Keluar Bersama

2047 Kata
Hampir setengah jam Citra berkutat di dalam dapur dan memasak makanan untuk Ara dan juga Anand. Citra memang sempat berniat memasak untuk dirinya sendiri dan Ara, tapi Citra ingat jika putrinya cukup pintar dalam menilai suasana, Citra tak ingin membuat putrinya bertanya-tanya dan mengetahui jika hubungannya dengan ayahnya sedang tak baik-baik saja. Citra membawa nasi beserta lauk pauk yang ia masak, hari ini Citra tak memasak banyak seperti kemarin. Karena Citra tak ingin membuat putrinya menunggu terlalu lama. "Mama, ayah nggak makan ikan." Kata Ara yang langsung saja membuat Citra terdiam dan menatap ke arah putrinya dan juga suaminya yang terdiam. "Ara, mama udah capek masak. Ayo makan dulu." Kata Anand dengan pelan. "Kamu mau makan apa? Di kulkas tinggal tempe sama tahu." Tanya Citra pelan seraya menatap datar ke arah istrinya. "Nggak ngerepotin kamu kalau kamu minta gorengin tempe?" Tanya Anand membalas pertanyaan Citra. Citra mengalihkan pandangannya ke arah putrinya yang sudah membalik piringnya dengan semangat. "Ara makan dulu ya?" Tanya Citra pelan. Ara pun mengangguk dengan semangat dan memberikan piringnya ke arah Citra. Citra mengambil piring putrinya dengan senang hati, tangan Citra pun bergerak mengambilkan makanan untuk putrinya. Hari ini Citra hanya memasak sayur bening dan juga gorengan ikan laut yang tersisa di dalam kulkas, jujur saja tadi Citra ingin menggoreng tempe, tapi Citra memilih tidak menggorengnya karena takut membuat putrinya menunggu lebih lama lagi. "Ara mau sambal?" Tanya Citra pelan. "Enggak mama, sama ikan dua aja." Jawab Ara yang langsung saja di jawabi senyuman oleh Citra. Citra mengambil dua ikan goreng seperti yang di minta oleh putrinya. "Citra bisa makan sendiri kan?" Tanya Citra lagi seraya meletakkan piring di depan putrinya. "Bisa mama." Jawab Ara yang langsung saja membuat Citra merasa lega dan memilih untuk ke dapur. Sebelum benar-benar sampai dapur, Citra mendengar suara putrinya yang tengah bersuara manja pada papanya. "Papa, tolong bantu Ara pisahin tulangnya ya." Suara Ara yang meminta bantuan pada papanya membuat Citra menghembuskan napasnya pelan. Mau bagaimanapun juga, Ara tetaplah putri Anand, jadi tak mungkin jika laki-laki itu akan menyakiti putrinya juga. Setelah sepuluh menit di dapur, Citra pun kembali dengan sepiring tempe dan tahu goreng. Citra juga melihat ke arah suaminya yang masih membantu putrinya untuk memisahkan tulang dan daging ikan dengan teliti. "Mas Anand makan dulu, biar aku yang gantiin." kata Citra pelan seraya mengambil alih piring milik suaminya yang di jadikan tempat tulang dan menggantinya dengan piringnya yang masih bersih. Citra sendiri langsung mengulurkan piring bersihnya secara langsung tanpa berniat untuk membantu suaminya mengambil makanan terlebih dahulu. "Aku pakai sambel dan juga sayur, lauknya tahu sama tempe." kata Anand tanpa berniat untuk menerima piring kosong dari Citra. "Mas Anand bisa ambil sendiri, aku mau bantu Ara dulu." balas Citra seraya meletakkan piringnya di depan suaminya. setelah itu, Citra memilih fokus pada putrinya dan mengabaikan suaminya yang benar-benar mengambil semuanya sendiri. "Semenjak ada mama, papa makannya jadi lahap loh, porsi makannya juga banyak." kata Ara tiba-tiba dan membuat Citra terdiam cukup lama. "Ara tahu dari siapa? papa kan makannya emang sebanyak ini." balas Anand ikut menyahuti. "Enggak, waktu bibi yang masak papa cuma makan dikit, ya memang rasanya beda sih, enak masakan mama." kata Ara lagi membantah dengan keras. "Ara, makan dulu ya, jangan sambil bicara." kata Citra mengingatkan dan berhasil membuat papa anak itu terdiam dan fokus pada makanannya. Setelah selesai membantu putrinya memisahkan tulang dari daging ikannya, Citra pun berdiri dan berjalan ke dapur untuk mengambil piring baru. Setelah itu Citra bergabung dalam makan siang bersama suami dan putrinya itu. "Boleh nambah?" tanya Anand seraya menyodorkan piringnya ke arah Citra yang baru saja berniat mengambil nasi untuk dirinya sendiri. Citra menatap ke arah suaminya cukup lama, hingga akhirnya tangannya bergerak mengambil nasi dan ia taruh di atas piring suaminya dengan sedikit terpaksa. Anand pun tersenyum kecil dan menatap ke arah piringnya yang kembali terisi oleh nasi. Lagi-lagi suaminya itu bersuara meminta sayur bening pada Citra yang sudah menahan dongkol dari tadi. Namun Citra sadar, dirinya tak bisa marah-marah pada Anand di depan putri kecilnya itu. Anand kembali duduk dan makan makanannya dengan lahap, Citra sendiri sesekali melirik ke arah suaminya yang memakan makanannya dengan lahap. Citra mengusap sudut matanya pelan, ia ingat betul bagaimana khayalan rumah tangga harmonis yang pernah ia bayangkan sebelumnya. Citra memakan makanannya dalam diam, tangannya bergerak hati-hati untuk memisahkan tulang ikan yang ingin ia makan. "Biar aku bantu pisahkan." kata Anand membuka suaranya. Citra terdiam dan memilih untuk membiarkan, toh dirinya tak bisa marah di depan Ara. "Mama, Ara cuci tangan ke belakang ya." pamit Ara yang langsung saja turun dari kursinya dan berlari ke arah dapur. "Mas, kamu bisa nggak sih bersikap acuh aja? jangan seperti ini." kata Citra tiba-tiba dan menatap ke arah suaminya dengan kesal. Anand terdiam dan menatap ke arah istrinya yang terlihat berkaca-kaca dan frustasi. "Kamu tahu aku udah jatuh cinta sama kamu, sedangkan kamu sendiri masih mengharapkan orang lain. Kamu tahu nggak? semua yang kamu lakukan ini malah bikin aku makin nggak bisa ngelupain kamu." Lanjut Citra lagi dengan air mata yang sudah mengalir keluar. "Mama, tadi Ara dapat nilai bagus saat ada ulangan." Suara Ara yang terdengar langsung saja membuat Citra menundukkan kepalanya dan mengusap matanya dengan lengan tangannya. Citra tak tahu harus sampai kapan terus sembunyi-sembunyi di belakang putrinya yang riang itu. "Benarkah? wah mama bangga banget sama anak mama." balas Citra dengan senyuman yang lebar, matanya pun masih terlihat sedikit memerah karena baru selesai menangis. Anand yang melihatnya pun sedikit takjub, bagaimanapun juga istrinya sangat pandai berakting, istrinya juga terlihat pandai membohongi dirinya sendiri. "Iya mama, guru Ara juga bilang kalau Ara meningkat lebih baik lagi. Ara benar-benar ingin berterimakasih pada Gibran karena udah bikin Ara jadi pintar." Kata Ara lagi dengan senyuman yang lebar. "Kapan-kapan kita bisa kok main ke rumah Gibran, tapi tunggu mama ada waktu ya." balas Starla yang langsung daja di jawabi anggukan oleh Ara. Setelah itu Citra meneruskan makan siangnya dengan terpaksa, bagaimanpun juga perasaan hatinya sudah tak baik-baik saja karena melihat semua tingkah suaminya itu. "Mama, Ara sudah sikat gigi, Ara tunggu di kamar untuk tidur siang ya." suara Ara lagi-lagi terdengar dan membuat Citra menoleh dan tersenyum manis ke arah putrinya. "Biar aku yang membereskan, kamu langsung cuci tangan dan ke kamar aja langsung." Kata Anand seraya berdiri dan mengambil semua piring kotor yang ada di meja makan. Citra pun membiarkannya, dirinya tak memiliki cukup banyak waktu untuk berdebat dengan suaminya yang tak tahu diri itu. Satu jam Citra keluar dari kamar setelah mendengar suara ponselnya yang berbunyi, Anand yang melihat istrinya lari pun terdiam dan hanya mengamati. "Mau ke mana?" tanya Anand saat melihat istrinya keluar dengan membawa tas selempangnya. Citra menghentikan langkahnya dan menatap ke arah suaminya dengan menghela napasnya pelan. "Ada panggilan dari tempat yang aku datangi tadi." jawab Citra singkat. "Kamu benar-benar mau bekerja? lalu bagaimana dengan Ara?" tanya Anand pelan. "Aku akan mengajukan shif malam, jadi saat kamu pulang aku bisa langsung berangkat bekerja." jawab Citra lagi. "Ayo aku antar." kata Anand berinisiatif. "Tidak perlu, Ara lebih butuh teman daripada aku." balas Citra yang langsung saja melangkahkan kakinya untuk keluar tanpa berpamitan lagi pada suaminya. Anand pun hanya menghela napasnya pasrah, sebenarnya Anand juga ingin hidup damai dalam rumah tangganya. Meskipun dirinya tak mencintai Citra, setidaknya dirinya bisa menjadi sandaran yang baik untuk istrinya itu, Anand juga berharap jika dirinya dan istrinya bisa berteman baik, tapi sepertinya apa yang ia pikirkan tak akan terjadi. Jam tiga sore Citra baru pulang ke rumah, tadi setelah memperkenalkan diri, Citra langsung di uji dalam memasak dan beres-beres dapur, namun Citra cukup beruntung karena akhirnya dapat kerjaan juga. Insyaallah cukup untuk menyambung hidupnya yang menyedihkan itu. Citra memasuki rumah bertepatan dengan suaminya yang baru saja membuka pintu untuk keluar. Citra dan Anand sama-sama diam dan menatap satu sama lain. Jika boleh berdoa dengan paksa, Citra ingin suaminya terpesona pada pandangan pertama padanya, seperti layaknya sinetron yang pernah ia tonton, setidaknya semua khayalan rumah tangga harmonisnya akan terpenuhi nanti jika suaminya mencintainya. "Aku kira masih lama, mah aku cari." kata Anand dengan suara pelan namun terdengar sangat enak di telinga Citra. "Sudah pulang, kamu kalau masih mau pergi, pergi aja, biar Ara aku yang jagain." balas Citra seraya masuk ke dalam rumah dan meninggalkan suaminya yang masih ada di dekat pintu. Anand tersenyum tipis dan kembali menutup pintunya, dirinya saja sudah tidak memiliki pekerjaan yang penting, bagaimana mau keluar? Angela juga bilang tak punya waktu karena jadwal pemotretan yang sangat padat itu. Anand memasuki rumah dengan tangan yang memijit kepalanya pelan, jika di ingat-ingat lagi, pertemuannya dengan Angela tadi pagi menjadi pertemuan ke tiga setelah pernikannya. Anand ingat, Angela tak pernah menghubunginya dalam sebulan lebih saat dirinya tengah berjuang untuk mendapatkan hati Citra saat itu. Setelah meminum air dingin dari dapur, Citra menatap ke arah suara tv yang menyala cukup keras. Citra yang melihat suaminya merokok di dalam rumah hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. Jujur saja Citra ingin menegur, tapi dirinya sadar tidak memiliki kuasa apa-apa di rumah ini. Ini pun dirinya numpang berkedok pernikahan. Citra berjalan ke arah kamar putrinya dan tersenyum tipis saat melihat putrinya yang terlihat baru bangun tidur. "Ara sudah bangun?" tanya Citra pelan yang langsung saja membuat Ara menoleh dan tersenyum ke arah mamanya yang juga menatap penuh kasih sayang ke arahnya. "Aku pikir mama ke mana, biasanya saat Ara bangun mama ada di kamar Ara." kata Ara yang tentu saja terdengar menggemaskan untuk Citra. "Mama cuma ambil minum tadi, lagian mana mungkin mama ninggalin kamu sendirian." balas Citra seraya duduk di ranjang putrinya. Ara pun langsung memeluk perut mamanya dengan erat. "Papa nyebelin ya ma?" tanya Ara pelan. Citra yang mendengarnya tentu saja terdiam dan sedikit tegang. "Meskipun Ara nggak tahu apa yang sudah membuat mama marah, tapi bisakah Ara minta sama mama untuk maafin papa? papa meskipun kadang berbuat jahat, dia sebenarnya sangat baik." lanjut Ara lagi yang langsung saja membuat Citra tersenyum tipis dan membalas pelukan putrinya. "Benarkah? sebenarnya mama nggak marah sama papa, papa juga nggak but jahat sama mama kok." Balas Citra dengan senyuman lebarnya, menutupi rasa tak karuan yang sudah bertumpuk di dalam hatinya. "Iya, sebenarnya papa pernah mengalami kecelakaan dan mengakibatkan di rawat di rumah sakit. Lama sekali. Dulu papa juga sangat suka ikan, tapi setelah kecelakaan itu, papa jadi nggak bisa makan ikan, papa juga jarang sekali makan telur." kata Ara bercerita. "Papa pernah kecelakaan? apakah sangat parah?" Tanya Citra karena penasaran. Bagaimanapun juga, dirinya masihlah manusia, dirinya juga seorang wanita yang susah untuk melepaskan cintanya meskipun sudah di sakiti dengan sangat dalam. "Ara nggak tahu, tapi papa baru pulang setelah di rawat dua bulan di rumah sakit, papa juga pakai kursi roda setelah itu." jawab Ara mengingat-ingat lagi musibah yang pernah menimpa papanya itu. "Mama tahu, nanti mama akan memperlakukan papa dengan baik, maafin mama ya karena udah buat Ara jadi kepikiran masalah mama sama papa." kata Citra dengan pelan. Setelah itu, Citra benar-benar ingin memperlakukan suaminya dengan baik. Setidaknya dengan begitu dirinya tak akan pernah menyesal jika nanti tiba waktunya dirinya pergi meninggalkan suami yang sudah berhasil mengambil hatinya itu. Jam lima sore Ara sudah berdandan rapi dengan pakaian bagusnya, Citra juga sudah mengganti bajunya. Sore ini Citra berniat untuk belanja untuk keperluan dapur, Ara pun setuju dan segera memberitahu papanya tanpa berunding dulu dengan Citra yang mulanya ingin pergi sendiri. Citra keluar dari kamar dan menatap ke arah putrinya dan juga suaminya dengan diam. Tentu saja Citra terkejut saat melihat suaminya yang sudah rapi dengan baju santainya. "Berangkat sekarang?" tanya Anand pelan seraya menatap ke arah istrinya. "Iya kan ma? papa ayo gendong Ara." balas Ara dengan sangat antusias. "Akhirnya Ara bisa jalan-jalan keluar dengan mama dan papa Ara, Ara benar-benar sedih karena dulu hanya bisa jalan-jalan dengan papa dan tak punya mama. Tapi sekarang Ara punya mama yang cantik dan hebat, jadi Ara juga harus pamer." kata berisik yang di ucapkan oleh Ara membuat Citra terdiam. Sedangkan suaminya sendiri terus menanggapi ocehan lucu dari putrinya yang terlihat sangat antusias itu. "Mama nanti kita makan malam di luar ya? mama harus temanin Ara main-main di mall juga nanti." kata Ara seraya menoleh ke belakang dan menatap ke arah mamanya yang berjalan dengan lambat itu. Citra yang tak tahu harus menjawab apa pun langsung saja mengangguk pelan dan setuju pada putrinya itu. Citra tak ingin menghancurkan kebahagiaan putri kecilnya. tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN