingung memangnya dia melakukan apa sampai membuat Karina marah. "Gak usah masang muka sok gak berdosa begitu deh, Saya tahu Bapak minta bu Irda mindahin Saya," jelas Karina yang membuat ganjalan di hatinya sedikit berkurang. Bara menghela napas menatap sekretarisnya kemudian menyenderkan badannya ke sandaran kursi. "Bukannya Kamu yang mau?" katanya membuat Karina makin kesal. Ayolah apakah bosnya ini ingin mengajaknya bertengkar? pikir Karina. "Kapan Saya minta?" tanya Karina tak terima. "Semalam, kalau Kamu lupa." "Sayakan cuma becanda Pak. Kenapa malah diseriusin?" Bara hanya menghela napas mungkin terlalu lelah untuk sekedar meladenin Karina. "Lalu?" "Saya akan tetap jadi sekretaris Bapak sampai kontrak kerja Saya selesai," jawab Karina mantap. "Terus kenapa Kamu gak pulang sekarang?" "Yakin nih gak butuh Saya bantu?" Karina melirik ke atas meja Bara yang berantakan. "Kalau dikerjain berdua bisa lebih cepat loh." Bara mengangguk setuju. Karina tersenyum melihat jawaban Bara, entah mengapa ada perasaan lega saat melihat Bara mau menerimanya lagi. "Jadi apa yang harus Saya lakukan?" tanya Karina siap lembur. *** Hari sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari saat Karina sampai ke rumahnya, seperti biasa tadi mereka makan tengah malam dulu sebelum pulang, jadi makan Karina bukan dua kali sehari tapi empat kali sehari. "Makasih Pak sudah mau ngantar Saya pulang," ucap Karina, entah mengapa dia tidak merasa kesal walau pulang jauh dari jam kerja. "Hem.." Bara mengangguk singkat. Karina hendak menutup pintu saat Bara kembali bersuara. "Besok berangkat kerja Saya jemput," ucapnya. Sebenarnya bukan hal baru Bara mau menjemput Karina walau sebenarnya apartemen Bara dan kontrakan Karina berbeda belokan alias tidak sepenuhnya searah. "Oke Pak." "Jam sembilan ya." Kali ini Karina menatap heran. "Jam sembilan Pak?" "Iya. Kamu istirahat saja." "Bapak bukan sengajakan?" Karina menatap curiga, bosnya ini seharian sudah aneh sekarang makin aneh lagi kelakuannya. "Sengaja?" Karina mengangguk, "Iya. Itu bukan bagian dari upaya menjadikan Saya sekretaris pak Alex," curiganya. Bara melepas sabuk pengamannya mencondongkan badan ke arah jendela tempat Karina sedang berdiri. Tak.. Satu sentilan sukses mendarat di keningnya. "Sakit Pak. Ih." Ia mengusap kepala yang terasa perih. "Masuk sana jangan banyak tingkah." Karina mencebik, Bara baru saja KDRT padanya, eh bisa di bilang KDRTkan? Pikirnya. "Ingat besok jam sembilan." Karina mengangguk kemudian memperhatikan mobil Bara yang berjalan menjauh. "Dasar Bos Aneh," umpatnya kesal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN