Bab 16. Cinta Agam

1084 Kata
Berlian dan Agam baru keluar dari mobil Agam. Mereka berdua berjalan ke arah rumah Berlian. Berlian berjalan lebih dulu di depan Agam. Ketika sudah berada di depan pintu, Berlian terhenti. Ia membalikkan badan ke arah Agam. "Terima kasih sudah mengantarku," kata Berlian dengan tersipu malu. Agam tersenyum mendengarnya. "Aku pikir kamu akan mengatakan hal lain selain terima kasih," ujar Agam. Berlian menautkan kedua alisnya. "Jadi, apa yang harus aku katakan?" tanya Berlian dengan polosnya. "Sesuatu yang lebih mesra. Lebih dari sekedar percakapan pertemanan. Seperti ... aku menyukaimu atau aku ingin bersamamu?" ungkap Agam. Berlian tersenyum tersipu. "Bukankah kamu yang bilang kalau kamu menyukaiku? Kenapa aku yang harus mengatakan sesuatu?" balas Berlian. Agam pun menautkan kedua alisnya heran. "Tapi, bukankah kamu tadi yang menciumku lebih dulu?" Mendengar jawaban Agam, Berlian langsung melebarkan kedua mata terkejut. Ia benar-benar sangat malu dan salah tingkah. Berlian sadar ia melakukannya begitu saja. "Soal tadi, sepertinya aku sedikit melakukan kesalahan. Lupakan saja! Anggap tidak terjadi apa-apa!" kata Berlian. Setelah itu Berlian berbalik dan berjalan pergi ingin meninggalkan Agam. Agam tiba-tiba segera menarik tangan Berlian dan langsung memeluk Berlian begitu saja. Membuat Berlian terkejut dan jantungnya langsung berdebar kencang. "A ... Apa yang kamu lakukan?" tanya Berlian yang masih salah tingkah dan berusaha melepaskan pelukannya dari Agam. Namun, Agam tetap menahannya sehingga Berlian tidak bisa terlepas. "Sebentar. Biarkan kita seperti ini lima menit saja," kata Agam yang semakin mendekap Berlian lembut. Berlian pun jadi terdiam hening dan ia harus beradaptasi dengan hatinya yang tidak karuan. Agam semakin merapatkan pelukannya dengan lembut. Perlahan, perasaan Berlian pun mulai menghangat. "Maaf," bisik Agam di telinga Berlian. "Aku tahu kamu tidak ingin membahas soal tadi. Anggaplah tadi aku yang menarikmu lebih dulu dan kita jadi berciuman," ujar Agam lembut. Berlian hanya diam dan tidak tahu harus menjawab apa? "Sepuluh tahun lalu aku menyukaimu. Sekarang, perasaan itu masih sama. Aku masih benar-benar sangat menyukaimu," ungkap Agam lagi. Berlian masih terdiam di dalam pelukan Agam. Mendengar pengakuan Agam, membuatnya tertegun diam. Lama-lama ia merasa sangat nyaman dan betah sekali dipeluk seperti ini. Ia tidak menyangka, teman paling baik yang selalu membantunya bisa sehangat ini? Sekian detik kemudian, barulah Agam melepaskan pelukannya dari Berlian. Agam memegangi kedua bahu Berlian. Mereka saling berdiri berhadapan dan saling tatap. Berlian masih tersipu-sipu sendiri. Agam memandangi wajah Berlian. Entah kenapa, Berlian yang biasanya terlihat tenang dan santai, kini ia merasa canggung sekali. Ia hanya bisa diam ketika Agam mengamatinya seperti itu. "Ber, kamu sangat cantik," kata Agam. Berlian tidak menjawabnya. Ia hanya semakin terdiam dan tersipu malu. Membuatnya semakin terlihat menggemaskan. Agam lalu memegang kedua tangan Berlian. "Jadi, mulai sekarang kita sudah resmi menjadi kekasih?" tanya Agam. Berlian tidak segera menjawabnya. Dalam sekian detik, ia hanya menganggukkan kepala dua kali sembari tersenyum tersipu. Agam pun semakin melebarkan senyumannya. Ia melihat tangan Berlian yang masih ada di genggamannya. Perasaan keduanya kini terasa bahagia. Mereka juga masih terlihat saling salah tingkah. "Karena ini sudah malam, sekarang istirahatlah," ujar Agam pada Berlian lagi. Berlian sekali lagi hanya menganggukkan kepala. Agam pun harus melepas tangan Berlian meski ia tidak mau. Berlian lalu berjalan menjauhi Agam. Setelah sampai di pintu, Berlian melihat Agam sekali lagi dan melambaikan tangan. Agam membalasnya. Barulah Berlian masuk ke dalam rumahnya dan menutup pintu. Agam masih berdiri di depan rumah Berlian meski Berlian sudah