Linda merasa jantungnya berdegup kencang saat melihat bayangan samar dari luar jendela ruang tamu. Malam itu, lampu di dalam rumah memang menyala redup, tapi cukup untuk membuat Linda mengenali dua sosok yang tengah duduk berdekatan di sofa. Ia berhenti sejenak, berusaha memastikan apa yang dilihatnya tidak salah. Perlahan, Linda melangkah mendekati jendela, mencoba mendapatkan pandangan yang lebih jelas.
Saat itu, sosok pria yang tampak adalah Wisnu, suaminya. Di sebelahnya, duduk seorang perempuan yang, meski terlihat samar, jelas bukan dirinya. Linda berusaha mengendalikan napasnya yang mulai berat. "Siapa itu? Apa mungkin wanita itu Muta," bisiknya dalam hati, perasaan tak menentu berkecamuk di dadanya. Pandangannya semakin fokus, namun belum bisa memastikan siapa wanita yang bersama suaminya itu.
Tanpa berpikir panjang, Linda akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Ia mencoba bersikap senormal mungkin agar tidak langsung menimbulkan kecurigaan. Dengan hati yang penuh pertanyaan dan harapan agar semua itu hanya kesalahpahaman, Linda membuka pintu dan melangkah ke dalam ruang tamu.
Namun, begitu masuk, kedua sosok yang ia lihat tadi sudah tidak ada di ruang tamu. Sofa kini tampak kosong, dan ruang tamu terlihat sunyi seperti biasa. Linda berdiri sejenak, merasa bingung dan mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.
Linda mendengar suara langkah kaki dari arah dapur. Penasaran, ia berjalan perlahan ke sana dan melihat Wisnu tengah berdiri sendiri, seakan tidak terjadi apa-apa. "Sayang, kamu baru pulang?" tanya Wisnu dengan nada biasa, seolah-olah ia tidak menyadari ketegangan yang terpancar di wajah Linda.
Linda mencoba meredam perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya dan memaksakan senyuman. "Iya, baru saja sampai," jawabnya singkat, sambil matanya menyelidik, mencari tanda-tanda keberadaan orang lain di dalam rumah. Namun, tidak ada orang lain di sana selain Wisnu.
"Mita mana, Mas? Kok aku nggak ngelihat dia," tanya Linda sambil mengedarkan pandangannya di seluruh ruangan.
"Mita … sepertinya dia sudah tidur di kamarnya, ya udah sekarang kita masuk ke kamar. Aku yakin kamu pasti sangat kelelahan hari ini," ucap Wisnu yang langsung memeluk pinggang Linda, ia langsung mencium leher Linda dengan penuh gairah.
"Aku mau mandi dulu, Mas." Linda segera berjalan masuk ke dalam kamar. Sementara Wisnu hanya tersenyum lembut ke arah sang istri.
Sambil menahan rasa penasaran yang terus berkecamuk, Linda pun memutuskan untuk tidak membahas apa yang baru saja ia lihat. Di dalam hati, ia berjanji akan memeriksa rekaman CCTV besok pagi saat ia sudah berada di kantor, berharap bahwa itu akan memberikan jawaban atas bayangan yang dilihatnya di ruang tamu tadi malam.
***
"Mas Wisnu, Mita. Ternyata selama ini mereka sudah mengkhianati aku," ucap Linda sambil terus memperhatikan setiap rekaman yang ada di ponselnya.
Linda merasa jantungnya berdegup semakin kencang saat melihat rekaman CCTV. Dalam layar itu, terlihat jelas Wisnu dan Mita duduk berdekatan di sofa ruang tamu, berbicara dengan nada akrab dan sikap yang jauh lebih dekat daripada sekadar saudara ipar. Linda terus menonton, merasakan tiap detik semakin menusuk perasaannya.
Awalnya, ia berharap bahwa yang dilihatnya hanyalah salah paham atau sesuatu yang bisa dijelaskan, tetapi kenyataan dari rekaman itu seakan menamparnya dengan keras. Perlahan Wisnu mulai melahap bibir Mita dengan penuh gairah, sentuhan Wisnu terhadap tubuh Mita semakin lama semakin intim. Sementara itu, Mita tampak menikmati setiap permainan Wisnu di tubuhnya.
Tak tahan melihat lebih lama, Linda mematikan layar ponselnya dan terdiam. Pikirannya berputar, antara perasaan marah, kecewa, dan sedih. Ia merasa pengkhianatan ini begitu menyakitkan, bukan hanya karena tindakan Wisnu, tetapi juga karena ia mempercayai Mita sebagai adik yang bisa ia andalkan.
