Mencoba Berdamai

2046 Kata
Pagi-pagi sekali Citra terbangun dan keluar kamar dengan tergesa-gesa, karena suara bell pintu yang berbunyi benar-benar terdengar keras di telinga Citra. Citra membuka pintunya dengan pelan dan tersenyum saat melihat wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu. "Saya bir Mar nyah, pembantu rumah." Kata Bik Mar memperkenalkan dirinya. "Ah, masuk bik." Balas Citra sedikit canggung karena mendengar panggilan Bik Mar yang terdengar sedikit aneh di pendengarannya. "Saya panggilkan mas Anand dulu ya bik." Kata Citra seraya berpamitan untuk ke kamar dan memanggil suaminya itu. Bik Mar pun mengangguk dan terdiam saat melihat istri dari tuannya tengah berlari masuk ke dalam. Citra memasuki kamarnya dengan sedikit tergeser, matanya melirik ke arah suaminya yang masih tertidur dengan sangat lelap. "Mas," panggil Citra pelan. Dua kali Citra memanggil Anand tanpa menyentuhnya, Anand pun terbangun dan mengusap matanya pelan. Anand sedikit termenung saat melihat istrinya berdiri di depannya pagi-pagi seperti ini. "Ada apa?" Tanya Anand pelan sembari bangun dari tidurnya. "Bik Mar susah datang, aku nggak tau harus nyuruh dia ngapain." Jawab Citra sedikit gugup. "Oh, nanti aku keluar." Kata Anand yang langsung saja di jawabi anggukan oleh Citra. Citra sendiri langsung keluar dan menemui bik Mar yang masih berdiri di tempatnya. "Tunggu sebentar ya bik." Kata Citra yang langsung saja di jawabi anggukan oleh Bik Mar. Setelah menunggu cukup lama, Anand pun keluar dengan wajahnya yang masih basah setelah mencucinya. Bahkan Anand pun masih menguap saat sampai di depan bik Mar dan Citra. "Bik Mar, seperti biasa aja ya, tapi bagian masak biar istri saya aja." Kata Anand seraya menoleh ke arah Citra yang terdiam saat mendengar suara suaminya itu. Semalam Citra sudah memutuskan untuk berdamai dengan rasa sakit yang di berikan oleh suaminya, jadi Citra tak ingin membantah apa yang di katakan oleh suaminya itu. "Maaf ya pak, saya datang pagi-pagi." Kata Bik Mar saat melihat pemilik rumah itu terlihat masih ngantuk dan terus menguap lebar. Anand pun hanya mengangguk pelan dan melirik ke arah jam tangan yang ada di dinding rumahnya. Jika di ingat-ingat lagi, Anand memang sering tidur lebih lama daripada biasanya. Karena dulu Anand selalu bangun pagi untuk membangunkan putrinya yang harus sekolah, belum lagi dengan dirinya sendiri yang harus datang ke kantor kecilnya meskipun tak ada hal yang mendesak. "Nggak kok bik, tadi dia juga udah bangun." Jawab Citra yang langsung saja membuat Anand tertawa kecil saat mendengarnya. Bik Mar pun ikut menoleh ke arah Anand yang hanya menurut dan mengangguk dengan gerakan pelannya. "Oh ya bik, panggil aku Citra aja ya." Kata Citra lagi yang langsung saja membuat Bik Mar menoleh ke arah Anand, seolah-olah meminta izin pada Anand. "Nggak papa, lagian aku juga lebih muda jauh dari bibi, jadi sedikit nggak enak dengar bik Mar manggil Citra dengan embel-embel Nyah." Lanjut Citra lagi. Citra masih sadar akan keberadaannya, dirinya tak ingin duduk terlalu tinggi dan akhirnya dijatuhkan oleh kenyataan yang akan membuatnya hancur berkeping-keping, apalagi perceraian sudah terlihat nyata di dalam rumah tangganya yang tak sehat itu. Bik Mar pun akhirnya setuju saat melihat Anand menganggukkan kepalanya pelan. Setelah itu, Citra pun memilih untuk ke dapur, sedangkan Anand menghampiri kamar putrinya untuk sedikit meringankan beban istrinya. Anand membangunkan putrinya dan membantu putrinya mandi hingga berganti baju. Padahal hari ini masih cukup pagi. Awalnya putrinya pun menolak untuk bangun pagi dan bersiap-siap lebih awal dari biasanya, tapi papanya memaksa dan terus mengatakan jika mamanya sudah lelah untuk membuat sarapan. Ara pun menurut pada papanya dan menuruti semua kata-kata papanya itu. Citra sendiri sibuk di dapur dibantu oleh Bik Mar yang membantunya memotong sayur dan sebagainya. Masalah bumbu dan memasak Citra sendiri yang mengambil alih. "Pak Anand makannya sedikit." Kata Bik Mar memberitahu Citra saat Citra menyiapkan cukup banyak makanan pagi itu. Citra yang mendengarnya pun menoleh dan tersenyum pada bik Mar dengan sedikit canggung. Tak mungkin juga dirinya mengatakan jika nafsu makan suaminya sudah naik saat memakan masakannya. "Nggak papa bik, nanti buat bekal Ara juga." Jawab Citra dengan pelan dan tersenyum tipis. "Iya, bibi hampir saja lupa. Non Ara kan suka minta dua bekal." Kata Bik Mar yang langsung saja membuat Citra menoleh ke arah Bik Mar. "Teman Ara yang itu sudah pindah bik, beberapa hari ini Ara sedih karena ditinggal." Jawab Citra menceritakan bagaimana keluhan putrinya pada bik Mar. "Mbak Citra cukup dekat sama non Ara ya? Padahal biasanya non Ara susah banget gaul sama wanita pilihan bapak." Tanya Bik Mar pelan dan sedikit tak enak hati. "Dibilang dekat nggak juga bik, lagian sekarang aku kan udah tinggal di rumah ini. Meskipun aku belum pernah memiliki anak sebelumnya, tapi aku juga harus tahu kalau aku menikah dengan seorang duda beranak satu." Jawab Ara dengan suara pelan dan senyuman yang tak lepas dari bibirnya. "Mbak Citra dewasa ya, bibi benar-benar bersyukur karena akhirnya bapak sama non Ara punya seseorang yang bisa memahami mereka dengan baik." Kata Bik Mar yang langsung saja membuat Citra melunturkan senyumannya dan kembali fokus pada ungkep ayam kecap yang ada di atas kompor. Nyatanya, suaminya tak berpikir seperti itu. Citra tak ingin menyalahkan suaminya karena memang suaminya taj memiliki perasaan apapun padanya. Apalagi sudah ada seseorang yang lebih sempurna darinya. Wanita yang sudah lama ditunggu oleh suaminya itu. "Mama, Ara sudah selesai." Suara Ara yang terdengar membuat Citra menoleh dan tersenyum pada putrinya itu. "Ini jam berapa sayang?" Tanya Citra pelan. "Jam setengah enam pagi mah, papa bilang mama capek masak jadinya Ara dibantu sama papa." Jawab Ara dengan jujur. Citra yang mendengarnya pun langsung menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum tipis ke arah putrinya itu. "Terus papa di mana?" Tanya Citra lagi seraya mematikan kompornya. "Papa bilang mau mandi." Jawab Ara pelan. "Kalau gitu Ara tunggu di meja makan dulu ya, mama selesaikan dulu masaknya. Tasnya di lepas dulu, nanti keberatan." Kata Citra mengingatkan putrinya untuk melepaskan tas yang sudah tersampir rapi di punggungnya. Ara pun mengangguk dan memperlihatkan jempol tangannya pada Citra, sedangkan Citra dan bik Mar hanya tersenyum tipis saat melihatnya. Dalam hati, Bik Mar benar-benar bersyukur karena Citra bukanlah wanita yang berbuat baik pada Ara selama ada Anand dan berbuat buruk pada Ara saat Anand tak ada di tempatnya. Bagaimanapun juga, bik Mar sudah bersama Ara cukup lama, tentu saja bik Mar juga sayang pada Ara. Apalagi dirinya sekarang juga jauh dari anak cucunya. Setelah hampir setengah jam, Citra pun menyelesaikan masakannya. Bik Mar bergerak memindahkan semua masakan Citra ke meja makan. Sedangkan Citra sendiri tengah menata nasi bekal untuk Ara, jadi saat mau berangkat bekalnya sudah dingin dan tak akan berkeringat nantinya. Setelah itu, Citra membiarkan bekal Ara di dapur dan dirinya keluar dengan wadah nasi yang masih panas. Citra menatap ke arah suaminya yang baru saja keluar dari kamar dan berjalan ke arah meja makan dengan membawa dasi di tangannya. Citra meletakkan wadah nasinya dengan pelan dan menoleh ke arah Ara dengan senyuman manisnya. "Bisa bantu pasangin?" Tanya Anand seraya menyerahkan dasinya pada Citra. Citra yang melihatnya tentu saja langsung menatap ke arah suaminya dengan dalam. Kalian tahukan apa yang dirasakan Citra saat ini? Tentu saja hatinya dag-dig-dug tak karuan, dan merasa jika suaminya itu memberinya kesempatan untuk dirinya tetap tinggal di rumah besar ini. "Nggak boleh?" Tanya Anand lagi saat tak mendapatkan jawaban dari istrinya itu. "Boleh." Jawab Citra pelan dan mengambil alih dasi di tangan suaminya. Sedikit berjinjit Citra mengalungkan dasi di leher suaminya. Anand yang menyadari tubuh pendek istrinya pun tentu saja langsung sedikit menekuk kakinya agar memudahkan istrinya untuk membantunya mengenakan dasi. Ara sendiri hanya senyum-senyum sendiri saat melihat mama papanya yang terlihat sangat manis itu. "Mama pendek banget ya kalau disandingin sama papa." Kata Ara setelah mamanya itu selesai membantu papanya mengenakan dasi. "Dulu waktu seumuran Ara, mama nggak makan banyak, mangkanya pendek. Jadi Ara harus banyak makan ya sekarang, biar nggak pendek kayak mama." Alih-alih Citra yang menjawab, justru malah Anand yang membalas kata-kata putrinya itu. Sedangkan Citra hanya terdiam dan menundukkan kepalanya karena malu. "Beneran mah?" Tanya Ara penasaran. "Iya, lagian mama dan papa Ara kan tinggi, jadi nanti pasti Ara juga tinggi, nggak seperti mama." Jawab Citra yang langsung saja membuat Ara mengangguk setuju, berbeda dengan Anand yang langsung terdiam saat mendengarnya. Anand memilih duduk dan tak bersuara lagi. Dalam hati dirinya sendiri juga tak tahu siapa papa Ara yang sebenarnya, dirinya pun tak tahu apakah Ara akan tumbuh tinggi atau tidak nantinya. Karena Anand benar-benar tak tahu apapun, yang Anand tahu Angela hamil dan laki-laki itu tak mau bertanggung jawab pada apa yang sudah di lakukan. Anand yang saat itu mencintai Angela tentu saja menemani saat-saat wanita itu hamil hingga melahirkan dan tak ingin mengurus Ara kecil. "Mas mau makan sama apa?" Tanya Citra yang sudah ia ucapkan ke empat kalinya, karena sedari tadi suaminya tak menyahut ataupun menjawab pertanyaannya. "PAPA." Panggil Ara dengan teriakan yang melengking. Anand pun langsung sadar dan bangun dari lamunannya, matanya menatap ke arah putrinya dengan sedikit linglung dan bertanya-tanya. "Papa mau makan sama apa? Dari tadi di tanyain mama nggak nyahut." Kesal Ara yang langsung saja membuat Anand menoleh ke sampingnya dan menatap ke arah istrinya yang juga tengah menatapnya. "Maaf, aku sedikit banyak pikiran." Kata Anand pelan seraya memegangi kepalanya. "Nggak papa." Jawab Citra seraya menebak-nebak apa yang tengah dipikirkan oleh suaminya itu. Citra pun menghela napasnya pelan, mungkin saja tak jauh-jauh dari wanita yang dicintainya. Citra tersenyum tipis dan kembali bertanya pada suaminya dengan suara pelannya. "Apa aja, aku makan semua yang ada di meja makan." Jawab Anand pelan seraya setelah melihat menu makanan yang di buat istrinya hari ini. Ketiganya pun makan bersama dengan diam, Anand sendiri kembali makan dengan lahap dan nambah, karena makanan buatan istrinya itu benar-benar sangat cocok di lidah dan juga perutnya. Tak pedas ataupun terlalu manis. Sangat pas, sampai-sampai putrinya pun tak pernah mengeluh kepedasan atau apa, padahal mereka makan menu yang sama dan tak dibedakan. "Nanti kalau papa gendut yang disalahin mama kan?" Tanya Anand tiba-tiba. Tentu saja Anand berpikir jika suatu hari badannya akan gemuk dengan berat badan yang naik dengan drastis, apalagi dirinya makan dengan begitu lahapnya. "Mana bisa? Kan aku juga nggak nyuruh mas Anand buat nambah." Balas Citra tak mau disalahkan. Lagian Citra sadar, Anand bilang seperti itu karena takut jika nanti Angela tak mau dengannya yang gemuk itu. "Kamu emang nggak minta, tapi rasa masakan kamu yang bikin nagih." Kata Anand lagi yang langsung saja membuat Citra terdiam saat mendengarnya. "Kalau gitu yang masak biar bik Mar aja, aku nggak mau kalau ujung-ujungnya disalahin gini." Balas Citra cepat. "Enggak mau." Kata Ara dengan cepat. "Aku suka masakan mama." Lanjut Ara lagi. "Aku juga suka," sahut Anand pelan. Anand pun tertawa keras dan menatap ke arah istrinya yang terlihat kesal itu. "Aku bercanda kok, jangan kesal gitu." Kata Anand pelan. "Berat badan ara udah naik tiga kilo kemarin." Kata Ara bersuara. "Kalau untuk Ara baik-baik aja kok, apalagi Ara masih masa pertumbuhan." Kata Anand memberitahu putrinya itu. Citra yang mendengarnya pun langsung tersenyum dan mengangguk dengan cepat. "Ara harus gemuk biar makin cantik nanti." Kata Citra dengan cepat dan membuat Ara cemberut saat mendengarnya. "Jadi sekarang Ara nggak cantik?" Tanya Ara sedikit merajuk dan membuat Anand gemas pada putri cantiknya itu. "Cantik dong, Ara mah cantik banget." Balas Citra lagi. "Sudah-sudah, mama nggak ke kampus?" Tanya Anand yang langsung saja membuat Citra menoleh dan sedikit baper dengan panggilan yang diberikan oleh suaminya itu. "Tuhan, kapan suamiku benar-benar aku miliki? Apakah aku memiliki nasib sebaik itu?" Gumam Citra dalam hati dengan mata yang menatap penuh ke arah suaminya yang masih melihat ke arahnya itu. "Nanti berangkat bareng kalau ada kelas." Lanjut Anand lagi. "Aku hari ini libur," jawab Citra yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Anand. "Kalian mau berangkat sekarang?" Tanya Citra pelan. "Enggak, masih pagi banget. Ara nggak papa kan kalau kita nonton tv dulu?" Jawab Anand sembari menoleh ke arah putrinya dan bertanya dengan suara hangatnya. "Nggak papa pah." Jawab Ara cepat. "Kalau gitu mama siapin bekalnya dulu ya, Ara tunggu di depan tv." Kata Citra yang langsung saja di jawabi anggukan oleh Ara. Ara pun dengan semangat berlari meninggalkan meja makan dengan melupakan tasnya yang tertinggal di atas kursi. "Makasih ya sarapan paginya." Kata Anand yang langsung saja membuat Citra tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya pelan. Citra pun berjalan ke arah dapur dan meninggalkan Anand yang masih duduk di meja makan dengan menatap ke arah lauk pauk yang tinggal sedikit itu. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN