___
Selamat membaca.
___
Semua orang mungkin tidak akan pernah lagi mengungkit masa lalunya yang kelam, pun, aku juga ingin begitu, tapi, saat kamu mencoba untuk menjelaskan masa lalumu yang menyakitkan itu kepada orang lain, berarti kamu sudah sangat mencintai orang itu, kamu sudah sangat menaruh harap dengan orang itu, dan aku harap, suatu saat, saat aku mengatakan seluruh lukaku padamu, kamu tidak akan pernah meninggalkanku, sama seperti orang-orang sebelum kamu.
___
Shayna menghela npasnya saat perempuan itu masih berada di atas kudanya dengan pergerakan-pergerakan kecil, karena pikiran jeleknya tadi, pada akhirnya Shayna memilih untuk menggerakan kudanya dengan pelan saja, tanpa harus melewati rintangan-rintangan yang ada di depannya, dan beberapa saat tadi Shayna memang cukup mendengar kabar bahwa ada turnamen berkuda yang setiap tahunnya memang terlaksana, dan tahun kemarin memang Kak Dikta yang memenangkan perlombaan itu akan kembali dimulai, dan Shayna juga mendengar bahwa dirinya akan menjadi salah satu kandidat yang mengikuti perlombaan itu.
“Girl, come on,” panggil Dikta, laki-laki itu melambaikan tangannya, mengambil alih estitansi Shayna untuk menatapnya, perempuan itu kembali terlihat melamun, Dikta memang tidak lama mengenal Shayna, tapi, ia tahu Shanya perempuan yang dahulu terlihat selalu ceria itu kini berubah, Shayna selalu saja terlihat murung dan suka melamun, jelas, Dikta tahu sendiri apa yang menyebabkan hal itu, yaitu teman dari ayahnya, ya, Pak Aldino, ayah dari Shayna.
Shayna melebarkan senyumnya saat matanya menangkap lambaian tangan dari Kak Dikta, jujur saja, Kak Dikta adalah satu-satunya orang yang pada akhirnya menemaninya saat-saat seperti ini, Kak Dikta adalah laki-laki yang akhirnya dipercaya oleh Aldino untuk menemani Shayna saat ini, karena memang orangtua Shayna dan Kak Dikta saling kenal. Pada akhrinya Shayna hanya diperbolehkan untuk bersama atau berteman dengan Kak Dikta.
Jadi, jangan heran kalau pada akhirnya Kak Dikta akan bersama dengan Shayna terus menrus, karena kalau tidak bersama dengan Kak Dikta, Shana bingung harus bersama dengan siapa lagi dirinya, terlebih dirinya tidak bisa sendiri, dan Aldino juga tidak akan mempercayai dirinya lagi, ya ayahnya selalu ingin Shayna berada dalam pengawasan Dikta, orang yang saat ini dipercayanya.
Shayna hanya tersenyum dan mengangguk setelah melihat Kak Dikta memanggilnya, perempuan itu kembali memasukan kudanya ke dalam kandang, ia juga sudah merasa cukup untuk berlatih hari ini, setelah meletakan kuda berwarna putih itu, Shayna keluar dengan atribut kesayangannya, berniat untuk ia simpan di lokernya.
Seluruh pergerakan Shayna sama sekai tidak luput dari tatapan Reevin dan Banjar, bahkan saat Shayna berjalan mengarah Dikta dengan senyuman yang mengembang pun laki-laki itu masih melihat dengan jelas, yang jujur saja membjuat api cemburu di hatinya tersulut dengan cepat.
“Reevin jangan cemburu, cemburu, nanti cepat tua,” senandung Banjar dengan meledek Reevin yang tatapannya menuju mantan kekasihnya itu.
Reeving ingin membalas, tapi melihat bagaimana senyum Shayna yang tercetak dengan jelas di wajahnya itu membuat Reevin merasa bahwa ia benar-benar harus cemburu dengan laki-laki yang bisa membuat senyum itu kembali mengembang, karena kita tahu sendiri akhir-akhir Shayna yang ada di depannya bukan Shayna yang sesungguhnya, bukan Shayna yang biasa ia kenal, tapi, di satu sisi dirinya memang merasa bahagia bahwa Shayna pada akhirnya bisa tersenyum dengan manis, tapi, di sisi lainnya jelas Reevin sedih bahwa yang membuat senyum itu tercetak dengan jelas di bibir Shayna bukan karena dirinya, tapi karena laki-laki lain.
