Sesampainya di supermarket, Citra memilih untuk langsung ke bagian sayur-sayuran, berbeda dengan suami dan putrinya yang ke rak jajanan untuk membeli makanan kesukaannya.
"Aku suka jamur," Suara Anand yang terdengar membuat Citra menoleh dan menatap ke arah suaminya yang sudah berdiri di belakangnya.
"Ara mana?" Tanya Citra dengan cepat saat tak menemukan keberadaan putrinya.
"Ara ambil ice cream di sana." Jawab Anand seraya menunjuk ke arah putrinya yang sibuk memilih ice cream kesukaannya.
Citra pun menatap kesal ke arah suaminya dan bergerak menyusul putrinya.
"Ara sayang, jangan makan ice cream banyak-banyak, nanti giginya sakit." Kata Citra mengingatkan.
Ara yang mendengarnya tentu saja langsung menoleh dan menatap ke arah mamanya dengan manja.
"Tapi Ara nggak sering makan ice cream kok ma, Ayah sudah bilang kalau Ara harus milih satu aja." Jawab Ara dengan cepat.
Citra menoleh ke arah suaminya dan terlihat kesal dengan suaminya yang malah tertawa kecil itu.
"Kalau gitu Ara pilih dulu, mama tungguin." Kata Citra lagi dengan lembut.
"Siap mama." Jawab seraya mengambil ice cream kesukaannya.
Setelah mengambil ice cream kesukaannya, Ara mengekor di samping mamanya dengan tangan yang di gandeng erat oleh mamanya.
"Ara mau di masakin apa? Ara boleh milih bahan makanannya." Tanya Citra pelan sembari mengambil jamur yang tadi di sebutkan oleh suaminya.
"Yang itu juga boleh, biasanya Ara sama aku suka jajan di luar." Tunjuk Anand lagi pada sayuran pare yang pait.
"Aku nggak bisa masak itu," balas Citra dengan cepat dan menoleh ke arah suaminya.
"Mama di tipu sama papa, Ara juga nggak suka kok sama pare." Kata Ara ikut menyahuti dan membuat Anand tertawa pelan.
Sedangkan Citra sendiri hanya terdiam dan kembali mengambil bahan-bahan lainnya, sepertinya dirinya tak akan bisa membenci suaminya jika suaminya terus bersikap baik padanya seperti ini.
"Mama, nugget sama dosisnya belum." Kata Ara mengingatkan mamanya.
"Hampir saja lupa, makasih anak mama sudah di ingatkan." Jawab Citra seraya berjalan untuk mengambil nugget dan membiarkan suaminya mengekor dengan troli belanjaannya.
"Kamu nggak mau ambil camilan atau apa?" Tanya Anand pelan.
Ara sendiri yang mendengar suara papanya langsung saja menatap ke arah papanya yang tengah menatap ke arah mamanya.
"Enggak, nanti kalau kepengen juga ambil sendiri." Jawab Citra yang terdengar sedikit dingin.
"Ara suka apalagi? Apa ada yang mama lupa ambil lagi?" Tanya Citra pada Putrinya yang lucu dan menggemaskan itu.
"Sudah ma, ayo kita bayar, setelah itu makan malam bersama di luar." Jawab Ara dengan sangat antusias.
Di kasir Citra mengeluarkan dompetnya dari dalam tas sembari menunggu semua belanjaannya di hitung.
"Semuanya enam ratus enam ribu rupiah mbak." Ucap mbak-mbak kasir yang langsung saja di sodori card milik Anand.
"Pakai ini mbak." Kata Anand yang langsung saja membuat Citra mendongak dan menatap ke arah suaminya dalam.
Semuanya pun berjalan seperti sebuah dongeng yang sangat indah, ketiga orang itu makan bersama di restoran layaknya keluarga bahagia. Di tambah kedekatan Anand dan Ara yang membuat siapapun yang melihatnya pasti akan iri.
Citra mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah suaminya yang masih menyuapi putrinya yang terlihat sangat manja itu.
