“Buk,” panggil Ace saat Hani sedang memasak sarapan.
“Iya, Sayang. Tumben gak olahraga.”
“Ibuk lagi sibuk?” tanya Ace, membuat Hani menghentikan aktivitasnya.
Hani meminta Bibik melanjutkan menggoreng Ayam goreng. Sepertinya anaknya sedang ingin membicarakan sesuatu yang penting dengannya.
“Mau cerita sama Ibuk?”
“Kalau Ibuk gak sibuk.”
“Mau cerita di sini apa di tempat biasa?” tawar Hani pada Ace.
“Ditempat biasa saja,” jawab Ace dengan memeluk bahu Ibunya.
Mereka berdua berjalan ke arah taman belakang khusus dibuat oleh Ayahnya untuk bersantai dan mengobrol jika hari libur.
Saat melewati ruang olahraga, Reiga bertanya pada Hani dengan bahasa isyarat. Reiga mengangguk tanda mengerti padahal mereka hanya menggunakan gerakan mata. Mungkin jika sudah soulmate memakai bahasa apapun akan mengerti.
“Ada masalah yang telah terjadi?” tanya Hani, saat mereka sudah duduk santai.
“Bukan masalah, Buk. Hanya saja sepertinya Ace telah menyakiti gadis polos itu.”
“Siapa yang kamu maksud ‘gadis polos’ Sayang?”
“Nala.”
“Memangnya kamu apakan dia?” tanya Hani dengan suara lembut.
“Waktu selesai sholat ashar kemarin, Ace mengatakan padanya agar tidak menanggapi serius ucapan Aksa.”
Hani menghela nafas, anak tengahnya ini tidak berpengalaman dalam hal percintaan.
Sejak kecil dia disibukkan dengan belajar dan belajar agar bisa mengambil alih rumah sakit kakek buyutnya.
“Sayang, kenapa kamu mengatakan hal itu pada Nala?”
“Aku tidak mau dia menaruh harapan pada Aksa. Ibuk tau sendiri jika Aksa memiliki gadis yang sangat dicintainya.”
“Tanpa kamu perjelas, Nala juga sudah tahu kalau Aksa hanya bercanda. Ingat Nak, tidak semua hal perlu kamu tegaskan. Anak manis itu pasti tersinggung dengan sikap kamu."
Ace mengangguk, pikirannya kembali dengan ekspresi diam Nala. Gadis itu memang tidak menunjukkan secara gamblang namun perubahan sikapnya sangat jelas terlihat oleh Ace.
“Ace sudah menyakiti hati Nala,” gumamnya dengan pelan.
“Tidak masalah, Ibuk lihat Nala anak yang baik. Dia juga bukan tipe pendendam. Minta maaf lah, Nak. Jangan biarkan Nala berfikir jika ucapanmu kemarin sebagai bentuk rasa tidak suka kepadanya.”
“Bagaimana caranya, Buk? Dia gadis yang sangat heboh sekali. Apalagi jika bertemu denganku. Selalu saja berteriak tak jarang juga melompat-lompat kegirangan,” keluh Ace pada Ibunya.
Hani tertawa mendengar Ace mengeluh soal Nala. Tidak biasanya dia mau memikirkan perasaan wanita yang sudah di tolaknya. Namun kali ini Putranya sangat terganggu dengan ucapannya pada Nala.
Sepertinya, Hani akan segera memiliki menantu baru. Gadis manis yang sejak awal sudah mencuri perhatiannya.
“Apa kamu pernah berfikir yang akan menjadi istrimu adalah gadis seperti Nala?”
Ace bergidik ngeri membayangkan apa yang dikatakan oleh Ibunya, Nala sama sekali bukan tipenya. Gadis yang baru saja lulus SMA, suka berteriak seperti petasan banting. Ditambah lagi sikapnya tidak ada anggun-anggunya sama sekali. Bagaimana bisa berjodoh dengan Ace yang sangat sempurna?
***
“Ada kehebohan apa di ruang Hemodialisa?”
“Hari ini pasien cuci darah mendapatkan hiburan gratis dari juru masak terhits seantero rumah sakit, Dok.”
“Hiburan?” tanya Ace.
“Iya, Dok. Si manis Nala dia tadi mengantarkan jatah makan siang untuk para pasien. Karena ini jam istirahatnya, sekalian saja dia menyanyikan lagu dengan gitar yang dibawa salah satu pasien,” jelas perawat yang sedang berjaga di ruangan itu.
Setelah melaksanakan sholat, Ace menghampiri ruang Hemodialisa. Dia ingin memeriksa keadaan pasien yang sedang melakukan cuci darah. Namun saat dia baru sampai di depan ruang itu, dia mendapati perawat keluar dengan tertawa terbahak.
“Bernyanyi?”
“Iya, Dok.”
“Lalu kenapa kamu tadi tertawa sampai seperti itu?”
“Nala tadi sempat terjungkal dari duduknya saat dia mendapatkan ungkapan cinta dari salah satu pasien. Pasien itu meminta Nala untuk menjadi istrinya yang ke tiga. Semua orang yang ada di dalam tertawa melihat respon lucu dari Nala.”
“Oh ...”
Ace masuk ke dalam ruangan, dia hanya sampai di pintu kedua. Karena ruangan itu memiliki 2 pintu.
Dia dapat melihat para pasien sedang makan menu makan siang mereka dengan mendengarkan suara merdu Nala.
Gadis itu, terlihat ceria sekali. Berbeda dengan raut wajahnya kemarin sore. Secepat itukah dia menghilangkan rasa sakit hatinya? sungguh gadis ajaib.
Tidak sadar mengintip terlalu lama. Keberadaan Ace kepergok oleh Nala yang akan keluar ruangan.
“Pak Dokter sedang apa?” tanya Nala.
“Memantau pasien, kenapa memangnya?”
“Oh, ya sudah kalau begitu. Silahkan masuk, Nala mau ke dapur dulu.”
Saat Nala akan membuka pintu utama Ace memanggilnya, Nala melihat ke arah Ace dengan mengulum senyum. Sangat tidak cocok sekali dengannya jika sedang mode malu-malu seperti itu.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Ace, dia bingung ingin memulai pembicaraan dari mana.
“Alhamdulilah, Nala sehat.”
“Tidak ada yang sakit?”
Nala menggeleng, bingung dengan pertanyaan Ace yang sangat aneh. “Harusnya tidak ada.”
“Kenapa harus pakai kata ‘harusnya’ berarti sekarang sedang ada yang sakit?”
Nala mengangguk dengan cepat. “ Hmmm ...”
“Apa yang sakit?”
“Perut Nala.”
“Kenapa dengan perutmu?”
“Nala pengen pipis dari tadi, Pak Dokter malah ajakin bicara terus. Jadi sakit ini,” keluhnya dengan memegang perutnya.
Nala tadi memutuskan untuk mengakhiri, sesi hiburan untuk pasien HD (Hemodialisa) karena ingin pipis. Namun saat keluar, dia malah ketemu dengan Ace.
Seperti semboyan yang sudah-sudah, dia tidak akan melepaskan kesempatan bagus yang datang dalam hidupnya. Jadilah, dia rela menahan pipis hanya untuk berbincang dengan Ace.
“Nala, kalau mau pipis kenapa tidak dari tadi!” tegur Ace dengan sedikit melotot.
Nala mencebikkan bibir tipisnya. “Pak Dokter ajakin Nala ngobrol terus. Jangan salahkan saya dong,” protes Nala tidak terima disalahkan.
“Sudah-sudah, sana kamu ke kamar mandi. Jangan sampai kamu ngompol di sini,” usir Ace dengan mengibaskan tangannya.
Tanpa berpikir panjang, Nala langsung berlari menuju ke kamar mandi. Acara buang hajatnya sudah tidak bisa ditunda seperti yang dikatakan oleh calon suaminya. Jangan sampai dia ngompol bisa rusak nama baiknya.
“Dasar gadis aneh!” gumam Ace dengan menggelengkan kepala.
***
Sore hari saat jam pulang kerja turun hujan sangat deras. Sejak tadi Mama Nala terus saja mengirimkan pesan agar Nala pulang dijemput oleh supir.
Namun Nala menolaknya tidak mau jika identitas aslinya diketahui temannya. Karena dia mau mendapatkan teman yang benar-benar ingin berteman dengannya.
Bukan orang yang pura-pura berteman dengannya karena tahu Nala anak dari pengusaha sukses di jogja.
Arumi selalu setia menemani Nala menunggu angkot hari ini sedang izin sakit. Membuat gadis itu menunggu angkot di pinggir jalan sendirian.
Hujan semakin sore semakin turun dengan deras disertai angin kencang. Untung saja angkot cepat datang jadi baju Nala tidak sampai basah kuyup.
“Bukannya itu mobil Pak Dokter?” gumam Nala saat melihat mobil yang dikenalnya berhenti tepat di samping angkotnya saat menunggu lampu hijau.
Posisi Nala ada di sebelah jendela, memudahkannya melambai ke arah mobil tersebut. “Ah benar, itu mobil Pak Dokter,” ucapnya dengan riang.
Dia sedikit membuka kaca karena hujan masih lumayan deras. “Pak Dokter,” panggilnya dengan berteriak dan melambaikan sebelah tangannya.
Gadis manis itu, tidak menghiraukan penumpang lain sedang menertawakan tingkah konyolnya. Sementara Ace yang berada di dalam mobil hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah karyawannya itu.
Dia sedikit membuka kaca mobilnya. “Jangan keluarkan tangan sama kepalamu, Nala. Bahaya!” tegur Ace.
“Pak Dokter mau pulang?” tanya Nala tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Ace.
“Iya.”
“Hati-hati di jalan, Pak Dokter. Jangan ngebut, bahaya!”
“Iya, iya. Kamu masukkan lagi tangan dan kepalamu. Lalu tutup jendelanya,” titah Ace, setelah itu menutup kembali kaca mobilnya.
Nala mengangguk dengan patuh, dia memasukkan kembali tangan dan kepalanya yang basah karena air hujan. Senyumnya tak kunjung hilang, dia mengambil tisu untuk mengelap wajahnya.
Penumpang di sebelahnya ikut tersenyum melihat tingkah Nala. Memang seperti itulah dia selalu membawa kebahagian pada orang yang sedang di sekitarnya.