Setelah mengambil bekal untuk Ara yang tadi ia tinggalkan di dapur, Citra pun kembali dan menatap ke arah suaminya yang masih duduk di meja makan dan terlihat sedikit melamun. Citra tak ingin menyapanya dan tak ingin tahu apa yang dipikirkan oleh suaminya itu, yang Citra lakukan saat ini adalah berjalan ke arah kursi Ara dan memasukkan bekal Ara ke dalam tas milik putrinya yang tertinggal itu.
"Kamu beneran mau kerja?" Tanya Anand yang langsung saja membuat Citra menoleh dan menatap ke arah suaminya yang terkenal benar-benar menunggu jawabannya itu.
"Aku sudah diterima kerja, Minggu depan mulai bekerja." Jawab Citra tanpa sedikitpun ragu.
Citra tahu, dirinya tak bisa bergantung pada laki-laki yang bahkan tak mencintainya itu. Cukup sekali saja Citra bodoh dan tetep mencintai laki-laki yang hanya memanfaatkan dirinya itu.
"Kita kan udah sepakat untuk berteman," kata Anand lagi.
"Iya, tapi aku benar-benar nggak bisa bergantung pada kamu mas." Jawab Citra lagi seraya meletakkan tas milik Ara ke atas meja.
"Nanti kalau keluar, aku nitip tas milik Ara." Kata Citra lagi seraya menatap ke arah suaminya yang terdiam dan menatapnya tajam itu.
"Kamu mau ke mana?" Tanya Anand lagi.
"Aku mau mandi mas," jawab Citra dengan suara pelan dan sedikit frustasi.
"Kamu belum mandi?" Tanya Anand dengan raut wajah yang terkejut.
Citra tersenyum mengejek dan kesal pada suaminya itu.
"Aku belum mandi, jadi aku mau mandi dulu." Jawab Citra lagi karena kesal.
"Benar-benar belum mandi?" Tanya Anand lagi, seolah-olah tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh istrinya itu.
"Demi Tuhan, aku bahkan belum sempat mencuci wajahku. Sekarang aku mau mandi, jadi berhenti mengganggu, lebih baik kamu berangkat sama Ara." Balas Citra kesal dan meninggalkan suaminya yang masih duduk di meja makan.
Anand yang mendengarnya tentu saja langsung tersenyum tipis dan menatap kepergian istrinya dengan sedikit lucu.
Anand mengambil ponselnya dan mencari nama Angela yang ada di kontaknya, tiba-tiba saja dirinya rindu pada wanita pujaannya itu.
"Apa hari ini sibuk?"
Pesan yang baru saja Anand tulis di layar ponselnya ia kirimkan begitu saja tanpa perasaan ragu sedikitpun. Bagaimanapun juga Anand bisa berbuat baik pada banyak orang, tapi dirinya akan lebih baik lagi pada orang yang ia sayangi.
Anand berdiri dan berjalan ke depan, mencari keberadaan putrinya yang tengah asik menonton tv yang menampilkan wajah-wajah kartun kesukaan putrinya itu.
"Mau berangkat sekarang?" Tanya Anand pelan seraya menghampiri putrinya dan memberikan tas milik putrinya itu.
"Sekarang? Mama mana?" Tanya Ara balik seraya menoleh ke sana ke mari untuk mencari keberadaan mamanya.
"Mama baru saja pergi mandi, jadi nggak bisa ngantar kamu sampai depan." Jawab Anand yang langsung saja membuat Ara menarik lengan ayahnya untuk melihat jam tangan yang melingkar manis di lengan ayahnya itu.
"Satu, dua, tiga, .... "
Ara mulai berhitung untuk mengetahui pukul berapa saat ini.
"Baru jam tujuh, tunggu mama sebentar ya pah?" Kata Ara yang langsung saja membuat Anand melotot dan menatap ke arah putrinya karena terkejut.
"Ara udah bisa baca waktu?" Tanya Anand pelan.
"Masih belajar pah, saat mau tidur mama selalu ngajarin Ara sambil lihatin jam dinding yang ada di kamar Ara." Jawab Ara dengan bangga.
"Mama bilang, Ara harus bisa membaca waktu, agar nanti tidak telat ke sekolahnya. Mama juga ngajarin Ara untuk tidur tepat waktu biar kepala Ara nggak sakit." Lanjut Ara bercerita dengan antusias.
Anand yang mendengarnya tentu saja tersenyum tipis, dirinya memang tak salah memilihkan ibu untuk putrinya itu. Semoga saja saat waktunya tiba, Angela pun mampu mengajari hal yang lebih baik lagi pada putri kesayangannya itu.
