Satya menggendong bayinya sudah dari dua jam yang lalu. Sekarang bayinya sudah berhenti menangis dan tertidur. Satya berjalan perlahan ke arah kamar dan menidurkan bayinya di atas kasur kecil milik bayinya itu.
Satya melakukannya dengan sangat pelan-pelan. Ketika bayinya sudah berhasil ia tidurkan di atas tempat tidur kecil itu, Satya menghela nafas panjang karena lega. Ia lalu memegangi pinggangnya yang cukup pegal. Bahkan, ia sampai mengelap keringatnya yang keluar dari dahi.
Namun, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dari arah luar dengan suara sangat kencang. Bahkan Satya saja kaget, apalagi bayinya. Arya kecil pun langsung menangis dan terbangun kembali.
Satya pun segera memejamkan mata dengan menahan kekesalan dan menoleh ke arah pintu. Ia tahu Chika baru saja datang. Membuat Satya mengkerutkan kening kesal ke arahnya.
"Apa kamu tidak bisa membuka pintu dengan pelan?!" seru Satya sangat kesal pada istrinya yang berjalan ke arahnya itu. "Sejak dua jam aku berusaha menidurkannya! Tapi kamu masuk dan langsung membangunkan Arya! Apa maumu?!" Satya pada Chika. Chika yang sudah berdiri di depan Satya pun hanya tersenyum mendengkus kesal.
"Apa mauku? Seharusnya aku yang bertanya, apa maumu?!" Chika balik bertanya dengan tidak kalah jengkelnya. "Apa yang terjadi?! Apa kamu akan terus diam menyembunyikannya dariku?! Kapan kamu akan berbicara denganku untuk memberitahu kebenarannya?!" ujar Chika pada Satya. Satya pun jadi bingung dengan kalimat istrinya itu.
"Apa yang sedang kamu bicarakan? Bukankah kamu baru saja pulang dari undangan pesta makan malam? Kenapa kamu tiba-tiba marah-marah padaku?!"
"Aku memang menghadiri pesta makan malam itu! Dan aku tidak tahu kalau ternyata mantan istrimu juga hadir di sana!"
Mendengar hal itu, Satya tentu saja terhenyak. Tubuhnya mengejang kaku dan ia melebarkan pandangan matanya. Ia yang tadinya akan menolong bayinya itu sampai tidak jadi. Satya kembali melihat ke arah Chika yang berdiri jengkel sembari menyedekapkan kedua tangan.
"A ... apa? Berlian ada di sana?" tanya Satya dengan suara terbata. Chika sekali lagi mendengkus kesal.
"Ada apa denganmu? Kenapa begitu mendengar soal mantan istrimu, kamu seperti bergetar begitu?"
"Ke ... kenapa Berlian bisa ada satu undangan denganmu?"
"Apanya yang kenapa?! Dia seolah sudah tahu aku ada di sana. Sepertinya dia memang sengaja datang ke sana untuk membuatku marah dan malu!" kata Chika dengan nafas tidak beraturan karena marah. Ia lalu kembali menoleh ke arah Satya.
"Apa yang terjadi sebenarnya?! Kenapa kamu tidak mengatakan padaku sebelumnya kalau Berlian itu ternyata pimpinan Glory Garment?!" teriak Chika dengan lumayan kencang. Membuat Satya menjauhkan wajah karena teriakan Chika.
"Aku sendiri tidak tahu?! Aku bahkan kaget saat menghadiri acara di ballroom hotel kemarin. Dia mendapat penghargaan sebagai pimpinan perusahaan nomor satu di kota ini," jawab Satya dengan nada ragu-ragu.
"Waaah! Sepertinya kamu cukup senang juga ya, bisa bertemu mantan istrimu? Kamu bahkan merahasiakannya dariku? Dasar b******k!"
"Apa yang kamu katakan?! Kenapa tiba-tiba memakiku!"
"Lihat ini! Kamu memberiku kartu kredit palsu atau bagaimana, hah?!" Chika melempar kartu kredit yang ia ambil dari dompet Satya sebelum berangkat. Satya semakin kebingungan melihat Chika melemparkan kartu kreditnya begitu saja.
"Untuk membayar lima belas juta saja tidak bisa! Memangnya berapa limit yang kamu isi?!"
"Apa?! Lima belas juta?! Apa kamu benar-benar menghabiskan uang sebesar itu hanya untuk makan malam?!"
