Dicampakan Begitu Saja

1907 Kata
Nala bahagia sekali bisa naik mobil bersama pria yang sangat dicintainya. Dia bahkan tidak pernah membayangkan hal ini sebelumnya. Entah hal baik apa yang dia lakukan hari ini, hingga bisa di gandeng bahkan diajak pulang bareng dengan Ace. Sejak tadi senyumnya tidak pernah hilang dari wajah imutnya. Nala yang biasanya sangat aktif cenderung tidak bisa diam. Mendadak menjadi gadis kalem yang malu-malu mau. Beberapa kali dia mencuri pandang ke arah Ace yang fokus mengemudi. Saat ketahuan sedang memperhatikan Ace, dia langsung menunduk menepuk kedua pipinya yang sudah merona. “Kamu kenapa?” “Hah?” wajah polos, gadis itu terlihat menggemaskan sekali. “Sakit?” Nala menggeleng. “Nala sehat kok Pak Dokter,” jawabnya dengan berusaha menyembunyikan pipinya yang merona. “Bisa jalan?” Dia mengangguk, kemudian tersenyum pada Ace. “Bisa dong, Pak. Kaki Nala sehat walafiat,” jawabnya penuh semangat. Setelah melewati lampu merah dekat rumah sakit, Ace menghentikan mobilnya di bahu jalan. Nala masih tidak sadar jika mobil yang dia tumpangi telah berhenti karena sedang sibuk berbalas pesan. “Ambil ini,” ucap Ace, memberikan uang pecahan 100 ribu pada Nala. “Buat apa ini Pak Dokter?” “Ongkos naik taksi.” “Memangnya Nala mau kemana harus naik taksi segala?” “Pulang ke rumah kamu atau mau kemana saja terserah.” “Pak Dokter ngusir Nala?” “Hmmm,” jawab Ace dengan acuh. Nala mendengkus kesal dengan sikap pria yang digadang-gadang sebagai calon suaminya itu. Tega sekali mencampakkan begitu saja orang yang sudah menolongnya dari wanita genit seperti Elnara. Karena tidak mau rugi, Nala mengambil uang yang diberikan oleh Ace. Lumayan bisa di buat ongkos naik angkot selama seminggu. Karena dia sedang dalam misi mengumpulkan pundi-pundi kekayaan jadi harus menghargai uang berapapun jumlahnya. “Terima kasih, Pak Dokter. Sering-sering saja minta bantuan sama Nala kalau sedang di ganggu para fans,” ungkapnya. Ace terdiam, terkejut dengan sikap yang ditunjukkan oleh gadis Nala. Padahal Ace sudah siap jika mendapat u*****n darinya. Namun bukannya marah, gadis itu justru berterima kasih padanya. Dia juga menawarkan jasa untuk membantu Ace menghadapi para wanita genit yang sangat dibencinya. “Bye, Pak Dokter,” ucap Nala dengan melambaikan tangannya ketika sudah turun dari mobil. Seperti yang sudah dia duga, Ace langsung menutup kaca mobil begitu saja. Tanpa mau repot menjawab ucapannya. “Gak papa diturunin di pinggir jalan, yang penting udah pernah semobil. Satu hal lagi yang paling aku suka, dikasih Nafkah pertama dari suami hahaha,” ucapnya dengan terkekeh. Nala tersenyum melihat 2 lembar uang yang diberikan Ace, tanpa memperdulikan tatapan aneh orang-orang yang ada di sekitarnya. Dia tidak naik Taksi lebih memilih menunggu angkot. *** “Dek, kamu sedang apa?” tanya Ace pada Aksa. “Laptopku rusak, Bang. Padahal lagi kejar progres pekerjaan.” “Pakai punya abang aja,” tawar Ace. “Filenya aku simpan di sini, Bang. Gak punya backup datanya.” “Kebiasaan! Minta sekretaris mu buat kirim filenya lagi.” Aksa tersenyum, dengan menjentikkan telunjuknya ke atas. “Abang memang terbaik!” serunya. Aksa ini anak bungsu pasangan Hanifa dan Reiga. Dia berbeda dengan kedua Kakaknya, kalau Embun dan Ace sangat perfeksionis. Aksa sangat ke ceroboh karena Itu Sang Ayah memilihkan sekretaris yang sangat kompeten untuknya. “Ayah sama Ibuk kemana, tumben sepi rumah?” “Lagi pergi kondangan. Tadi Kakak sama pasukan kurcacinya juga mampir ke sini.” “Kenapa gak di tinggal saja mereka? Bakal bikin kerusuhan kalau di ajak kondangan.” “Tadinya Kakak mau tinggalkan para kurcaci beserta babysitternya tapi Ayah gak bolehin. Acara hari ini ramah lingkungan sangat baik untuk anak-anak.” “Ramah lingkungan?” tanya Ace, dia kadang bingung dengan isi kepala adiknya. “Pengantinnya seorang janda sudah punya anak. Tema pernikahan garden party di sediakan juga playground khusus anak-anak.” “Oh ...” “Abang gak ingin tahu siapa yang menikah?” “Gak penting!” jawab Ace