"Jadi papa harus berterima kasih sama mama karena mama udah ngajarin Ara banyak hal?" Tanya Anand pelan.
Ara terdiam cukup lama dan menatap ke arah papanya dengan pandangan mata yang cukup dalam.
"Mama bilang, mama suka mengajari Ara karena mama juga sering ngajarin Gibran banyak hal." Kata Ara yang langsung saja membuat Anand terdiam saat mendengarnya.
Sudah sepuluh menit Ara dan Anand menunggu Citra untuk keluar dan mengantarkan keduanya pergi. Tapi bahkan batang hidungnya pun tak terlihat sama sekali.
"Papa lihat mama dulu ya, kamu tunggu sini." Kata Anand yang langsung saja membuat Ara mengangguk pelan dan kembali fokus pada tv yang ada di depannya.
Anand membuka pintu kamarnya dengan pelan dan perlahan. Saat pintu terbuka, Anand melihat istrinya yang tengah ada di meja rias dan mengeringkan rambutnya yang terlihat basah.
"Apakah masih lama? Ara bilang mau nunggu kamu sebelum berangkat." Tanya Anand yang langsung saja membuat Citra menoleh dan sedikit terkejut karena mendengar suara suaminya itu.
"Sudah selesai kok. Hari ini aku ada sedikit urusan di tempat kerjaku." Jawab Citra yang langsung saja berdiri dan mengambil ikat rambutnya.
"Mau berangkat bareng?" Tanya Anand seraya melihat ke arah istrinya yang tengah mengikat rambutnya ke atas.
"Nggak usah, aku berangkatnya masih nanti. Masih mampir-mampir juga." Jawab Citra seraya tersenyum dan berjalan ke arah pintu.
"Ayo, nanti Ara telat." Kata Citra berlalu meninggalkan suaminya yang lagi-lagi bergerak sangat lambat.
"Mama, kenapa lama?" Panggil Ara saat melihat mamanya berjalan untuk menghampirinya.
"Maafkan mama ya sayang, ayo Mama antar sampai depan. Jangan lupa untuk makan bekalnya ya nanti, jangan banyak jajan makanan ringan. Masakan mama lebih enak dan higienis." Kata Citra mengingatkan putrinya itu.
"Siap mama, mama hari ini cantik. Mau ke mana?" Balas Ara sembari bertanya pada mamanya itu.
"Ke mana ya? Rahasia dong, nanti Ara ikut lagi kalau tahu." Jawab Citra yang langsung saja membuat Ara pura-pura merajuk dan menghentakkan kakinya di atas lantai dengan kesal.
Anand yang berjalan di belakang mereka hanya tersenyum kecil, tiba-tiba saja dirinya sangat penasaran dengan apa yang akan dilakukan istrinya nanti. Apakah istrinya akan bertemu dengan laki-laki yang di sukainya? Atau ada hal lainnya? Pertanyaan-pertanyaan itu benar-benar memenuhi pikiran Anand dan membuatnya sedikit tak sabar untuk mengikuti kepergian istrinya itu.
"Sekarang Ara berangkat ya, hati-hati di jalan." Kata Citra seraya duduk berjongkok di depan putrinya dan membantu putrinya untuk merapikan pakaiannya.
"Siap mama, Ara pasti jadi anak pintar." Balas Ara yang tentu saja membuat Citra bangga saat mendengarnya.
"Cium mama dulu." Kata Citra seraya menunjuk pipi kanannya.
Ara pun bergerak maju dan mencium pipi kanan kiri mamanya bergantian dengan sangat antusias.
"Ara berangkat ya mah, mama hati-hati di rumah." Pamit Ara seraya melambaikan tangannya ke arah Citra.
Citra pun tersenyum lebar dan membalas lambaian tangan putrinya dengan semangat.
"Aku berangkat." Kata Anand yang langsung saja membuat Citra menoleh dan sedikit memudarkan senyumannya.
"Hati-hati di jalan." Balas Citra seraya kembali menatap ke arah putrinya yang sudah masuk ke dalam mobil.
Anand pun langsung melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.
Citra tersenyum tipis dan menundukkan kepalanya. Dalam hati Citra benar-benar mewanti-wanti perasannya agar tak jatuh terlalu dalam pada rasa cintanya yang salah itu.
Setelah melihat kepergian Ara dan suaminya, Citra pun kembali masuk ke dalam rumah dan berjalan ke arah meja makan untuk membereskan sisa makanan tadi pagi.
"Bik Mar, sarapan dulu." Kata Citra saat melihat bik Mar ada di meja makan.
"Sudah mbak, tadi di belakang." Jawab Bik Mar yang langsung saja membuat Citra sedikit merasa bersalah karena tadi lupa mengajak bik Mar untuk makan bersama.
"Pak Anand makannya jadi banyak ya mbak?" Tanya Bik Mar yang langsung saja membuat Citra menoleh dan mengangguk pelan.
"Nggak tahu bik, sebelumnya aku juga nggak tahu berapa porsi makan mas Anand." Jawab Citra pelan.
"Mbak Citra benar-benar pinter banget jawabnya. Udah sana mbak Citra siap-siap, katanya mau pergi, biar ini saya yang bereskan." Kata Bik Mar yang langsung saja membuat Citra menatap ke arah Bik Mar cukup lama.
"Mohon bantuannya ya bik, saya permisi dulu." Kata Citra seraya meninggalkan meja makan dan memasrahkan semuanya pada bik Mar.
Bik Mar pun menatap kepergian Citra dengan ekspresi yang terlihat datar.
Citra masuk ke dalam kamar, mengambil tas dan juga ponselnya yang tadi ia letakkan di atas meja rias setelah mengirimkan pesan pada teman kerjanya tadi.
Setelah selesai berpakaian yang sedikit sopan, Citra pun berpamitan pada bik Mar dan pergi ke tempat kerjanya dengan menggunakan taksi yang sudah ia pesan lewat online.
Sesampainya di restoran, Citra pun masuk dan menyapa teman-teman barunya yang terlihat ramah padanya.
"Sudah di tungguin Pak Liam di dalam mbak." Kata salah satu teman Citra yang tengah membersihkan meja.
"Iya mbak, tadi udah di kasih tahu sama mas Bambang, katanya pak Liam mau mengajak belanja untuk keperluan dapur." Jawab Citra yang langsung saja membuat teman Citra terdiam dan mengangguk dengan cepat.
Bagi Anis, dengan kedatangan Citra di dapur, benar-benar sangat menolongnya. Bagaimana tidak? Dirinya sering sekali disuruh untuk beli ini itu, padahal gajinya sama saja dengan yang lainnya, benar-benar menyebalkan. Berbeda dengan Citra yang selalu melakukan apapun sendirian saat percobaan kemarin.
Citra mengetuk pintu ruangan pak Liam dengan pelan, hingga suara pak Liam yang menyahuti membuat Citra membuka pintunya dengan pelan.
Pak Liam, adalah seorang duda tanpa anak. Dengar-dengar, dia ditinggal istrinya saat mereka baru menikah selama satu Minggu. Selain itu, pak Liam juga terlihat sedikit lebih dewasa dari umurnya. Umur pak Liam saat ini sudah menginjak 33 tahun dan dengar-dengar pak Liam juga tak ingin menikah lagi karena dia sangat mencintai almarhum istrinya itu.
"Selamat pagi pak, maaf saya terlambat datang." Sapa Citra seraya sedikit menundukkan badannya untuk memberi salam.
"Ah tidak, justru saya yang minta maaf karena harus panggil kamu, padahal kamu belum mulai masuk kerja." Balas Pak Liam dengan sangat ramah.
"Tidak apa-apa pak." Kata Citra lagi seraya tersenyum tipis.
"Kalau gitu, kita langsung pada intinya aja kan? Atau kamu mau istirahat dulu?" Tanya pak Liam yang langsung saja membuat Citra menatap ke arah pak Liam cukup lama.
"Langsung saja pak, takutnya nanti saya kesiangan dan nggak sempat buatin makan siang untuk putri saya." Jawab Citra yang langsung saja membuat Pak Liam tersenyum saat mendengarnya.
Kemarin saat mengenalkan dirinya, Citra juga bilang kalau dirinya sudah menikah dan juga memiliki seorang putri. Banyak juga teman-temannya yang bertanya, kenapa suaminya membiarkan dirinya untuk bekerja, tapi Citra memilih untuk menjawabnya dengan senyum tipis dan mengatakan jika dirinyalah yang menginginkan itu semua.
Citra juga mengatakan jika dirinya adalah seorang mahasiswi, untuk jaga-jaga saat dirinya memiliki banyak tugas dan bisa mengajukan cuti untuk mengerjakan tugasnya.
Setelah membuat daftar belanjaan yang dikatakan oleh Mita, salah satu koki yang ada di restoran itu, Citra pun langsung saja berjalan ke luar restoran dan menghampiri mobil pak Liam.
"Maaf pak," kata Citra sedikit tak enak karena harus duduk di depan dan di samping pak Liam.
"Santai saja, nggak ada yang marah kok." Jawab Pak Liam yang langsung saja membuat Citra tersenyum tipis dan sedikit tak enak saat mendengarnya.
Mobil pun melaju ke pusat perbelanjaan yang cukup lengkap dan besar di kota itu. Selama perjalanan, tak ada suara ataupun perbincangan yang dilakukan oleh Citra maupun pak Liam. Keduanya hanya diam dan fokus pada jalanan yang cukup padat hari ini.
Citra turun dengan cepat saat mobil telah berhenti dan sudah terparkir rapi. Tak lupa, Citra juga mengeluarkan daftar belanjaannya yang tadi ia simpan di dalam tas.
"Pak Liam mau nunggu di sini?" Tanya Citra yang langsung saja membuat Pak Liam yang sudah turun itu sedikit terkejut saat mendengarnya.
"Kan saya yang bayar." Kata pak Liam mengingatkan.
"Ah iya, saya lupa. Maafkan saya, sepertinya saya sedikit gugup." Kata Citra lagi yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Pak Liam.
"Yaudah ayo masuk ke dalam." Ajak pak Liam yang langsung saja di jawabi anggukan oleh Citra.
Pak Liam dan Citra berjalan dengan langkah pelan, sedari tadi Citra berdiri di belakang pak Liam dengan menurut, karena bagaimanapun juga Citra tak cukup kenal dengan pusat perbelanjaan yang ia kunjungi saat ini.
"Biasanya mereka belanja di sini, tiga hari sekali kita akan belanja untuk menjamin bahan-bahan yang bagus, tentu saja kita juga langsung membuang sayuran yang tak layak pakai." Kata Pak Liam menjelaskan, Citra sendiri hanya mendengarkan dan terus mengikuti langkah bos barunya itu.
"Kamu ambil apa aja yang ada di daftar, aku tunggu di samping kasir." Kata pak Liam yang langsung saja di jawabi anggukan oleh Citra.
Citra pun mengambil semua belanjaan yang di butuhkan, mulia sayuran, ikan bahkan daging yang juga tercatat di catatan belanjaannya itu.
Hampir tiga puluh menit Citra habiskan untuk berkeliling sekitar dan mengambil semua belanjaan yang diperlukan.
Citra berjalan ke arah kasir dengan membawa troli yang terisi penuh dengan belanjaan yang tadi ia ambil.
Pak Liam yang melihat Citra sudah kembalikan pun langsung berdiri dan membantu Citra untuk meletakkan semua belanjaan itu dia atas meja kasih.
"Lebih cepat dari biasanya, kamu sudah terbiasa belanja?" Tanya Pak Liam yang langsung saja membuat Citra mengangguk pelan.
"Sudah terbiasa pak, dulu saya sering masak untuk majikan saya." Jawab Citra dengan jujur.
"Oh, kita bertemu di sini."
Suara yang cukup asing dan tak asing membuat Citra menoleh dan menatap ke arah seorang wanita dan laki-laki yang tengah berjalan menghampirinya dengan lengan laki-laki yang di gandeng erat oleh sang wanita.
"Teman kamu?" Tanya Pak Liam yang langsung saja membuat Citra menoleh ke arah bos barunya dan tersenyum tipis.
"Citra, Hallo." Sapa Angela yang langsung saja membuat Citra menoleh dan tersenyum tipis ke arah Angela dan suaminya yang datang dengan bergandengan tangan.
"Hallo, kalian belanja juga?" Sapa Citra sembari bertanya dengan suara yang sedikit canggung.
"Sayang, kamu nggak nyapa dia?" Tanya Angela pada Anand.
Citra yang melihatnya pun langsung menoleh ke arah bosnya dengan sedikit canggung dan merasa bersalah.
"Kamu belanja?" Suara Anand akhirnya terdengar.
"Iya, dia pemilik restoran yang aku ikuti." Jawab Citra dengan pelan dan menjelaskan.
Tak tahu kenapa Citra menjelaskan, jelas-jelas suaminya pun tak akan peduli tentang apapun yang terjadi pada dirinya.
"Sana mengobrol dulu, biar saya yang bayar ini nanti." Kata pak Liam yang langsung saja membuat Citra menoleh ke arah bosnya dengan cepat.
"Nggak perlu pak." Balas Citra cepat.
"Kalian mau belanja kan? Aku sibuk dulu ya." Kata Citra pada Angela dan Anand dengan cepat.
Angela yang mulanya ingin membuka suaranya pun tak jadi karena Anand sudah menariknya terlebih dahulu untuk pergi dan menjauh dari tempat Citra berada.
Citra menundukkan kepalanya dan menatap ke arah sepatunya dengan mata yang berkaca-kaca. Apa yang harus ia lakukan nanti saat sampai di rumah dan bertemu suaminya?
Tbc