"Aku akan ke belakang terlebih dahulu." Pamit Citra seraya berdiri dari duduknya dan meninggalkan meja. Anand yang mendengarnya pun hanya bisa menatap kepergian Citra dengan tatapan sedihnya, tak tahu kenapa hatinya sedikit tak tega untuk bersikap jahat pada wanita yang sangat menyayangi putrinya itu.
"Ara suka sama mama?" Tanya Anand pelan.
Ara yang mendengar pertanyaan dari papanya pun langsung mengangguk dengan cepat dan menatap ke arah papanya dengan mata yang terlihat sangat berbinar.
"Ara suka banget sama mama, mama juga sayang banget sama Ara. Rasanya Ara benar-benar memiliki seorang ibu kandung dan bukanlah ibu tiri." Jawab Ara dengan semangat.
Anand yang mendengarnya pun hanya bisa tersenyum dan mengelus kepala putrinya dengan gerakan pelan.
"Ara kenapa nggak suka sama Tante yang mirip ibu kandung Ara?" Tanya Anand pelan.
Pernah sekali Anand menyinggung Angela pada putrinya, tapi putrinya dengan terang-terangan mengatakan jika tak suka pada Angela. Padahal jelas-jelas Angela adalah ibu kandungnya yang sesungguhnya.
"Ara nggak suka, dia orangnya kasar, Ara pernah lihat dia marah-marah sama papa sambil lempar-lempar barang. Ara takut." Jawab Ara yang langsung saja membuat Anand terdiam dan sedikit terkejut karena putrinya pernah melihat yang seperti itu.
Ara terdiam, dirinya memang masih kecil, tapi keadaan sekitarnya membuat dirinya dewasa sedikit lebih cepat. Belum lagi dengan hinaan yang ia terima karena tak memiliki seorang ibu.
Ara menatap ke arah papanya dengan cukup lama.
"Papa nggak akan nyakitin mama kan?" Tanya Ara dengan pelan.
"Hah?" Tanya Anand sedikit terkejut saat mendengar pertanyaan dari putrinya.
"Mama Citra benar-benar orang baik, jika papa nyakitin mama, Ara orang pertama yang akan marah sama papa. Ara nggak akan mau lagi bicara sama papa." Kata Ara lagi yang langsung saja membuat Anand menelan ludahnya kasar.
"Ara bicara apa hayo? Nggak baik loh bicara seperti itu sama orang tua."
Suara Citra yang terdengar ramah dan penuh dengan peringatan membuat Anand menoleh dan menatap ke arah istrinya yang sudah berdiri di belakang kursi putrinya dengan tangan yang ia tumpukan di atas kursi.
"Ara dengerin mama, semua orang dewasa pasti punya masalahnya masing-masing, jadi nanti jika ada waktunya mama sama papa bertengkar, itu bukan sepenuhnya salah papa, bisa jadi mama yang berbuat salah. Jadi, Ara nggak boleh ngancam orang tua seperti itu, apalagi Ara tahu kalau papa sangat sayang pada Ara." Lanjut Citra berbicara sedikit pelan agar di mengerti oleh putrinya yang masih kecil namun cukup pintar dalam melihat keadaan yang ada di sekitarnya itu.
Ara terdiam dan menundukkan kepalanya dalam, jika mamanya sudah bicara panjang dengannya, sudah pasti apa yang ia katakan tadi benar-benar salah dan tak pantas.
"Jika papa sama mama berpisah nantinya, itu berarti kita memang belum berjodoh, bisa juga mama suka sama orang lain dan sudah tak mencintai papa lagi." Lanjut Citra dengan suara yang semakin pelan.
"Ara nggak mau ditinggalin mama." Balas Ara dengan mata yang menatap ke arah Citra dengan penuh harap.
"Itu hanya perumpamaan, jika benar-benar terjadi, pasti Ara juga akan memiliki pengganti mama yang lebih baik. Ara harus percaya jika papa mencintai Ara lebih dari siapapun. Jadi papa nggak akan sembarangan milih seseorang yang buruk untuk Ara." Kata Citra tanpa berani menatap ke arah suaminya.
Anand yang mendengarnya tentu saja menatap tajam ke arah istrinya. Bukannya dirinya tak suka, tapi bukankah ini terlalu awal untuk memberitahukan pada Ara? Apa istrinya memang sudah memiliki laki-laki lain yang ia sukai?
"Karena sudah malam, ayo pulang. Besok Ara sekolah kan, jadi nggk boleh telat." Kata Citra seraya menarik kursi putrinya dan menggendongnya.
Ara sendiri langsung saja memeluk Citra dengan sangat erat, meninggalkan Anand yang masih duduk di tempatnya dengan suasana hati yang tak baik.
Setelah membayar bill yang di terima, Anand pun keluar dari restoran dan menatap ke arah istrinya yang berdiri tak jauh dari mobil dengan tangan yang menepuk-nepuk punggung putrinya.
Dalam hati Anand mengutuk dirinya sendiri, berapa lama dirinya membiarkan istrinya menunggu dengan putrinya yang ada di gendongannya itu? Bahkan saat ini putrinya sudah tertidur dengan sangat lelap.
"Maaf lama." Kata Anand pelan.
Citra menoleh dan menggelengkan kepalanya pelan.
"Nggak papa, ayo kita pulang, kasihan Ara kalau kebangun." Balas Citra seraya berjalan ke samping mobil dan masuk ke dalamnya.
Selama perjalanan yang cukup jauh itu, keadaan mobil pun terasa sangat hening dan tak ada suara apapun kecuali suara mesin mobil yang terdengar halus itu.
"Kamu," panggil Anand sedikit ragu.
Citra yang sedari tadi memangku putrinya dengan tangan yang bergerak menepuk-nepuk punggung putrinya pelan langsung saja menoleh ke arah suaminya yang fokus pada kemudinya.
"Kamu sudah punya laki-laki lain yang kamu sukai?" Tanya Anand dengan hati yang tak karuan.
Citra sendiri terkejut dengan pertanyaan yang keluar dari bibir suaminya itu, bagaimanapun juga suaminya benar-benar tak memiliki perasaan, bagaimana mungkin menanyakan perihal perasaannya yang jelas-jelas masih mencintainya?
"Kamu takut aku meninggalkan Ara? Jangan takut, aku nggak akan kabur sama laki-laki itu meskipun kita saling mencintai dengan dalam." Balas Citra tanpa menatap ke arah suaminya. Citra lebih memilih untuk melihat jalanan yang ramai dengan lampu jalanan yang bersinar terang.
"Lagian bukankah di kontrak yang kamu berikan sudah jelas jika pernikahan ini akan berakhir jika Angela mau menikah denganmu?" Lanjut Citra lagi dengan kepala yang menunduk.
"Kamu nggak perlu khawatir, aku sendiri yang akan melepaskan kamu dan Ara jika hari itu tiba." Lanjut Citra lagi dengan memejamkan matanya pelan.
Perjalanan masih cukup jauh, dan tentu saja Citra memilih untuk memejamkan matanya daripada terus bicara dengan laki-laki yang tak memiliki perasaan sama sekali itu.
Citra juga mengutuk dirinya sendiri yang tak pernah beruntung dalam masalah hati. Citra pun bersumpah jika dirinya akan menutup hatinya rapat-rapat setelah diceraikan oleh Anand. Citra sudah muak dan tak ingin hidup dengan hati yang mudah mencintai seseorang yang perhatian padanya.
Sesampainya di rumah, Citra pun turun setelah suaminya mengambil alih Ara dan membawanya masuk ke dalam rumah. Berbeda dengan Citra yang masih harus membawa belanjaannya masuk ke dalam.
Citra membawa dua kantong plastik belanjaan dengan sedikit keberatan, di dalam mobil masih ada beberapa plastik yang belum ia angkat.
Saat Citra baru sampai di dapur dan melihat ke arah kulkas, suara langkah kaki terdengar dan membuat Citra menoleh, menatap ke arah suaminya yang berjalan ke arahnya dengan sisa belanjaan yang tadi tak bisa ia bawa.
"Kamu istirahat dulu, biar aku saja yang bereskan." Kata Anand seraya menatap ke arah istrinya dengan tatapan hangatnya.
Citra pun hanya mengangguk pelan dan meninggalkan suaminya tanpa berkata apapun lagi.
"Jika kamu menyukai seseorang, aku nggak akan ikut campur." Kata Anand yang berhasil membuat Citra menghentikan langkah kakinya.
"Terima kasih untuk kebebasannya." Balas Citra dengan hati yang hancur dan tak berbentuk lagi. Jelas-jelas dirinya menyukai suaminya, tapi bisa-bisanya suaminya memberinya kebebasan untuk mencintai laki-laki lain.
Citra kembali melangkahkan kakinya saat tak mendapatkan jawaban apa-apa lagi dari suaminya. Citra masuk ke dalam kamar dan menghela napasnya berat. Suaminya benar-benar keterlaluan dan tak memiliki hati, bisa-bisanya menuduhnya dengan begitu kejam.
Setelah masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci wajahnya dan juga menyikat giginya, Citra pun langsung baring di atas ranjang untuk tidur. Mulai saat ini dirinya tak akan mendengar ataupun sakit hati dengan apa yang dilakukan suaminya padanya. Bagaimanapun juga suaminya tak memiliki perasaan untuknya, jadi suaminya tak akan pernah mengerti keadaan hatinya yang benar-benar sakit hati.
Pukul sebelas malam Anand masuk ke dalam kamar dan melihat istrinya yang sudah meringkuk di atas ranjangnya dengan nyaman. Anand memijit kepalanya pelan, tadi setelah membereskan semua belanjaan, Anand menghabiskan sisa waktunya untuk merokok karena frustasi memikirkan pernikahan konyol yang ia jalani saat ini. Anand benar-benar ingin mengutuk Angela yang membiarkannya menikah dengan orang lain tanpa rasa takut dirinya jatuh cinta pada pasangan nikahnya.
"Selimutnya ada di atas sofa." Kata Citra pelan saat melihat suaminya berjalan ke arah kamar mandi.
"Selamat malam." Ucap Citra lagi seraya memiringkan tubuhnya dan mengubah tidurnya dengan membelakangi kamar mandi.
Anand menelan ludahnya kasar, ia pikir istrinya sudah tertidur, ternyata belum. Bahkan istrinya juga mengingatkan dirinya untuk menggunakan selimut saat tidur nanti.
"Setidaknya ayo berteman, kita berada di rumah yang sama dan tak mungkin jika saling membenci." Kata Citra lagi.
Anand terdiam, ajakan pertemanan yang selama ini ia simpan di dalam hatinya dan belum pernah tersampaikan kini di dahului oleh istrinya yang mengambil inisiatif.
Selama menunggu suaminya masuk ke dalam kamar tadi, Citra sudah berpikir panjang, saat dirinya memperlakukan suaminya dengan buruk pun dirinya juga sakit hati. Tak ada yang bisa mengobati rasa sakit hatinya jika dirinya terus seperti itu. Maka lebih baik dirinya memaafkan dan mencoba untuk mengubur dalam-dalam perasaan yang tersimpan di dalam hatinya. Tak ada salahnya dirinya mencoba untuk berdamai dengan rasa sakit yang ia alami.
Suara pintu kamar mandi yang tertutup membuat Citra menutup matanya dan mulai memasuki ke alam mimpinya. Mimpi indah dan buruk yang bercampur jadi satu, menghantuinya secara berkala dan terus menerus.
Anand keluar dari kamar mandi setelah mencuci wajahnya dan juga menyikat giginya.
"Sudah tidur?" Tanya Anand pelan.
Anand pun melangkahkan kakinya ke arah ranjang saat tak mendapatkan jawaban dari istrinya.
"Aku benar-benar minta maaf jika pernah menyakitimu begitu dalam. Tapi yang namanya perasaan benar-benar tak bisa untuk di lawan." Gumam Anand pelan seraya mengelus pelan rambut istrinya.
Anand pun berjalan ke arah sofa dan tidur di atasnya dengan selimut yang sudah disiapkan oleh istrinya itu.
Tbc