"Aku tadinya akan mentraktir semua tamu undangan, tapi kartumu itu malah mempermalukanku di depan semua orang!" teriak Chika.
Satya pun semakin linglung dengan sikap istrinya itu. Padahal dia benar-benar mengalami masa sulit di perusahaannya. Tapi Chika justru kebingungan hanya karena tidak bisa mentraktir semua orang?!
"Chika! Apa kamu benar-benar tidak waras?! Kamu mau mentraktir semua undangan?! Apa kamu ...."
Satya mendadak menghentikan kalimatnya. Bayinya yang dari tadi menangis dan terabaikan itu kini tangisannya semakin kencang. Satya pun tidak tega. Ia segera menolong dan menggendong kembali bayinya. Menahan amarahnya.
"Gendonglah Arya! Punggungku sakit. Dari tadi Arya belum tidur!" kata Satya pada Chika.
"Belum tidur?! Jadi apa saja yang kamu lakukan dari tadi?! Kenapa menidurkan bayi saja tidak bisa?!" seru Chika pada Arya. "Gendong sendiri! Aku masih kesal dengan kejadian tadi!" jawab Chika mengabaikan Satya.
Satya lalu melihat ke arah Chika yang hanya menyedekapkan tangan dengan raut wajah yang tidak kalah kesalnya. Ia menggelengkan kepalanya beberapa kali pelan, tidak habis pikir. Chika benar-benar tidak peduli dengan bayi mereka.
Kalau dipikir-pikir ... Chika benar-benar berbeda dengan Berlian. Dulu Berlian tidak sering menuntut. Selalu mengerti dirinya dan justru selalu sering berkorban untuknya. Berlian juga selalu bisa mandiri dan tidak pernah merepotkan Satya. Membuat Satya mengingat masa lalu saat ia masih bersama Berlian.
"Kamu sudah pulang, ya? Bagaimana hasil rapatnya tadi?"
"Sudah, biar aku saja. Kamu pasti lelah selesai bekerja."
"Aku bisa membantumu mengerjakan laporannya. Kamu istirahat saja malam ini, jadi besok bisa datang rapat tepat waktu. Lagi pula ini sudah malam, tidurlah."
Begitulah kalimat-kalimat yang sering diucapkan Berlian saat melihat Satya lelah pulang setelah kerja. Berlian selalu bertanya padanya. Meski jawaban Satya sering menyakitkan. Berlian juga selalu membantu Satya sampai tidak memperhatikan penampilan. Kenapa semua itu tidak bisa terlihat? Satya lalu kembali melihat istrinya.
Sedangkan Chika, apa-apa selalu minta menyuruh Satya mengerjakannya. Tidak pernah memberikan dukungan atau bantuan apa pun. Hanya bisa merengek, marah-marah dan bawel seperti ini. Selain cantik, apa yang Chika punya?
"Sekarang siapa yang menyangka kalau Berlian juga sangat cantik?" gumam Satya pelan berbicara sendiri.
"Apa?! Kamu bilang apa?" tanya Chika yang sepertinya mendengar Satya berbicara, tapi tidak jelas terdengar di telinganya. Membuat Satya terhenyak.
"Ti ... tidak. Aku tidak bilang apa-apa. Aku hanya bingung, kenapa tiba-tiba Berlian datang?" ujar Satya segera mengalihkan pembicaraan.
Chika pun juga menghela nafas sembari menyedekapkan tangan. Melihat ekspresi Chika, Satya lega karena sepertinya istrinya memang tidak mendengar dia berbicara apa.
"Sayang sekali, Chika sudah menjadi ibu dari anakku. Andai dulu aku tidak menyia-nyiakan Berlian?" gumam Satya lagi dalam hati sembari menghela nafas panjang.
"Berlian!" ucap Chika yang membuat Satya terhenyak. Satya segera menoleh ke arah Chika.
"Tadi yang paling membuatku malu adalah Berlian. Berlian benar-benar sudah merencanakan ini semua. Dia melakukannya dengan sengaja," gumam Chika pelan berbicara sendiri sembari berpikir.
"Apa maksudmu Berlian melakukannya dengan sengaja?" tanya Satya. Chika lalu menoleh ke arah suaminya.
"Berlian! Dia datang untuk membalas dendam!" lanjutnya.
Mendengar kalimat Chika, jantung Satya terasa terhantam sesuatu. Apa benar? Apa itu tujuan Berlian muncul kembali? Hanya memikirkannya saja, Satya sudah merasa sangat panik.