dengan meninggalkan Aksa menuju ke kamarnya yang berada di lantai 2. “Sekedar informasi untuk Abang kalau yang menikah hari ini adalah janda cantik nan sexy yang pernah dijodohkan Om Galang dengan Abang,” teriak Aksa dengan tertawa terbahak. Dia suka sekali mengungkit perjodohan konyol yang dilakukan Om Galang pada Abangnya. Ace masih bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Aksa hanya mendengkus tanpa mau menjawab. Dia sangat kesal jika mengingat makan malam yang membuatnya kehilangan wajah waktu itu. Om Galang sahabat Ayahnya, memintanya untuk menjemput anak gadisnya yang sedang menghadiri pesta ulang tahun teman sekolahnya. Saat itu Ace tidak merasa curiga sama sekali, dia menurut saja dengan perintah Om Galang. Namun saat sampai di restoran bintang 5, dia justru dikejutkan dengan seorang wanita yang berpakaian sangat minim sekali menghampirinya. Saat Ace ingin pergi dari restoran tersebut, tiba-tiba ada seorang pria memukul wajahnya. Pria itu mengatai Ace telah merebut istrinya. Terjadilah keributan di sana membuat Ace di cap sebagai pebinor (perebut bini orang). *** “Selamat pagi Dokter Ace,” sapa Nala, dia baru sampai di lobby rumah sakit. “Pagi.” “Dokter tumben berangkat pagi sekali?” “Memangnya kenapa?” “Bukan apa-apa sih, jadwal Pak Dokter ‘kan gak ada yang sepagi ini.” Ace menghentikan langkahnya, dia melihat ke arah Nala dengan kedua alis terangkat ke atas. “Kamu bisa tahu jadwal saya?” “Hmmm, bukan hanya Nala semua orang juga bisa tahu. Soalnya jadwal Pak Dokter ada di website rumah sakit.” Ace menganggukkan kepala heran dengan kinerja otaknya hari ini. Kenapa hal semacam itu sampai luput dari otak cerdasnya? Membuat malu saja! Namun, sepertinya gadis polos di depannya tidak menganggap buruk dirinya. Saat Nala ingin bicara lagi dengan Ace, Arumi memanggilnya. “Iya sebentar, masih ada yang ingin aku sampaikan sama Pak Dokter,” jawab Nala dengan sedikit berteriak. Karena jaraknya dengan Arumi sedikit jauh. “Loh kok gak ada, kemana perginya Pak Dokter?” ucapnya, baru ditinggal menoleh sebentar saja Ace sudah menghilang dari pandangannya. Saat Nala sibuk berbalas teriakan, Ace meninggalkannya. Dia tidak nyaman dengan suara Nala yang mirip bunyi perkakas dapur milik Ibunya. “Nala, ayo masuk. Kalau telat nanti di hukum sama kepala dapur,” panggil Arumi lagi. “Iya.” Dia sedikit berlari. “Yuk,” ajaknya, menggandeng lengan sahabatnya. “Tadi ngobrol sama siapa?” “Pak Dokter.” “Masak sih?” “Iya beneran, Rumi gak pakai kacamata jadinya ngeblur gak kelihatan ‘kan?” Arumi menepuk keningnya pelan saat lupa memakai kacamata. Pantas saja dia tidak bisa melihat dengan siapa Nala berbicara. Kalau soal keberadaan Nala sangat mudah diketahuinya meskipun tidak memakai kacamata karena suara sahabatnya itu bisa mencapai radius 2 kilometer. “Hehe ...” “Ada acara apa sih? Kok kita harus berangkat pagi sekali.” “Hari ini keluarga pemilik rumah sakit akan datang berkunjung. Jadi kita ditugaskan untuk menyiapkan makan siang beserta dessert untuk mereka.” “Oalah, kirain mau kedatangan juru masak baru lagi.” “Nala aku deg degan sekali. Kamu malah sesantai itu.” “Kenapa harus deg degan? kemampuan kita dalam memasak sangat baik. Meskipun hanya lulusan SMA, kita mampu bersaing dengan juru masak lulusan luar negeri yang bekerja di sini.” “Tapi tetap saja kita harus sempurna dalam menyiapkan makanan hari ini. Jangan sampai ada kesalahan sekecil apapun!” Nala manggut-manggut dengan mengelus lengan sahabatnya agar tidak merasa gugup lagi. Sebenarnya Nala juga sedikit gugup namun masih bisa ditutupinya karena pagi ini sudah mendapatkan vitamin A-Z saat bertemu dengan Dokter Ace kesayangannya. Sekarang sudah waktunya jam makan siang, Nala dan Elnara dipanggil untuk menghadap ke ruang Direktur rumah sakit di temani oleh kepala dapur. Sepanjang perjalanan menuju ke ruang Direktur, Nala hanya diam saja. Sibuk mendengarkan ocehan tidak penting dari Elnara. Sejak tadi, hanya menyombongkan dirinya dan keluarganya yang katanya kaya raya itu. membuat