Semenjak pacaran dengan Bintang, Alex tidak perlu lagi mengantar adiknya ke sekolah sebelum ke kampus, dan Senja tidak perlu lagi pulang sekolah dengan kendaraan umum. Ada Bintang yang selalu berinisiatif untuk mengantar dan jemput Senja. Tetapi, pagi ini Senja berangkat sekolah dengan papanya, karena kebetulan ada rapat orang tua murid untuk membahas persiapan ulangan akhir semester yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
Sekolah memang tidak diliburkan, karena tidak semua guru ikut rapat, hanya beberapa pengurus komite, kepala sekolah, dan para orang tua.
"Kia, Tante Ayu...," sapa Senja ketika melihat dua perempuan berbeda generasi itu baru saja keluar dari mobilnya.
Ayu, yang merupakan ibunya Kia itu tersenyum ke arah Senja. "Apa kabar, Senja? Udah lama kamu nggak ke rumah."
"Baik, Tante."
"Datang sama siapa?"
"Papa."
Tak lama kemudian Wisnu keluar dari mobilnya, dan menghampiri Senja sedang mengobrol dengan wanita yang dikenalnya, pria itu terkejut namun dia hanya memasang wajah datar tanpa menyapa, sedangkan wanita itu tidak menyangka bisa bertemu lagi dengan pria di masa lalunya.
Please, Bun. Bilang kalau papanya Senja adalah papanya aku juga.
"Pa, ini kenalin tante Ayu, bundanya Kia."
Wanita dan pria itu bersalaman sambil menyebut nama masing-masing. Kemudian Wisnu dan Senja langsung pamit duluan, sementara Ayu dan Kia belum beranjak.
"Bun, Bunda kenapa nggak bilang aja ke Senja kalau om Wisnu itu papanya Kia juga?"
Ayu memang menunjukkan foto Wisnu ke Kia makanya saat Kia main ke rumah Senja dan melihat Wisnu, dia langsung tahu tahu itu adalah ayahnya. Setelah pulang ke rumah Kia memberitahu Ayu perihal itu, namun Ayu melarang untuk mengacaukan keluarga Senja, lebih baik Kia pura-pura tidak tahu kalau Wisnu adalah ayahnya.
"Kan Bunda pernah bilang, kita begini saja, jangan mengacaukan hidup orang lain."
"Tapi aku juga pengin punya ayah, Bun. Pengen rasain punya pelindung."
"Kalau kita kasih tahu Senja bahwa papanya punya anak dari perempuan lain itu nggak akan mengubah apa pun, Wisnu akan tetap bersama keluarganya itu."
Kia tidak dapat lagi menahan air matanya. "Bun, jangan lemah, Kia berhak atas om Wisnu, dia ayah kandung aku!"
"Kia, jangan melakukan apa pun."
"Kalau Bunda nggak mau berjuang, biar aku yang memperjuangkan keadilan ini, aku berhak atas om Wisnu, dan dia harus mengakui kalau aku adalah darah dagingnya."
Ayu mengusap rambut Kia. "Kia, dulu yang Bunda dan Wisnu lakukan hanya sebuah kesalahan, dan setelah malam itu kami langsung melupakan kejadiannya dan nggak pernah bertemu lagi, dan sebulan kemudian baru ketahuan kalau Bunda hamil, tapi Bunda nggak mau merusak rumah tangga orang lain, akhirnya Bunda diam aja."
Sayangnya Kia tidak sebaik Ayu, apa pun yang terjadi Wisnu harus tahu kalau dia punya anak dari perempuan lain, dan Kia berhak atas Wisnu. Tidak peduli kalau Kia lahir atas dasar kesalahan atau hanya sebuah dosa yang tidak sengaja, tetap ada darah Wisnu yang mengalir di tubuhnya.
•••
Saat ini Kia sengaja mengajak Senja ke taman belakang sekolah karena ada sesuatu yang ingin dia tunjukkan ke sahabatnya ini.
Sesaat lagi permainan akan segera dimulai.
"Senja, gue mau tunjukin sesuatu ke lo." Dia mengeluarkan ponselnya dan memutar sebuah rekaman suara. "Ini percakapan gue sama Bintang waktu itu."
Ki, aku gak suka liat kamu kayak gini." Suara Bintang memulai obrolan itu. "Aku sayang kamu, Ki."
"Sekarang lo adalah pacar Senja, seharusnya kita nggak boleh gini!" balas Kia.
"Tapi aku sayang kamu, bukan dia," ujar Bintang. "Aku nggak sayang Senja, aku cuma sayang kamu."
"Gini aja, kamu pacaran dulu sama Senja, kalau dalam sebulan kamu belum bisa sayang sama dia, kita balikan. Tapi kalau kamu berhasil sayang sama dia, itu artinya aku harus move on dari kamu."
"Oke deal. Aku cuma sayang kamu."
Hati Senja bagai teriris sembilu mendenger ucapan Bintang untuk Kia, aku cuma sayang kamu.
"Dan selama sebulan, kita nggak boleh chat, nggak boleh saling sapa, dan kita harus jadi asing, biar fokus kamu ke Senja aja."
"Tapi—"
"Ikuti cara aku."
"Oke deh."
Setelah rekaman itu berakhir Kia langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku rok. Kia tersenyum, "Sekarang lo tahu kan apa alasannya, logika aja sih nggak mungkin Bintang dan gue tiba-tiba putus dan Bintang malah jadian sama lo, pasti ada sesuatu di balik itu semua."
Senja berusaha menahan emosinya, jujur dia ingin menangis sekencang-kencangnya, di saat dia percaya sama Bintang, di saat dia udah bahagia sama Bintang, di saat dia semakin sayang sama Bintang, justru dia mendapat sebuah fakta yang sangat menamparnya. Tidak ada hati yang tidak sakit jika dipermainkan seperti itu oleh orang-orang yang dipercayai.
"Salah gue apa, Ki? Gue ini sahabat lo tapi kenapa lo tega nyakitin perasaan gue?"
"Lo juga bakal tahu nanti apa alasan terbesar gue pengen liat lo sakit hati."
Saat itu gue tahu Bintang bakal kejar gue, makanya tanpa mikir dua kali gue langsung rekam suara lewat hape gue.
Kia menepuk pundak Kia. "Udah ya, gue mau balik ke kelas." Setelah itu Kia langsung meninggalkan Senja seorang diri.
Tubuh Senja bergetar, air matanya kita berjatuhan, rasa sesak di dadanya begitu terasa, dikecewakan oleh orang yang telah dipercaya itu rasanya begitu menyakitkan. Dia anggap masa SMA-nya akan lebih berwarna setelah menjadi pacarnya Bintang, ternyata dia salah justru ada luka baru yang tertanam, ada rasa sakit yang entah kapan menghilang. Kalau tahu dirinya hanya dipermainkan seperti ini, lebih baik Senja tidak pernah menerima Bintang.
Gue emang bodoh.
Senja kecewa pada dirinya sendiri yang terlalu percaya pada semua kata-kata manisnya Bintang. Senja pikir Kia benar-benar sahabat.
Pelajarannya hari ini adalah, jangan terlalu percaya pada manusia, bisa saja orang yang telah kita percayai adalah yang berpeluang besar menyakiti.
•••