Estitensi Reevin dan Banjar beralih dari pergerakan-pergerakan yang dilakukan oleh Shayna dan juga Dikta, laki-laki itu mendengar suara ibunya, ini sudah cukup sore, dan hanya tersisa kegiatan tambahan di sekolah, sekolah jadinya tidak terlalu ketat lagi, tapi tetap, Avita masuk harus dengan izin guru yang masih berjaga. “Loh, Mah, ada di sini?” sapa Reevin.
Banjar tersenyum dan ikut menyalami ibu dari temannya itu, Banjar juga sudah mulai mengorek beberapa informasi dari orangtuanya, ia juga mendengar cerita-cerita yang dikatakan oleh orangtuanya, dan orangtua Banjar juga mengatakan bahwa memang percintaan Reevin dan Shayna memang akan sulit, Banjar juga mengatakan hal itu pada Reevin, mengatakan apa yang dikatakan orangtuanya.
Jelas saja tanggapan Reevin adalah mengangguk, ia juga sudah dijelaskan oleh Avita tentang cerita cintanya yang nyatanya akan rumit itu, sekarang, Reevin kembali pada kesadarannya untuk berbincang dan bertanya kenapa ibunya itu bisa berada di depannya saat ini.
“Mamah kan mau ngajak Shayna buat makan bareng, kamu udah bilang belum?” tanya Avita, ya, Avita pikir ia harus memulai untuk mendekati anak perempuan itu lebih dahulu, dirinya juga ingin mencoba untuk menyatukan anaknya itu dengan Shayna, karena ia pikir ini adalah jalan satu-satunya mereka untuk bisa berbaikan dengan keluarga Aldino dan Sylena.
Jujur saja, Avita juga sudah berbicara dengan suaminya tentang langkah apa yang harusnya mereka ambil, ini sebenarnya bukan hanya karena cinta monyet antara Reevin dan juga Shayna, tapi juga tentang dendam dan masalah mereka yang sejak dahulu tidak pernah diselesaikan, mereka harusnya menyudahi ini semua, mereka harus menyelesaikan ini semua, karena jujur saja Avita sama sekali tidak ingin dendam dan masalah ini akan turun hingga ke cucu cicitnya nantinya, iya, sampai tujuh turunan, ia sungguh tidak bisa membayangkan hal itu terjadi.
“Belum Mah, dia baru selesai latihan,” jawab Reevin sambil kembali mengalihakan pandangannya kepada Shayna yang saat ini masih bersama dengan Dikta ternyata.
Dikta mengambil helm milik Shayna, helm itu akan ditaruh Shayna di lokernya nantinya, "eh pegang dulu, ini coba lihat,” ucap Dikta menyerahkan helm itu pada Shayna, ia juga saat ini menunjukan jepit rambut yang memang sengaja ia beli untuk Shayna, “karena rambut lo sekarang pendek, gue beliin jepit rambut aja,” ucap Dikta lagi, memasangkan jepit rambut itu pada rambut Shayna yang terurai dengan indah itu.
Shayna hanya diam menuruti apa yang dikatakan oleh kak Dikta untuk memegang helmnya, perempuan itu kini mengarahkan matanya saat tiga pasang langkah kaki semakin mendekat karahnya, saat Dikta terasa sudah selesai memasang jepitan rambutnya, pada akhirnya Shayna mendongkak, melihat seseorang, tidak, maksudnya melihat dua orang yang cukup ia rindukan itu ada di depan matanya. Kesadaran Shayna kini kembali, ia jadi menoleh pada Dikta, “makasih Kak,” ucap Shayna sambil meraba kepalanya yang kini sudah disematkan jepit rambut itu.
Dikta tidak buta, ia bisa melihat bahwa saat ini ada Reevin, Banjar dan juga seorang ibu-ibu yang kini tengah menatapnya, lebih tepatnya mungkin menatap perempuan yang ada di depannya.
“Ayo kak,” ajak Shayna, ia melankahkan kakinya agar bisa lebih cepat pergi dari tempat itu tanpa menyapa tiga orang yang ada di depannya itu.
Kata siapa putus hubungan dengan Reevin serta seolah tidak ada memiliki perasaan lagi, dan berpura-pura dirinya baik-baik saja itu mengenakan? Bahkan jujur, ia begitu kesal saat Sadira mengatakan bahwa dirinya adalah perempuan tidak tahu diri karena telah menyianyiakan kakaknya, walau ya, dirinya mengakui bahwa dirinya memang perempuan tidak tahu diri karena dirinya sama sekali tidak mau berbagi masalah apa yang sebenarnya tengah ia hadapi saat ini kepada semua orang agar semua orang tahu alasan apa yang membuat Shayna seperti ini, tapi, pergi meninggalkan Reevin adalah jalan terbaik untuk Shayna tidak memperkeruh masalah dikeluagarnya saat ini.
Melihat langkah kaki Shayna yang dengan cepat ingin pergi itu membuat Reevin menahan tangan perempuan itu yang juga dengan cepat ditepis oleh Shayna, “ah sorry, Shay,” ucap Reevin disertai dengan senyum manisnya, berharap bahwa Shayna bisa mendengarkannya lebih dahulu, karena sebelum ini dirinya juga diajari Avita untuk sedikit lebih sabar dalam menghadapi Shayna karena kata Avita kalau Shayna dan Reevin sama-sama keras bagaimana hubungan itu akan kembali baik? Dan bagaimana mereka bisa tahu apa penyebab sesungguhnya serta solusi apa yang tepat dalam hubungan mereka ini?
Tatapan mata Shayna telihat sangat malas, ia juga kembali menghentikan langkah kakinya karena pergerakan yang baru saja Reevin berikan padanya.
“Shay kenalin ini ibu gue,” ucap Reevin lagi, “ini ibu gue mau bicara,” lanjutnya.
Perhatian Shayna kini mulai teralih pada seorang ibu-ibu yang berdiri di samping Reevin itu, kalau ibu ini adalah ibunya Reevin, yang berai ibu itu juga ibunya Sadira bukan? “sorry, enggak ada waktu,” ucap Shayna menolak, jelas, Shayna saat ini tengah tidak ingin membuat masalah apa pun, ia sama sekali tidak ingin berhubungan dengan keluarga Reevin lagi, apa pun bentuknya, karena sungguh ia tidak ingin membuat ayahnya kembali marah.
Ayahnya memiliki dendam pada keluaga Reevin, lebih tepatnya adalah ayahnya Reevin, Pak Sandy, Shayna tahu itu semua dari Tante Annisa, ya, ibunya Banjar, beberapa waktu lalu saat Shayna pulang ke rumahnya yang bertetangga dengan rumah Banjar ia bertemu dengan tante Annisa, dirinya memang cukup dekat dengan Tante Annisa, tapi ia baru-baru saja dengat dengan Banjar karena tidak diperbolehkan oleh ayahnya berteman dengan Banjar lagi.
Flash back on.
“Iya Tan, Mamah sama Papah sering banget berantem sekarang, sebut-sebut nama Om Sandy, ayahnya Reevin,” ucap Shayna pada akhirnya, ya, tadi Tante Annisa melihat luka lebam yang ada di kakinya yang kebetulan Shayna hari ini tidak memakai pakaian yang panjang, ia pikir luka lebam yang berada di bagian belakang kakinya itu sudah menghilang atau samar, nyatanya kulit putihnya itu tidak dengan mudah menyembunyikan bekas lukanya.
“Maksud kamu Shay?” ucap Tante Annisa, ya, beberapa waktu ini Banjar memang gencar membawa temannya, Reevin untuk meminta Annisa atau suaminya menceritakan bagaimana kisah Sylena dan juga Sandy dimasa lalu, karena kata Reevin saat dirinya membawa ayahnya untuk berkenalan dengan keluarga Shayna, dirinya malah langsung dihindari oleh Shayna, karena tidak mungkin sekali hal itu terjadi tanpa adanya alasan dibalik pertemuan orangtuanya malam itu.
Pada akhirnya Annisa mulai menceritakan kehidupan dirinya dimasa SMA dulu, dirinya, Sylena, Sandy, dan suaminya adalah teman semasa SMA, sahabat karib, dan Aldino aadalah adik kelas mereka, pada akhirnya Annisa tidak menutupi tentang kisah Sylena, Sandy dan Aldino yang ia tahu, ia mulia menebak bahwa Aldino memang tidak akan rela kalau anaknya berpacaran dengan anak Sandy, bahkan saat status Reevin adalah anak angkat sekaligus.
Dihari itu juga Revin menyadari bahwa sumber masalah ini karena dirinya memang anak dari seorang Sandy Adiatma, dan karena itu juga Reevin berniat untuk meluruskan masalah ini, ia sungguh ingin memperjuangkan cintanya, memperjuangkan kisahnya, memperjuangkan apa yang seharasnya diinginkannya.