Linda berusaha mengumpulkan kekuatannya dan berpikir dengan tenang. “Aku harus menghadapi ini,” batinnya. Meski hatinya terluka, Linda tahu bahwa ia perlu kejelasan dari Wisnu dan Mita tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Hari itu, Linda sengaja pulang lebih awal dari biasanya, bahkan jauh dari jam biasanya ia pulang. Linda yang baru saja tiba di rumah segera berjalan ke arah dapur. Ia langsung memasak beberapa makanan dan minuman.
"Mbak, tumben sudah pulang jam segini?" tanya Mita yang baru saja tiba di rumah. Mita terlihat terkejut melihat keberadaan Linda di rumah.
"Iya, Mbak sengaja pulang cepat karena Mbak mau ajak kamu nonton film thriller yang baru saja Mbak beli." Linda menoleh ke arah Mita sekilas, dan langsung melanjutkan kembali aktivitasnya.
"Film baru, sepertinya seru. Ok, kalau begitu aku mandi dulu ya, Mbak." Mita langsung mencium pipi Linda dan segera meninggalkan dapur.
Linda yang kini sendirian di dapur langsung menghentikan aktivitasnya. Air mata yang sejak tadi ia tahan kini mulai mengalir tanpa bisa dibendung lagi. Bagi Linda semua seperti mimpi yang menyakitkan.
Malam hari semua sudah berkumpul di ruang keluarga. Wisnu yang sudah duduk di samping Linda segera melingkarkan tangannya pada pundak sang istri. Sementara Mita memutuskan untuk duduk sedikit menjauh dari mereka.
Tidak berapa lama adegan film di putar, sebuah adegan yang memperlihatkan keintiman yang terjadi antara Wisnu dan Mita, wajah Wisnu langsung memucat. Ia terdiam, seolah tak sanggup berkata-kata, sementara Mita langsung menunduk, tampak menahan rasa malu dan takut. Keduanya tersadar bahwa apa yang mereka lakukan kini bukan lagi rahasia. Tatapan tajam Linda tak beranjak dari mereka, dan dalam hati ia merasa sakit yang mendalam, seolah-olah hatinya remuk. Orang-orang yang paling dipercayainya, suaminya dan adiknya sendiri, telah melukai hatinya dengan begitu dalam.
Linda menahan air mata, tak ingin tampak lemah di hadapan mereka. "Kenapa kalian tega melakukan ini padaku?" Suaranya bergetar, tetapi ia tetap mencoba menahan emosinya agar tidak meledak. “Mas, aku mengira kamu adalah pria yang jujur dan setia. Dan kamu Mita… Mbak tak pernah menyangka adikku sendiri akan melakukan hal seburuk ini padaku.”
Wisnu menghela napas dalam, tampak bingung dan tertekan. “Sayang, aku… aku tak punya alasan. Ini semua terjadi di luar kendali.” Ia berusaha meraih tangan Linda, tetapi Linda segera menghindar, tak sudi disentuh olehnya.
Mita pun mengangkat wajahnya yang penuh penyesalan. “Mbak… aku benar-benar menyesal. Aku nggak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Aku tak ingin mengkhianati kakak, sungguh ….”
Namun, penyesalan yang keluar dari mulut Mita dan Wisnu tak mampu mengobati rasa sakit yang dirasakan Linda. Baginya, kepercayaan yang selama ini ia berikan telah dikhianati dengan cara yang paling menyakitkan. Setiap kata-kata mereka hanya terasa kosong, seperti tamparan baru di atas luka yang masih menganga.
“Penyesalan kalian tak ada artinya lagi sekarang,” Linda akhirnya berucap, suaranya dingin dan penuh kekecewaan. “Kalian berdua menghancurkan hidupku, menghancurkan kepercayaan yang kuberikan dengan tulus. Dan sekarang… kalian berani berdalih di hadapanku.”
Linda bangkit berdiri, menatap mereka berdua untuk terakhir kalinya sebelum ia beranjak keluar dari ruangan itu. Ia tahu bahwa hubungan yang telah ia bangun bertahun-tahun dengan suaminya dan adik yang selama ini ia sayangi mungkin tak akan pernah sama lagi.
Linda, yang selama ini menahan kesedihan dan kekecewaannya, akhirnya menguatkan hati untuk mengambil sikap tegas. Dengan tatapan tajam namun penuh luka, ia menghadap Wisnu. "Sekarang, kamu harus memilih, Mas," ucapnya, suaranya dingin dan mantap. "Apakah kamu ingin tetap mempertahankan keluarga kita dan mencoba memperbaiki semuanya, ataukah kamu ingin tetap bersama Mita?"
Wisnu terdiam, tampak terkejut dengan ultimatum yang diberikan Linda. Ia melihat ke arah Linda, lalu melirik Mita yang masih menunduk. Kesadaran bahwa semua ini telah menyakiti Linda dengan begitu mendalam mulai menyergapnya, dan rasa bersalah membayangi pikirannya. Namun, di sisi lain, ia tak bisa mengabaikan perasaannya pada Mita yang telah berkembang entah sejak kapan.