Perkara Diapers

1379 Kata
“Elnara, sedang apa kamu di situ?” Ace mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam ruang perawatan Nala. Menghampiri Elnara yang sedang duduk di lantai lorong ruangan VVIP. “Kamu kenapa duduk di bawah?” tanya Ace lagi. “Maaf,” ucapnya lirih dengan tubuh bergetar. Ace memanggil suster yang sedang berjaga karena tidak mau sampai bersentuhan dengan Elnara. Meminta ke dua suster yang sedang memapah Elnara membawanya ke kursi tempat mereka duduk tadi. Ace sangat tahu jika Elnara ini sudah mirip seperti bunglon. Dia pandai sekali melakukan drama demi mendapatkan simpati dari orang lain. “Tolong ambilkan minum untuknya, Sus,” perintah Ace pada suster. “Baik, Dok.” Setelah Elnara sudah duduk, Ace memeriksa keadaannya. “Sudah berapa lama kamu tidak makan?” “2 hari.” “Sama sekali tidak makan?” Elnara menggeleng, sebelah tangannya mencoba memegang tangan Ace. Namun saat tangan Elnara hampir menyentuh punggung tangan Ace langsung ditepis dengan pelan. “Ace, Maafkan aku. Semua yang terjadi pada Nala bukan aku yang melakukannya.” “Apa maksudmu?” tanya Ace dengan mengangkat kedua alisnya. “Bukan aku yang menyebarkan berita pertunangan kita hingga membuat para fans fanatik mu melakukan pembullyan pada Nala.” “Tunangan?” “Apa kamu belum tahu, jika masalah yang menimpa Nala karena semua orang sudah tahu kita akan bertunangan?” “Sejak kapan aku pernah mengatakan jika akan bertunangan denganmu, Elnara?” “Kedua orang tua kita menjodohkan kita. Aku sudah setuju dengan rencana itu.” Ace tersenyum sinis pada Elnara, rencana perjodohan yang ditawarkan Papa Elnara sudah di tolaknya. Seharusnya, tidak perlu membahas perjodohan yang tidak diinginkannya. Apalagi sampai menyebarkan berita bohong sampai membuat gadis yang sangat ceria menjadi korbannya. “Kamu benar-benar tidak tahu atau pura-pura bodoh?! Sejak awal aku sudah menolak tawaran perjodohan dari orang tuamu. Kenapa kamu berani sekali menyebarkan berita yang tidak benar di lingkungan rumah sakit?!” Mendengar perubahan nada suara dan raut wajah dari Ace membuat Elnara bergidik ngeri. Dia tidak pernah menyangka jika Ace bisa berubah menjadi menyeramkan seperti itu. “Bukan aku pelakunya!” Elnara masih saja terus mengelak. “Jadi Dokter Baha yang telah menyebarkan berita bohong?” Elnara melihat kearah Ace dengan menggeleng cepat. Jika, sampai Papanya tahu soal kejadian ini bisa-bisa dia akan dikirim kembali ke luar negeri. “Papa tidak tahu mengenai kejadian ini jadi tolong jangan libatkan beliau,” mohon Elnara dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya. Kejadian itu dilihat oleh beberapa perawat yang sedang berjaga. Mereka tidak ada yang berani berkomentar takut mendapat surat cinta dari bagian HRD rumah sakit jika berani membuat gosip mengenai anak pemilik rumah sakit. Ace malas melihat drama yang sedang dimainkan oleh perempuan bunglon di depannya meminta suster agar menemani Elnara. Sedangkan dia pergi untuk melihat keadaan Nala. *** “Pak Dokter,” panggil Nala saat melihat Ace sedang berbincang dengan orang tuanya. “Sayang, sudah bangun. Kenapa tidurnya hanya sebentar saja?” tanya Mama Nala, beliau mendekati ranjang putrinya. “Nala mau pipis, Ma.” “Pipis aja langsung, gak usah ditahan.” “Idih, Mama jorok ih! Masak Nala di suruh ngompol.” “Sayang siapa yang nyuruh kamu ngompol, Hmmm?” “Tadi Mama suruh pipis di ranjang.” “Iya, memang Mama bilang begitu. Karena kamu sudah pakai diapers.” Nala membelalakkan matanya selebar-lebarnya, pipinya merona sekali. Malu ketika Mamanya mengatakan jika dia memakai diapers. Apalagi di dalam ruangan sedang ada Pak Dokter yang sedang memandang ke arahnya. Dia langsung menaikkan selimut untuk menutupi seluruh wajahnya. Membuat Mamanya heran dengan kelakuan putrinya. Padahal lengan Nala masih cedera tapi dia malah pecicilan seperti itu. “Sayang, kamu ini jangan banyak gerak dulu,” tegur Mamanya, berusaha membuka selimut. “Mama kenapa bilang kalau Nala pakai diapers sih?” rajuknya dengan mencebik, meskipun tidak ada yang bisa melihat wajahnya. “Memang kenyataannya begitu ‘kan. Soalnya kamu belum boleh jalan dulu. Katanya mau pipis sudah apa belum?” “Mama, jangan bilang kalau Nala mau pipis dong!” Mama Nala hanya bisa menggeleng melihat kelakuan aneh putrinya. Dia belum sadar jika Nala menyukai anak dari pemilik rumah sakit. Ace gemas melihat