Shayna adalah anak yang baik, cantik, Shayna juga memiliki hati yang tulus, dan tidak bisa rasanya Reevin haruas mengalah dengan keadaan ini, Reevin benar-beanr berniat untuk mendapatkan Shayna lagi, harus.
“Orangtua Shayna berantem Tan, dan sekarang kami memang lagi pindah rumah karena kemauan papah, papah juga bilang aku enggak boleh berteman sama siapa pun selain sama Kak Dikta, maksudnya aku enggak boleh dekat dengan cowok mana pun, berteman sih boleh aja, tapi aku benaran enggak bisa berteman sama Banjar, bahkan untuk menyapa Reevin saja aku takut Tan. Reevin anaknya Om Sandy, dan itu yang jadi bikin papah marah dan enggak memperbolehkan aku buat dekat dengan dia lagi,” ceirta Shayna dengan panjang lebar tanpa ada yang ia tutupi saat ini, ya, dirinya rasanya sudah tidak tahu lagi untuk menceritakan hal ini kepada siapa, Dikta? Ya, Dikta tahu tentang hal ini, tapi apa orang yang seusia dengan dirinya bisa memecahkan masalah ini? Rasanya Shayna tidak yakin bahwa ia dan bantuan yang Dikta berikan bisa memberikan mereka jalan keluar, rasanya kalau ia bersama dengan Dikta saja ia hanya bisa menghindari masalah yang akan membesar, bukan membuat masalah itu terpecahkan.
Shayna juga sadar bahwa dirinya tidak bisa melakukan apa pun, dirinya hanya seorang siswi kelas sebelas, dirinya juga masih bergantung pada orangtuanya, jadi dirinya tidak bisa melakukan apa pun selain mengikuti apa yang dikatakan oleh ayahnya, tapi, saat tante Annisa menawarkan telingannya untuk Shayna, Shayna benar-benar memanfaatkan itu semua, Shayna tidak ingin membuang kesempatan kalau ada orang yang ingin memahami dirinya itu.
Shayna harap hal ini benar-benar bisa terselesaikan, dirinya juga rasanya tidak tahan lagi untuk mendengar pertengkaran-pertengkaran ayah dan ibunya, kini, ibunya juga mulai melawan ayahnya, yang biasanya durasi bertengkar keluarganya hanya lima belas menit, kini pertengkaran itu mulai memanjang sampai tiga puluh menit.
“Shayna, mau Tante bantu apa? Tante bisa bicara sama orangtua Shayna,” tawar Annisa, mencoba untuk membantu anak dari sahabatnya itu, karena bagaimana pun Sylena adalah sahabatnya, ia juga merasa sakit hati saat mendengar ceirta dari Shayna tentang keluarga perempuan itu, tentang apa yang dilakukan oleh ayah dan ibunya, ya, Annisa memang tidak hanya menyalahkan Aldino saja di sini, karena kata Shayna, ibunya juga membalas apa yang dikatakan dan dilakukan oleh ayahnya, tapi Annisa juga bergitu paham Sylena orangnya bagaimana, apalagi Sylena yang ia tahu adalah sangat teguh pendirian, ia jelas tidak mungkin terjajah, Sylena pasti akan membalas apa yang dilakukan orang lain padanya, bahkan itu adalah suaminya sendiri.
“Tan, bisa bantu Shayna, buat bilang ke Banjar, untuk Reevin enggak usah ganggu aku lagi?” tanya Shayna dengan air mata yang benar-beanr akan jatuh dari tempatnya.
Flashback off.
“Hallo Shayna, ini tante Avita, ibunya Reevin, bisa kita makan-makan Shayna? Tante mau ngajak Shayna sama temannya buat makan bareng,” ajak Avita saat melihat anak perempuan kesayangan anak laki-lakinya itu melamun.
Shayna yang teringat pembicaraan bersma adengan ibunya Banjar terkesima saat merasakan tangannya disentuh oleh ibu Reevin itu, ia pun dengan cepat menyingkirkan tangannya dari perempuan dewasa itu, ia hanya menggeleng, menolak atas ajakan dari ibu mantan kekasihnya itu, “ma’af, tapi saya tidak punya waktu untuk itu semua,” ucap Shayna menarik tangan Dikta untuk segera pergi dari sana.
___