Nala ingin muntah saja! Sesampainya di ruang Direktur rumah sakit, mereka bertiga di sambut oleh Istri Direktur dengan sangat ramah. Nala saja sampai di cubit pipinya karena memperkenalkan diri dengan malu-malu. Sangat berbanding terbalik dengan sikap pecicilannya! “Jadi Nala, apa yang kamu buat hari ini?” tanya Hani. “Nasi gudeg untuk menu utama dan custard sebagai dessert.” “Kamu umur berapa Nala?” tanya anak pertama pemilik rumah sakit. Sering dipanggil Mbak Embun oleh para Karyawan karena tidak mau dipanggil Ibu padahal sudah menjadi Ibu-Ibu. “18 Tahun, Mbak Embun.” “Tidak kuliah?” Nala menggeleng, tersenyum canggung. Dia mulai was-was jika pendidikannya di permasalahkan. “Kenapa?” “Nala capek sekolah terus mau kerja aja,” jawabnya dengan polos. Hani mendekati Nala lalu merangkul pundaknya. Membawanya untuk duduk di sofa dengan para anggota keluarga El-Fathan. Saat Nala baru duduk, ketiga anak Embun langsung meminta dipangkunya. Membuat Nala kesusahan memangku ketiganya sekaligus. “Akak minggil, aku duluan yang minta pangku Ante Nala!” seru anak bungsu Embun. “Akak duluan yang minta pangku, kamu terakhir jadi gak kebagian,” jawab anak sulung Embun. Sementara anak tengah Embun duduk di sebelah Nala memeluk lengan Nala dengan menyandarkan kepala kecilnya. “Sayang, jangan berebut! Kasihan Tante Nala, dia kesulitan mangku kakak sama adek,” tegur Embun. “Tidak apa-apa, Mbak. sudah biasa begini kalau di rumah. Ponakan Nala juga banyak, kalau kumpul suka berebut minta pangku.” Hani sejak tadi memperhatikan Nala, mengambil cucu laki-laki pertamanya membawa ke dalam pangkuannya. Sementara cucu bungsunya langsung berteriak kegirangan karena dapat dipangku oleh Nala. Anak Embun ketiganya berjenis kelamin laki-laki seperti yang diharapkan oleh Ayahnya. Elnara mendengkus kesal saat tak ada yang menghiraukannya. Kepala dapur tersenyum melihat Nala menjadi rebutan cucu pemilik rumah sakit. “Nala mau gak jadi istriku?” ucap Aksa dengan seenaknya. Membuat semua orang yang ada di ruangan melotot ke arahnya. “Aksa!” tegur Ace. “Kenapa, Bang. Memangnya salah kalau aku suka sama Nala? dia cantik selain itu jago masak. Persis sekali dengan Ibuk.” “Jangan mau Nala, Aksa tidak baik untuk dijadikan suami,” seru Embun. “Kakak jahat sekali!” rajuk Aksa. “Lihat sendiri ‘kan Nala, sudah berumur saja masih suka merajuk,” cibir Embun pada Aksa. “Sudah-sudah kalian berdua ini kenapa malah berdebat,” kali ini yang mulia Reiga yang berbicara. Elnara dan kepala dapur undur diri untuk menyiapkan makanan untuk pasien, sementara Nala masih ditawan oleh keluarga pemilik rumah sakit. Sejak tadi Aksa tak henti-hentinya menggoda Nala, membuatnya mendapatkan tonyoran beberapa kali oleh Embun. Jangan tanya Ace sedang apa? Dia hanya melihat perdebatan kakak dan adiknya. Sesekali juga memperhatikan Nala dengan wajah datarnya, membuat Hani dan Reiga saling pandang. Mereka berdua sepertinya menangkap sesuatu yang aneh dari anak tengahnya yang selama ini sangat menghindari wanita. “Nala,” panggil Ace saat Nala telah selesai sholat. “Eh ada Pak Dokter.” Gadis itu, memasukkan ponselnya ke dalam tas setelah membalas pesan dari Mamanya. Ace duduk di sebelah Nala selesai melaksanakan sholat. Setelah keluarganya pulang, Ace tidak lagi mempunyai jadwal praktek. Namun, dia sengaja menunggu agar dapat bertemu dengan Nala. “Jangan dianggap serius perkataan Aksa, dia hanya suka bercanda.” Nala menatap kedua mata Ace sangat lekat. Hingga membuat Ace sedikit salah tingkah. “Tenang saja Pak Dokter, Nala gak akan baper kok,” jawabnya dengan mempercepat memakai sepatunya. “Kalau begitu, Nala pamit dulu ya. Selamat Sore Pak Dokter,” ucap Nala bergegas pergi meninggalkan Ace yang masih terpaku di tempat. Meskipun baru beberapa kali bertemu dengan gadis itu, dia sangat tahu sifat Nala karena Ace pandai sekali mempelajari karakter seseorang. Dia merasa ada yang aneh dari sikap Nala. Membuatnya merasa bersalah dengan ucapannya tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN