Daisy terpekik kaget saat Devian tiba-tiba menariknya dan membawanya ke belakang. Ia baru saja membawakan beberapa barang ke gudang, hari masih gelap karena matahari belum terbit. Namun Devian sudah bangun dan mengejutkannya. Pria itu tiba-tiba datang dan langsung menyeret Daisy menjauh agar tak ada yang melihat mereka.
“Apa yang sedang kamu lakukan Mas?” tanya Daisy tak suka.
“Ikut saja dan jangan berisik!” Devian masih saja menarik Daisy sampai keduanya masuk ke dalam ruangan olahraga yang tak jauh dari gudang. Devian dari tadi memang sudah bangun dan sudah berolahraga, maka itu ia bisa melihat Daisy masuk ke dalam gudang.
“Aku harus memperingatkanmu dari sekarang,” kata Devian tegas saat ia sudah membuat Daisy bersandar di dinding dan Devian meletakkan tangannya di dinding agar Daisy tak bisa kabur darinya. Jarak keduanya hanya berjarak beberapa senti saja, walaupun Devian sudah berkeringat namun Daisy masih bisa mencium bau khas kepemilikan Devian yang ia sukai.
“Meperingatkan apa?” tanya Daisy tak suka.
“Aku nggak suka lihat kamu berdekatan dengan Dion. Aku nggak suka lihat kamu akrab sama dia, jadi jangan pernah mencoba mendekatinya lagi. Atau kamu akan tahu apa yang bisa kulakukan padamu,” ancam Devian.
“Siapa kamu yang bisa mengaturku?” tanya Daisy dengan sarkas tak terima dengan larangan Devian itu.
“Daisy,” desis Devian. “Aku nggak suka kamu melawanku seperti ini.”
“Aku bukan perempuan yang selama ini bersamamu yang bisa kamu atur dan ancam sesuka hati. Aku berbeda dengan mereka, jadi jangan lakukan itu sama aku. Karena hal itu nggak akan bisa membuatku takut smaa kamu. Jadi jangan cob…” Devian membungkam bibir Daisy dengan bibirnya, ia tak suka dengan kalimat Daisy yang selanjutnya.
“Mas Devian lep…” Daisy berusaha memberontak dan memukul d**a pria itu, namun tenaga Devian jauh lebih kuat. Ia memegang tangan serta menahan tengkuk Daisy agar tak bergerak. Ciuman pria itu semakin kasar dan Daisy hanya bisa pasrah sampai Devian melepaskannya.
“Kamu lihatkan bagaimana aku sangat membutuhkanmu? Kamu milikku hanya milikku! Kamu juga sudah sepakat mempunyai hubungan denganku! Jadi jangan tanya lagi siapa aku untukmu! Aku sudah menawarkan untuk memberitahu hubungan kita tapi kamu yang menolak, apakah itu salahku? Jadi dengarkan aku baik-baik dan jangan membantah. Aku tak suka Daisy. Kamu hanya milikku, cukup kamu mendekati Dion. Jangan ada kedekatan lagi di antara kalian, aku nggak suka. Apa kamu mengerti?” desis Devian di akhir kalimat.
“Aku sudah bil…”
“Aku tak suka di lawan Daisy, apa kamu mau aku berbuat hal gila di sini? Kamu mau melihatku melakukan hal yang akan membuatmu menyesal?” ancam Devian membuat Daisy akhirnya tak melanjutkan perkataannya. “Kamu tahu aku bisa berbuat nekat dan aku nggak takut apa-apa! Jadi jangan membuatku marah.” Daisy hanya diam, ia tahu jika ingin melawan Devian bukan melawannya dengan cara yang sama. “Aku minta maaf, aku janj…” Daisy mendorong Devian ketika pria itu mulai lengah.
“Fokus saja dengan acaramu nanti malam, jangan hiraukan aku. Bukankah sebentar lagi kamu akan merubah statusmu dan punya tanggung jawab baru? Kamu akan sangat sibuk nanti, jangan pedulikan aku. Urus saja pekerjaanmu sendiri, jangan mencoba ikut campur dengan kehidupanku,” kata Daisy dengan sarkas lalu mendorong Devian kembali sehingga ia bisa pergi dari sana.
Kali ini Devian tak mengejarnya lagi, ia membiarkan Daisy pergi meninggalkannya. Pria itu menghela napasnya kasar dan memukul dinding dengan kuat sehingga membuat tangannya berdarah, namun Devian tak peduli dengan itu.
***
“Hai Daisy,” sapa Dion saat wanita itu sedang menyusun piring di meja makan. Dion sudah lebih dahulu turun dari atas dan bergabung di meja makan.
“Hai Dion, akhirnya kamu sadar juga,” sindir Daisy membuat Dion tertawa.
“Sepertinya aku yang kalah tadi malam, makanya kamu mengatakan hal itu iya, ‘kan?” tanya Dion membuat Daisy kali ini tertawa.
“Apa kamu nggak ingat apa yang terjadi tadi malam? Kamu lupa bagaimana akhirnya?” tanya Daisy tak mau kalah membuat Dion tampak berpikir.
“Aku nggak ingat apa-apa, terakhir aku hanya ingat kita mengobrol sambil minum. Apa aku melakukan kesalahan? Aku melakukan hal yang aneh?” Raut wajah Daisy seketika berubah.
“Kenapa kamu bertanya seperti itu? Apa kamu mengingat sesuatu?” tanya Daisy sedikit takut, pasalnya ia takut hubungan mereka jadi canggung karena kejadian tadi malam.
“Tidak ada makanya aku bertanya. Biasanya saat aku sangat mabuk dan tidak sadar aku akan melakukan hal yang aneh dan yang gila. Makanya aku bertanya, siapa tahu aku melakukan hal yang buruk atau mengatakan sesuatu yang tak seharusnya?” tanya Dion tak yakin. Daisy tertawa, ia lega karena ternyata Dion tidak mengingat apa-apa.
“Kamu tidak melakukan apapun, hanya saja kamu sangat susah dibangunkan. Aku ingin buat kamu tidur di sofa, tapi aku takut nanti orang tuamu marah padaku karena membiarkanmu tidur di sofa. Makanya aku memabwamu ke kamar dengan susah payah, kamu sangat berat. Sepertinya kamu harus berolahraga untuk mengurangi beratmu,” ejek Daisy membuat Dion tertawa.
“Benarkah aku seberat itu?” tanya Dion tak yakin. “Terima kasih sudah membawaku ke kamar dan membuatku tidur dengan nyaman. Mungkin aku akan membalasmu suatu saat nanti, karena aku kalah itu berarti aku harus membelikan minuman yang kamu inginkan itu, ‘kan? Atau kamu mau yang lain mungkin?” Daisy menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“Aku hanya mau itu saja. Jadi kamu harus menepati janjimu. Apa yang aku bilang benar. Aku akan jadi pemenangnya, karena aku sangat baik untuk minum,” ujar Daisy sombong membuat Dion tertawa.
“Baiklah-baiklah, aku mengakui kehebatanmu dalam minum. Aku nggak akan menantang kamu untuk minum lagi, mungkin aku akan menantangmu dalam hal lain mungkin?” tanya Dion dengan tertawa. “Aku akan pikirkan nanti. Tunggu saja hadiahmu, aku janji akan memberikannya.”
“Baiklah, aku akan menunggunya. Aku ke belakang sebentar, aku akan membawakan sarapan untukmu,” pamit Daisy. Sambil menunggu Daisy datang kembali Dion memainkan ponselnya dan kedua orang tuanya datang bergabung. Tak lama Daisy kembali bergabung kembali ke ruang makan.
“Ada apa dengan tanganmu Devian?” tanya Kamila saat melihat Devian baru saja datang dan bergabung untuk sarapan. Karena itu Daisy juga akhirnya melihat tangan Devian yang di perban itu.
“Hanya luka kecil,” jawab Devian cuek, pandangan matanya dengan Daisy sempat bertemu.
Tadi pagi saat bertemu dengan Devian, Daisy merasa tadi pagi tangan pria itu masih baik-baik saja. Ia ingat dengan jelas karena tangan tersebut yang menahan tengkuknya, bagaimana bisa sekarang luka itu ada? Apa setelah kepergiannya Devian marah dan memukul sesuatu?
“Kecil bagaimana sampai seperti itu, kenapa?” tanya Kamila lagi khawatir.
“Terluka saat olahraga tadi, sudahlah saya bukan anak kecil lagi. Saya bisa mengatasi ini, jangan terlalu berlebihan,” protes Devian. Pria itu sudah duduk dan menunggu makanannya di sajikan oleh Daisy. Melihat Devian seolah menunggunya, maka Daisy mendekati Devian dan meletakkan makanan di atas piring pria itu.
“Kamu nggak lupa acara malam ini, ‘kan?” tanya Arie pada anak sulungnya itu, Kamila kembali menegur suaminya itu. “Aku hanya mengingatkan agar nanti malam dia pulang cepat dan tidak membuat malu keluarga hanya itu.”
“Tapi kamu bi--”
“Saya ingat, aku nggak sebodoh itu untuk lupa. Apa lagi dengan permintaan gila itu, tolong jangan rusak sarapanku pagi ini. Kalau anda terus membahasnya akan saya pastikan malam nanti saya tidak akan datang. Bukan hanya anda saja yang bisa menekan, tapi saya juga bisa melakukan hal yang sama,” ujar Devian sambil menatap tajam Arie. Hal itu membuat paruh baya tersebut memilih diam.