kelakuan Karyawannya memutuskan meminta izin untuk berbicara pada Nala. Dia sangat khawatir dengan keadaan Nala setelah mendapat penjelasan dari Dokter yang menangani. “Nala,” panggil Ace dengan sangat lembut, nada bicara seperti itu hanya Ace ucapkan pada keluarganya saja. Nala adalah salah satu gadis beruntung. “Pak Dokter jangan mendekat! Jauh-jauh sana,” usirnya pada Ace. “Sayang, gak boleh gitu. Dokter Ace datang buat jenguk kamu, kok malah di usir?” tegur Mama Nala. Nala tidak bersuara, membuat semua orang yang ada di ruangan panik. Apalagi sekujur tubuhnya tertutupi oleh selimut tebal. “Nala,” panggil Ace lagi. Nala masih saja tidak bersuara. Papa Nala mendekat, beliau membuka paksa selimut yang menutupi wajah putrinya. “Sayang kamu gak apa-apa?” tanyanya dengan panik. Nala menggeleng, membuat semua orang bernafas lega. Memang sangat absurd sekali tingkahnya. “Kenapa Nala usir Dokter Ace?” kini Papa Nala yang bergantian duduk di tepi ranjang. Nala menyuruh Papanya sedikit menunduk, dia membisikkan sesuatu pada beliau. Entah apa yang dibisikkan oleh Nala hingga membuat sang Papa tertawa dengan sangat keras. “Papa,” tegur istrinya. “Maaf Dokter Ace, Nala tadi sedang pipis. Jadi dia malu kalau dokter mendekatinya, katanya takut bau ompol.” “Papa ... “ teriak Nala. Ace tidak bisa menahan tawa karena kelakuan ajaib Nala. Saat semua orang sedang sibuk tertawa terdengar isakan dari balik selimut. “Sayang, kenapa nangis?” “Papa jahat! Kenapa malah di bilang ke Pak Dokter? Nala ‘kan jadi malu. Masak pipis di dekatnya sih,” omel Nala dengan terbata. “Lagian kamu ini kenapa pipis bilang-bilang, langsung aja gak usah malu. Lagian gak akan tercium juga baunya. Benar ‘kan, Dok?” “Nala, orang sakit sudah biasanya kalau pakai diapers. Jadi kamu gak perlu sampai menangis seperti itu,” ucap Ace pada Nala. Setelah mendengarkan penjelasan dari Pak Dokter kesayangannya, Nala langsung membuka selimutnya. Meskipun pipinya masih merona namun dia sudah mau melihat ke arah Ace. Orang tuanya Nala meminta Ace untuk menjaganya sebentar karena mereka akan melaksanakan sholat di masjid. Ace yang merasa akan lebih leluasa bertanya langsung saja menyanggupi permintaan kedua orang tua Nala. “Mukamu sampai memar begini, La. Pasti sakit sekali ya?” tanya Ace dengan meringis melihat wajah Nala dari dekat. “Rasanya nggak terlalu nyeri kayaknya habis di kasih obat sama suster tadi.” “Alhamdulillah, hasil pemeriksaannya semuanya baik. Tidak ada masalah serius di kepala dan tulang belakangmu.” “Iya, Pak Dokter. Tadi Papa juga udah kasih tau. Padahal tadi tuh rasanya Nala udah kayak mau mati.” “Husss, gak boleh bicara seperti itu,” tegur Ace pada Nala. “Habisnya Nala gak pernah kena pukul. Anjani udah kayak atlet tinju saja Pak Dokter. Tangannya tuh kayak besi gitu, nonjok muka Nala sampai telinga berdengung,” terang Nala dengan nada merajuk seperti yang dilakukannya ketika sedang dijahili kakaknya. Tangan Ace terulur begitu saja memegang pelipis Nala yang robek tapi sudah mendapatkan jahitan. “Kalau biusnya sudah habis, pasti akan sedikit nyeri. Kamu tahan ‘kan?” Pipi Nala kembali merona melihat wajahnya sangat dekat sekali dengan Ace. Sampai harum nafasnya saja dapat Nala cium. Oh … inikah yang di namakan berkah di balik musibah? Mungkin seperti itu yang sedang dipikirkan Nala. “Nala tahan sakit kok Pak Dokter,” ucap Nala dengan sangat lirih. Ace yang melihat kegugupan Nala terkekeh menjauhkan wajahnya dari Nala. “Maaf, karena saya dan keponakan telah memaksamu ikut bermain salju. Saya berjanji akan mengusut tuntas masalah ini dan akan memberi hukuman bagi semua orang yang terlibat.” Melihat wajah dan nada suara Ace yang berubah serius Nala ikut memasang sikap serius juga. Memang sangat tidak pas sekali dengannya namun dia tetap berusaha mengimbangi calon imamnya, eh ... Dokter Ace maksudnya. “Sepertinya kalau tidak masalah jalan-jalan kemarin mereka akan mencari alasan lain untuk bisa membully Nala. Anjani sejak awal memang tidak menyukaiku tapi aku tidak pernah menyangka kalau dia akan bertindak di luar batas seperti tadi.” Ace diam saja, dia memandang Nala dengan sangat lekat. Membuat Nala kembali salah tingkah. “Kamu kalau bicara serius begitu kayak bukan Nala,” ujar Ace dengan tangan yang kembali mengelus pelipis Nala.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN