Nikahkan

1022 Kata
Semua orang sibuk mencari dimana keberadaan Zaflan, hari sudah malam dan tanda-tanda ditemukannya Zaflan masih belum terlihat. Ayah terlihat masih sibuk mencari dimana keberadaan anak sulungnya itu, matanya sudah bengkak, pakaian dan tubuhnya sudah kotor. "Pak ayo kita pulang, biarkan polisi melanjutkan mencarinya, kamu harus istirahat juga." ucap Naifa. "Bagaimana jika saat anakku ketemu dan aku tidak berada di sisi nya? Dia akan merasa sedih dan merasa aku tidak memperdulikannya. " "Aku akan menjaga disini menggantikan Ayah, Ayah pulanglah bersama Ibu." sahut Alzam yang membuat Ayahnya sedikit lega dan memutuskan untuk kembali kerumah bersama istrinya. Alzam kemudian mengecek kebawah jurang bersama Raiyan untuk membantu pencarian Zaflan. *** Pagi yang cerah, membuat Aretha bersemangat untuk bangun karena hari ini dia tidak perlu ke kampus dan hanya mengajar di pondok. Aretha membawakan sarapan untuk Ayah dan Ibunya ke meja makan dan mempersilahkan mereka menyantapnya. Aretha yang sudah selesai bersiap juga ikut sarapan bersama dengan orang tuanya, agar setelah itu dia bisa langsung mengajar. "Ayah hari ini akan memancing, karena kau sudah bisa menggantikan Ayah, Ayah ingin memancing sehari." ucap Ayah setelah menyelesaikan sarapannya. "Ibu juga pergi?" tanya Aretha sambil merapikan meja makan. "Tentu saja, mana mungkin bisa Ayah berpisah dengan Ibumu sehari saja." sahut Ibu membuat Aretha tertawa mendengarnya. Aretha membungkuskan beberapa cemilan dan minuman untuk dibawa pergi memancing Ayah dan Ibunya. Mereka pergi menggunakan sepeda motor andalan milik Ayah sejak bujangan. Aretha kemudian bergegas menuju kelas untuk segera mengajar. Betapa terlihat senangnya para santri saat melihat kedatangan Aretha, gadis yang jelita itu selalu menjadi penantian bagi para santri. *** Ibu duduk di tepi pondok sambil menyiapkan makan siang untuk suaminya, sementara Ayah masih duduk santai di tepi sungai menunggu hasil pancingannya. Saat Ayah sedang mencoba melirik ke arah sekitaran sungai, pandangan bapak Salman itu berhenti fokus pada satu titik yang sedang bergerak ditepi sungai. Pak salman langsung berdiri meninggalkan pancingnya dan berjalan menuju sesuatu yang bergerak pelan itu. Sedikit demi sedikit Pak Salman mendekatinya dan mencoba menjaga jarak, takut jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Namun, Pak Salman langusng berlari mendekatinya setelah melihat seorang pria yang terbaring lemah di tepi sungai. Pak Salman menarik tubuh pria itu yang masih setengah di dalam sungai, untuk dibawa ke pinggiran sungai. Pak Salman mengusap wajahnya untuk menyeka air yang ada di wajah pria itu, kemudian memanggil istrinya. "Khanza!! Istriku, kemarilah." teriak Pak Salman. Spontan Ibu langsung berlari menghampiri suaminya untuk melihat apa yang membuat suaminya berteriak begitu keras. "Astagfirullah, kenapa ini Bapak? " tanya Ibu terkejut melihat pria yang terbaring lemah diatas paha suaminya. "Telepon Aziz dan minta dia bawakan mobil kemari, kita harus segera membawanya ke rumah sakit." Istrinya langsung bergegas pergi. "Katakan juga pada Aretha, siapkan kamar untuknya." teriak Pak Salman. Istrinya mengangguk dan langsung bergegas mengambil Hp untuk menelepon sopir pondok. *** Setelah dibawa ke rumah sakit terdekat, pria itu terbaring lemah dan belum sadarkan diri. Pak Salman dan istrinya masih menunggu diluar ruangan bersama dengan Pak Aziz. "Paman masuklah, dia sudah sadarkan diri." ucap Rizan teman Aretha. Pak Salman dan istrinya langsung bergegas masuk, diikuti Pak Aziz dibelakang mereka. Pria itu terlihat terbaring lemah, namun matanya sudah terbuka untuk melihat ke sekitar. "Bagaimana perasaanmu? Apa kau ada merasakan sakit dibagian tertentu?" tanya pak Salman. Pria itu hanya menggeleng karena enggan berbicara. "Siapa namamu nak? Apa kau tau dari mana asalmu? " tanya Bu Khanza. "Kalian bukan keluargaku?" tanya pria itu. Bu Khanza langsung menatap suaminya terkejut setelah mendengar jawaban pria itu. "Dia mengalami amnesia karena benturan keras yang mengenai kepalanya Buk." sahut Rizan. Rizan kemudian memberikan sebuah bet nama kepada Pak Salman dan Ibu Khanza. "Satu-satunya yang saya temukan pada dirinya hanya ini, ini mungkin namanya." ucap Rizan. "Zaflan? " ucap Pak Salman. "Sebaiknya kita biarkan dia istirahat dulu dan pikirkan apa yang harus kita lakukan kedepannya." ucap Bu Khanza. Semua orang keluar dari ruangan dan membiarkan pria itu sendirian dikamar rawat. Pak Salman dan Bu Khanza terlihat berfikir keras apa yang harus mereka lakukan pada pria yang tidak mengetahui siapa dirinya itu. Mereka bingung bagaimana harus membawa pria itu, sedangkan mereka memiliki anak perempuan. Sementara Rizan juga tidak bisa membawanya dikarenakan Ibu tirinya yang tidak akan menerima itu semua. Seharian mereka berfikir keras dan akhirnya membuat keputusan yang mereka anggap itulah jalan terbaiknya. "Aku akan membawanya ke pondok pesantren dan membiarkannya tinggal disana sampai dia mengingat siapa dirinya sebenarnya, dan menjelang dia sembuh, dia akan tinggal dirumah kita dan minta Aretha untuk tinggal dengan Farrah beberapa waktu." ucap Pak Salman. Setelah membuat keputusan itu, mereka membawa pulang Zaflan kerumah mereka. Karena kondisi Zaflan yang bisa dirawat dirumah, dia tidak dirawat dirumah sakit. *** "Ibu dari mana saja semalaman? Ibu dan Ayah tidak pulang dari kemarin." ucap Aretha yang melihat Ibunya baru saja pulang. Saat itu, Aretha langsung terdiam ketika melihat Zaflan masuk kedalam rumah dan Ayah membawanya memasuki kamar tamu. Saat itu, tatapan mata Zaflan bertemu sejenak dengan Aretha tanpa sengaja dan gadis itu langsung mengalihkan pandangannya. Zaflan masih melirik Aretha sambil berjalan memasuki kamar. "Beristirahatlah disini, apapun yang kau butuhkan katakan padaku dan istriku, kami akan membantumu." Zaflan mengangguk dan berbaring di atas kasur. "Siapkan bubur untuknya agar tubuhnya hangat." ucap Ayah kepada Aretha kemudian masuk ke dalam kamar. Ibu hanya mengangguk ke arah Aretha, menandakan anaknya harus melakukan itu kemudian masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. *** Sudah seminggu lamanya Zaflan tinggal di rumah itu dan sudah selama itulah Aretha menginap di kediaman Farrah. Suatu malam, Ayah dan Ibu duduk di sofa bersama dengan Zaflan untuk membawanya bicara. "Nak, apa kau masih tidak mengingat siapa dirimu dan dari mana kau berasal?" tanya Ayah. Zaflan hanya menggeleng. Ayah terdiam sejenak kemudian menatap istrinya, istrinya mengangguk tanda mengiyakan keputusan suaminya. "Maafkan kami jika lancang atau menyakiti perasaanmu, tapi aku disini adalah guru besar pesantren dan tetua disini, pandangan masyarakat mulai tidak baik ketika aku membawamu kerumah ini, karena aku mempunyai anak perempuan. Apa kau mempunyai saran? Bagaimana jika tinggal di pesantren? " Zaflan menggeleng, kemudian terdiam sejenak. "Bagaimana jika nikahkan saja aku dengan anak kalian? Untuk menghilangkan pandangan buruk itu dan tetap menjaga nama baik keluarga." ucap Zaflan dengan santai. Pak Salman langsung menatap istrinya, bingung dan perasaannya bercampur aduk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN