Helena masih menatap Tata dan Arga dengan pandangan tajam. Ketiganya kini sedang duduk di sebuah kafe yang terletak cukup jauh dari lokasi kampus. Helena tidak henti meneguk kopi di gelasnya setelah mendengar jawaban mengejutkan dari Arga. Dia kembali menatap Tata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Helena tidak menyangka gadis polos itu bisa menyimpan sebuah rahasia besar darinya.
“Jadi sebenarnya kalian itu udah menikah?” Helena masih belum yakin sepenuhnya.
“Iya,” jawab Arga.
“Beneran, Ta?” Helena beralih menatap Tata.
Tata mengangguk pelan.
“Sejak kapan?” tanya Helena lagi.
“D-dua bulan yang lalu,” jawab Tata.
Helena langsung tersedak mendengar jawaban Tata.
“Lalu apa alasan kalian menyembunyikannya?” selidik Helena.
Tata menarik napas sejenak. Dia mengumpulkan keberaniannya sebelum menjawab pertanyaan Helena. Tata meneguk gelas kopinya sebelum menjawab. Napasnya pun kini mulai memburu. Tata lalu menatap Helena yang kini masih menunggu jawabannya
“Sebenarnya kami—”
“Sebenarnya itu karena aku takut kalau nanti Tata diterpa rumor yang buruk.” Arga segera mengambil alih untuk menjawab.
Tata menatap Arga perlahan dan Arga segera meremas tangannya pelan.
“Rumor maksudnya?” tanya Helena.
“Kami berdua menikah secara tiba-tiba. Selain itu status kami yang masih sebagai pelajar tentu akan menimbulkan rumor nantinya,” jawab Arga.
Helena mengangguk pelan. “Benar juga, bisa saja nanti Tata di gosipkan hamil duluan,” bisik Helena.
Tata tertawa canggung mendengar dugaan Helena.
“Jadi karena itulah ... aku sama Tata memutuskan untuk merahasiakan status pernikahan kami,” lanjut Arga.
“Terus kenapa kamu selalu bersikap kasar sama Tata?” tanya Helena lagi.
“Itu...” Arga kesulitan menemukan alasan.
“Oh, aku tau sekarang! kamu sengaja bersikap kasar seperti itu untuk menghindari kecurigaan, kan?” Helena menjentikkan jarinya.
Tata dan Arga saling pandang lalu kembali tertawa canggung. Raut wajah tegang Helena kini sudah menghilang. Dia kini mulai berbicara santai kepada Arga dan Tata. Helena menyerang keduanya dengan rentetan pertanyaan. Arga dan Tata pun terpaksa menjawab semua pertanyaan itu dengan canggung. Bahkan beberapa pertanyaan Helena sukses membuat keduanya menjadi salah tingkah. Helena yang ceplas ceplos bahkan tidak canggung menanyakan tentang malam pertama mereka berdua.
***
Langit pun sudah menggelap. Helena akhirnya menyudahi ritual wawancaranya yang panjang. Ketiganya segera keluar dari kafe itu. Helena lalu menepuk pundak Arga dan Tata bergantian. Sebelum berpisah, Tata kembali memeluk Helena dengan erat sembari membisikkan kata maaf berulang-ulang. Helena pun tersenyum lega lalu mengelus kepala Tata dengan lembut.
“Kami pulang dulu!” pamit Arga.
Tata tersenyum sambil melambaikan tangannya.
Helena balas tersenyum menatap sahabatnya itu. Namun kemudian senyum di wajahnya tiba-tiba mengerucut. Helena menatap Tata lekat-lekat. Hingga kemudian dia kembali bergegas menghadang Arga yang akan menyalakan mobilnya.
“K-kenapa Len?” tanya Arga.
Helena menatap Arga dan Tata bergantian.
“Maaf Ga! tapi aku ingin sesuatu sebagai balasan untuk ngejaga rahasia kalian,” ucap Helena.
Arga dan Tata langsung terkejut. Keduanya kompak menelan ludah. Mereka sibuk menerka-nerka apa yang diinginkan Helena. Apa dia akan memeras Arga? Apa dia akan meminta mobil, rumah dan sebagainya? Apa Helena akan memanfaatkan Tata? apa dia akan menjadikan Tata budaknya? Tata dan Arga di bayangi pikiran buruk mereka sendiri.
“K-kamu mau apa, Len?” tanya Tata.
Helena tersenyum tipis lalu menatap Arga. “Ijinkan aku meminjam Tata malam ini!”
***
Arga tidak punya pilihan selain membiarkan Tata pergi menginap di rumah Helena. Tata pun juga tidak bisa menolak permintaan itu. Semua itu adalah konsekuensi dari bocornya rahasia mereka. Namun terlepas dari itu semua, Tata merasa cukup senang menginap di rumah Helena.
Kamar Helena di penuhi oleh barang-barangnya yang berserakan. Tata terbelalak kaget melihat kamar Helena yang terlihat seperti kapal pecah. Sedikit merasa malu, Helena pun mulai sedikit merapikan kamarnya. Tata bahkan mengangkat sesuatu yang tercecer di lantai dengan menahan tawa.
“Eits, ini celana dalam kesayangan aku! Kamu nggak boleh nyentuh sembarangan.” Helena segera merebutnya dari tangan Tata.
“Hahaha ... kamu itu bener-bener sesuatu, Len.” Tata lalu duduk di pinggir ranjang sambil melihat ke sekelilingnya.
“Bentar ya, aku bakalan ngambil stok cemilan di kulkas.” Helena segera melepas sesuatu di balik bajunya.
“Helena? Kamu ....” Tata berseru kaget melihat Helena mencopot bra miliknya.
“Kenapa? aku emang biasa nggak pake bra kalo di rumah,” jawab Helena santai.
Keduanya lalu melanjutkan malam mereka dengan menonton film. Gelak tawa mereka sesekali pecah karena adegan konyol di film itu. Sampah kemasan makanan kini bercecer di sekitar tempat mereka duduk. Malam ini Helena dan Tata benar-benar berpesta. Keduanya begitu menikmati malam ini. Mereka juga membicarakan banyak hal. Membicarakan tentang dosen killer, bergosip tentang skandal dosen B dengan seorang mahasiswi dan juga berbagai obrolan hangat lainnya yang membuat mereka lupa bahwa malam sudah semakin larut.
***
Lampu kamar sudah padam. Tata dan Helena kini sudah berbaring di tempat tidur. Namun mata keduanya masih belum terpejam. Dalam gelap, keduanya sama-sama menatap langit-langit kamar yang menghitam.
“Ta ....” Helena memanggil Tata perlahan.
“I-iya.”
Helena menghirup napas dalam sebelum melanjutkan berbicara. “Aku tau kalau ada sesuatu yang kamu sembunyikan,” ucapnya.
Tata langsung tersentak. Napasnya kini tertahan di tenggorokan. Tata sebenarnya sudah menduga bahwa Helena menyadarinya. Selama di kafe tadi, Helena terus saja menatapnya diam-diam dengan sorot mata yang berbeda.
“Tapi Ta ... aku nggak bakalan maksa kamu untuk cerita sekarang. Aku sekarang mengerti bahwa situasi kamu itu nggak mudah. Jadi aku cuma mau bilang ... kalau ada apa-apa, kamu harus segera ngasih tau ke aku,” ucap Helena pelan.
“M-makasih Helena,” jawab Tata menahan haru.
“Kamu nggak boleh menanggungnya sendirian, Ta. Karena kita emang nggak bisa hidup tanpa orang lain,” tambah Helena.
“Sekali lagi makasih karena kamu udah ngertiin aku,” ucap Tata.
“Kalau ada apa-apa kamu bisa nelpon aku atau datang ke sini kapan aja.”
Tata tersenyum lega. dia bersyukur karena bisa menemukan sahabat seperti Helena. Meskipun memiliki wajah jutek dan terkenal beringas, Tata tahu bahwa Helena sebenarnya memiliki hati yang lembut. Tiba-tiba Tata juga teringat pada Windi.
“Hmm ... besok aku juga mau ngasih tau ke Windi tentang hal ini,” kata Tata.
“Nggak usah, Ta!” larang Helena.
Tata segera memiringkan badannya menatap Helena.
“Kamu tau sendiri kalau Windi itu agak ember. Jadi sebaiknya dia nggak usah tau,” sambung Helena.
Tata semakin merasa terharu. Dia langsung memeluk Helena erat-erat. Namun sedetik kemudian dia langsung menarik tangannya dengan cepat dari tubuh Helena.
“Loh, kenapa?” tanya Helena.
“Anu ....” Tata ragu untuk menjawab.
“Apa sih, Ta?” desak Helena.
“Rasanya aneh karena kamu nggak pakai bra.” Tata kemudian terkikik menahan tawa.
***