masuk ke dalam rumah. Agam tersenyum dan hatinya merasa berbunga-bunga. "Terima kasih sudah menerima cintaku. Aku janji, akan selalu berada di sampingmu untuk menjagamu sepenuh hati," gumam Agam pelan. Berlian yang sudah ada di dalam rumah, nampak terdiam sejenak. Sekian detik kemudian menutup mulut takut jika ia berteriak kencang. Karena sekarang, ia merasa hatinya seperti kembang api yang menyala dan meletup-letup dengan kencang. Sekian detik kemudian, Berlian mencoba menenangkan hatinya yang membuncah itu. Ia berusaha mengatur nafasnya menjadi normal kembali. Hingga saat ini, ia merasa bunga-bunga di dalam perutnya sedang bermekaran dengan indahnya. Ia benar-benar tidak menyangka, jika hubungan pertemanan yang berakhir menjadi kasih seperti ini, terasa sangat indah. *** Berlian berjalan keluar kamar mandi di dalam kamarnya. Ia mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk di tangannya. Setelah itu, ia berjalan ke arah ranjangnya dan mengambil ponselnya untuk memeriksa beberapa pesan atau panggilan penting. Tidak lama setelah itu, ponsel Berlian berdering. Ada panggilan masuk dari Agam. Membuatnya terhenyak dan melebarkan kedua mata. Berlian kemudian berdehem sendiri beberapa kali yang ia percaya bisa memperindah suaranya. Barulah ia mengangkat panggilan Agam. "Halo?" sapa Berlian yang membuat suaranya menjadi imut. "Kamu kenapa belum tidur? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Agam begitu mendengar suara Berlian. Berlian pun menautkan kedua alis heran. "Kenapa kamu tahu kalau aku belum tidur?" Berlian justru balik bertanya. "Ah! Eee ... karena bukankah kamu mengangkat panggilanku? Itu artinya kamu belum tidur, bukan?" "Oh iya. Benar juga." "Ada apa? Apa kamu mengalami masalah tidur lagi? Ini sudah sangat malam." "Aku baru selesai melihat laporan para manajer dan baru selesai mandi." "Jangan tidur terlalu malam. Bukankah besok kamu harus berangkat bekerja pagi?" "Iya. Aku tahu," jawab Berlian dengan masih tersipu sendiri. "Sekarang tidurlah. Aku juga akan tidur. Besok pagi aku akan menjemputmu seperti biasa." "Iya. Terima kasih," jawab Berlian yang masih terdengar malu-malu. Setelah itu, panggilan pun ditutup. Berlian menjauhkan ponsel dari telinga dan memandangi ponselnya dengan tersenyum-senyum sendiri. "Bagaimana aku bisa tidur setelah membayangkan kejadian tadi?" gumam Berlian berbicara sendiri. Berlian kemudian mematahkan kepala ke arah kiri dan kanan secara bergantian. Ia merasa kelelahan karena malam sebelumnya ia juga belum tidur sama sekali. Berlian yang sebenarnya masih kesusahan tidur itu pun mematikan lampu kamarnya. Setelah itu, ia berjalan kembali ke ranjang dengan masih melihat ponsel sampai mengantuk. Tidak lama setelah Berlian mengusap-usap layar ponsel, ia mendengar suara mobil yang baru dinyalakan. Berlian yang merasa penasaran pun segera berjalan ke arah jendela dan mengintip luar rumahnya. Rupanya itu mobil Agam. Mobil Agam yang baru dinyalakan itu perlahan mulai menjauhi rumah Berlian. Membuat Berlian benar-benar sangat heran. "Bukankah tadi dia juga bilang akan tidur? Kenapa dia masih di depan rumahku? Atau jangan-jangan ...." Berlian nampak menyadari sesuatu. Selama ini, ia juga memang sering mendengar mobil menyala setiap kali ia mematikan lampu kamar. Artinya selama ini Agam selalu menunggu di depan sampai ia tertidur. Begitu ia tidur, barulah Agam pergi meninggalkannya. Berlian merasa tercekat dan tertegun sesaat. Ia melihat mobil Agam yang semakin menjauh. Ketika mobil Agam sudah tidak terlihat, pandangannya perlahan kabur. Air mata yang menggenang di kelopak mata membuat penglihatannya buram. Berlian benar-benar sangat terharu dan ia tidak bisa menahan air matanya lagi. Rupanya, Agam melakukannya setiap hari seperti ini. Membuat Berlian sadar jika cinta Agam memang sangat besar untuknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN