Bab 17. Roda yang Berputar

1088 Kata
Satya membuka kedua matanya yang cukup berat. Ia melihat sekitar kamarnya yang sudah nampak terang. Ia menggosok-gosok kedua matanya dengan amat malas. Tidak lama, Satya bangun dan duduk sembari mematahkan leher ke arah kanan dan kiri. "Sayang?!" panggil Satya pada Chika. Aneh sekali? Kenapa suasana di rumah sangat sepi? Satya juga melihat Arya kecil tidak ada di tempatnya. Ia pun turun dari ranjang dan berjalan mencari istrinya keluar kamar. "Sayang?! Kamu di mana?" Tetap tidak ada jawaban sama sekali. Satya bingung dan ia mencari dari semua sudut tempat. Tetap tidak menemukan di mana istri dan anaknya. Di ruang tamu, hanya ada televisi yang menyala. "Padahal ini masih pagi, tapi mereka sudah tidak ada?" gumam Satya bingung berbicara sendiri. "Kabar berita yang sedang marak, kini terdengar dari pimpinan Glory Garment yang sekarang ini banyak dibicarakan." Tiba-tiba Satya mendengar suara dari arah televisi. Satya pun melihat ke arah televisi. Di sana memperlihatkan kejadian saat ia menghadiri pesta makan malam. Membuat Satya jadi fokus ke arah berita di televisi. "Berlian Ambarwati, telah mengungkapkan bahwa dirinya janda. Ternyata selama ini ia menyokong perusahaan mantan suaminya yang justru berselingkuh darinya. Mantan suaminya yang sudah kita kenal selama ini adalah Satya Pamungkas yang merupakan pimpinan perusahaan desain dengan skala kecil. Kabarnya, Satya tidak terima jika Berlian mencabut sahamnya sehingga ia memohon pada mantan istrinya itu supaya kembali menanamkan saham untuk perusahaan kecilnya. Namun, sepertinya istri baru Satya tidak rela. Sehingga istri baru Satya mengacau di acara pesta makan malam yang dihadiri para pebisnis besar." Satya semakin mematung mendengar kabar televisi itu. Kenapa kabar ini bisa sampai ada di acara televisi?! Tentu saja membuat dirinya sangat malu, karena berita soal dirinya di dalam televisi tadi memberitakan soal keburukannya. Sudah jelas itu akan mempengaruhi citra nama baiknya di perusahaan miliknya dan bagi para mitra kerja yang bekerja dengannya. "Ini semua karena Chika! Coba kalau dia tidak datang dan mengacau, pasti tidak akan ada berita seperti ini ...!" gumam Satya menahan rasa kesalnya. Satya dengan berusaha menahan emosinya, berjalan mengambil ponselnya. Ia akan menelpon istrinya. Menyuruhnya untuk cepat pulang dan akan memarahi Chika habis-habisan! Setelah Satya mengambil ponsel, ia membuka layarnya. Begitu dibuka, ia melihat ada pesan dari Chika. Membuat Satya menautkan kedua alis dan membaca pesannya. [Aku pergi dan membawa Arya! Kalau aku terus berada di rumah bersamamu, aku yakin kamu akan memukulku kapan saja! Kamu sudah tidak seperti dulu lagi, Satya! Jangan cari aku! Aku sudah muak dengan laki-laki sepertimu! Satu lagi! Untuk memenuhi kebutuhanku, aku membawa semua uang dan ATM milikmu. Paling tidak, kamu masih harus bertanggung jawab untuk menafkahiku.] Tangan Satya gemetar membaca pesan yang masuk itu. Badannya mengejang dan ia bingung harus berbuat apa? Tapi yang jelas, ia tidak menyangka jika Chika akan melakukan hal seperti ini? Satya segera menghubungi Chika. Ia yang masih berusaha mengontrol emosi itu, gemetar karena rasa kesal. Tapi sayangnya, ponsel Chika tidak aktif. Membuat Satya semakin kebingungan. Satya lalu berjalan ke arah kamar. Ia membuka dompetnya dan mendapati uang dan ATM-nya lenyap. Ia lalu berjalan ke arah lemari dan semua baju-baju Chika sudah menghilang. Membuat Satya panik bercampur marah. "Sial!" Satya melempar ponselnya dengan amat kencang sehingga baterai ponsel terlepas dari tempatnya. Ia benar-benar tidak bisa lagi menahan amarahnya. Ia mengacak rambutnya dan merasa sangat kesal. Kalau sudah seperti ini, apa yang harus ia lakukan? *** Pagi yang cerah membangunkan Berlian yang tadi malam tidur dengan sangat nyenyak. Berlian membuka mata dan ia meregangkan semua persendiannya. Ia tersenyum karena bangun dengan hati damai dan bahagia. Berlian lalu duduk dan kembali menarik kedua tangan ke atas. Ia melihat bayangannya di cermin yang ada di depannya. Pagi ini, wajahnya terlihat cerah sekali. Benar-benar berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Tiba-tiba terlintas memori tentang reka ulang kejadian tadi malam. Di mana saat Agam memeluknya mesra. Membuat wajah Berlian merah merona merasa malu bercampur bahagia. Berlian menutupi wajahnya dengan selimut karena merasa gejolak di dalam hati yang jumpalitan. Tiba-tiba ponselnya memberikan sebuah notifikasi pesan masuk. Berlian pun mengambil ponsel yang ada di meja kecil dekat ranjangnya itu. Ada pesan dari Agam. Membuat Berlian terhenyak dan membuka mata lebar-lebar. [Apa kamu sudah bangun? Aku akan menjemputmu jam delapan tepat] Begitulah pesan dari Agam. Membuat Berlian semakin antusias dan jantungnya berdegup tidak karuan. Bahkan Berlian masih ingat benar tadi malam saat mereka berciuman di taman saat Agam memberi kejutan padanya. Berlian setengah berteriak dan menutup mulut mencoba mengeluarkan perasaan yang membuncah dari dalam dirinya. Ia tidak menyangka, bisa merasakan hal seperti ini lagi? Berlian lalu mengambrukkan badannya kembali dengan menengadahkan kedua tangan lebar. Pandangannya melihat ke arah langit-langit kamar. Ia memegangi dad*nya yang masih terasa berdebar-debar hebat tidak terkontrol. Ia pikir masa bahagianya sudah habis. Tapi ternyata ia bisa jatuh cinta lagi. "Terima kasih, Tuhan atas kesempatan kedua kali dalam hidupku ini. Aku benar-benar bersyukur bisa merasakan jatuh cinta lagi," ungkap Berlian berbicara sendiri. *** Berlian melihat bayangannya di depan cermin. Ia membenarkan pakaian dan menata rambutnya. Mungkin sudah yang kesepuluh kali setelah ia ganti baju. Berlian melihat wajahnya dan sekali lagi mengoles lipstik di bibirnya. "Mungkin warna yang ini sudah pas," kata Berlian berbicara sendiri sembari membenarkan lipstik dengan bibirnya. "Nah! Bagus. Bukankah Agam suka dengan warna yang tidak terlalu mencolok?" gumam Berlian lagi. Berlian kembali merasakan debaran jantung yang tidak normal begitu ia mengatakan nama Agam. Berlian memegangi kedua pipinya yang terasa hangat karena merona dengan sendirinya. Ia lalu kembali tersenyum tersipu lagi. Rasa ini benar-benar membuatnya lupa kalau ia sudah berusia tiga puluh empat tahun. "Ah! Sudah jam delapan! Aku akan turun lebih dulu menunggunya di depan!" seru Berlian dengan antusias dan semangat. Berlian berjalan ke arah ponsel yang ada di atas ranjang. Ia memasukkan ponsel ke dalam tas, membawa tasnya pergi keluar kamar dan di dalam perutnya terasa penuh dengan bunga bermekaran. Berlian menuruni tangga dengan hati riang dan berseri-seri. Ia bahkan melantunkan langkahnya dengan tidak biasa pagi ini. Ketika baru saja turun di lantai paling bawah, Berlian mendengar bunyi bel pintu rumahnya dibunyikan. Membuat Berlian terhenyak bukan main. "Itu dia! Agam pasti sudah datang!" seru Berlian lagi. Berlian pun berjalan cepat ke arah pintu masuk. Setelah berada di depan pintu, sebelum membuka pintu ia kembali menatap rambutnya yang sebenarnya sudah sangat rapi. Berlian menyiapkan hatinya yang terasa gugup dan amat gelisah itu. Ia tidak menyangka, sepuluh tahun pertemanannya dengan Agam, kini Agam bisa menjadi orang asing baginya. Sekian detik berlalu, Berlian akhirnya membuka pintu dengan jantung berdegup lebih kencang. Namun, begitu pintu baru dibuka, betapa terkejutnya Berlian ketika melihat siapa yang baru saja memencet bel rumahnya tadi. Bukan Agam yang berdiri di hadapannya. Melainkan .... "Mas Satya?" panggil Berlian keheranan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN