Bab 13. Gagal Menyenangkan

1163 Kata
“Bagaimana Tantria, Hen? Apa dia senang?” tanya Anthony begitu Hendri tiba untuk menjemputnya. Hendri tersenyum lalu mengangguk. “Iya, Bos. Nyonya Muda sangat senang.” Anthony mengangguk seraya tersenyum. Ia berjalan menuju mobil dan Hendri beserta beberapa pengawal Anthony juga mengekori. “Apa dia hanya pergi berdua sama kamu?” Hendri menoleh ke belakang dan tersenyum menggeleng. “Salah satu pelayan di rumah yang bernama Erna ikut menemani, Bos.” Anthony mengangguk lagi dengan senyuman puas. “Nyonya Muda juga meminta saya untuk mengantarkan ke rumah sakit menjenguk Ibunya. Dia tampak sangat bahagia.” Anthony makin tersenyum dan mengangguk. Ia masih diam dan melihat pemandangan di luar. Tak lama kemudian jalanan sedikit melambat karena agak macet. Saat itulah Anthony melihat sebuah toko kue khas Tionghoa kala melintas. “Hen, berhenti di depan. Kita ke toko itu!” Anthony menunjuk pada toko di depannya. “Baik, Bos.” Hendri lalu mengarahkan mobil ke toko yang diinginkan oleh Anthony. Anthony turun dikawal oleh Hendri yang ikut masuk ke dalam toko kue dan ice cream milik salah seorang pemilik peranakan. “Bos Lin!” sapa sang pemilik begitu melihat Anthony datang. Anthony tersenyum lalu menjabat tangan sang pemilik. “Bagaimana kabar? Bisnis lancar?” balas Anthony dengan ramah. “Baik, Bos. Silakan duduk.” “Terima kasih.” Hendri menarik salah satu kursi untuk Anthony dan ia duduk dengan elegan seperti biasanya. Pemilik lalu dengan sigap menanyakan keperluan Anthony yang datang tiba-tiba. “Sebenarnya tadi lewat dan aku mampir sebentar. Mau beli kue dan es krim!” sang pemilik langsung bertepuk tangan dan Anthony pun terkekeh. “Waduh, Bos Lin ternyata romantis juga. Pulang kerja bawa buah tangan untuk Nyonya di rumah, haha.” Anthony ikut terkekeh pada celetukan tersebut. Ia mengangguk untuk mengiyakan. Sang pemilik langsung memerintahkan anak buahnya membungkus kue yang dipesan oleh Anthony. “Mau sekalian makan malam, Bos Lin?” tawar sang pemilik lagi. Anthony sedikit berpikir lalu mengangguk. “Boleh, coba aku lihat menunya dulu.” Setelah memilih, Anthony pun menunggu sesaat sambil melihat-lihat dan memilih kue serta es krim. “Kalau boleh tahu, tumben Bos Lin beli kue dan es krim. Apa ada perayaan di rumah?” celetuk Hendri bertanya karena penasaran. Anthony tersenyum lalu menggeleng. “Enggak kok. Aku mau membawa pulang untuk Tantria. Dia pasti belum pernah makan es krim yang enak dan cakenya juga.” Anthony menjawab dengan senyuman. Hendri ikut tersenyum lalu mengangguk paham. “Menurut kamu, apa Tantria akan betah tinggal di rumah? Aku cemas dia akan sulit menyesuaikan diri,” ujar Anthony meminta tanggapan Hendri yang sedang ikut menunggu bersamanya. “Sepertinya Nyonya Muda bukan gadis sembarangan, Bos. Dia bahkan gak meminta pakaian mahal atau mencoba mengambil kesempatan untuk bisa memperoleh sesuatu. Biasanya perempuan semuda itu akan senang dibelikan sesuatu. Tapi ini ... dia malah gak mau dan bersikeras memilih yang paling murah. Katanya gak boleh buang-buang uang,” jawab Hendri memberikan penjelasan. Anthony yang mendengar lantas mengulum senyumannya. Ia setuju dengan pendapat Hendri yang menggambarkan Tantria dengan baik. Kepolosan dan ketulusan Tantria yang membuat Anthony tertarik. “Kamu benar. Aku yakin Tantria akan melahirkan anakku dengan baik. Dia akan menjadi calon penerusku.” Anthony tertegun setelah bicara hal tersebut. Ia sadar jika Tantria sedang hamil anak yang bukan darah dagingnya dan itu bukanlah hal yang gampang. Anthony belum memikirkan akibat dari perbuatannya yang melindungi Tantria dan kehamilannya. “Bos Lin. Semua sudah selesai!” Anthony terkesiap dengan panggilan pemilik toko yang memberikannya beberapa tentengan berisi kue, es krim dan menu makan malam yang dipilih oleh Anthony. “Terima kasih,” ucap Hendri yang menerima pesanan tersebut. Pemilik toko sedikit membungkuk pada Anthony yang membayar lunas semua pesanannya. Anthony dan Hendri pun segera pulang. “Papa!” pekik Belinda saat melihat ayahnya pulang. Anthony dengan antusias membuka lebar kedua tangannya lalu memeluk putrinya tercinta. “Mmmhhh, kamu baru pulang les piano?” Belinda mengangguk tersenyum pada ayahnya. “Oh Papa bawa pulang hadiah buat kamu. Ada es krim!” “Asyik!” Belinda memekik bahagia. Hendri memberikan paper bag yang berisikan kontainer es krim untuk Belinda. “Wah, makasih, Papa. Kalau itu apa?” tunjuk Belinda mulai membuka bungkusan es krim lolipop dan memakannya. “Kalau ini buat ....” “Qin, kamu sudah pulang?” Anthony menoleh ke samping dan tersenyum. Ia mengangguk tersenyum. “Iya baru saja sampai.” Grizelle langsung berdecap melihat Belinda makan es krim. “Kok kamu makan es krim sih? Nanti tenggorokan kamu sakit lho!” Grizelle langsung melarang putrinya untuk memakan es krim. “Biarin saja. Sesekali kan gak apa.” Anthony menyela. Grizelle langsung mendelik tidak setuju dengan sikap Anthony yang memanjakan anak mereka. “Ya sudah, kamu ganti pakaian ya.” Kening Anthony pun mengernyit. “Memangnya mau ke mana?” “Kita ada undangan pesta malam ini.” “Pesta? Pesta siapa?” Grizelle tersenyum lalu merangkul lengan Anthony. “Ardi Wibisono. Kamu kenal dia kan?” Anthony sedikit mengernyit lalu memicingkan matanya pada Grizelle. Anthony memberikan kode pada pengasuh Belinda untuk membawa putrinya pergi. Anthony belum bicara apa pun selama putrinya itu belum pergi. “Untuk apa datang ke pesta? Kita makan di rumah saja. Lihat aku bawa makan malam untuk kamu dan Tantria ....” “Apa? Kok Tantria?” Kening Anthony mengernyit dan akhirnya diam. Sementara Hendri bahkan sudah melipir pergi karena tidak baik mendengarkan pembicaraan pribadi bos Lin. “Memangnya kenapa kalau Tantria? Kan dia istriku juga.” Grizelle menarik napas panjang dan mencoba tersenyum pada Anthony. “Tapi kan kamu uda punya perjanjian sama aku soal dia kan? Kok kamu jadi memanjakan dia. Jangan-jangan yang memberikan dia uang untuk beli baju baru itu kamu ya?” pancing Grizelle pura-pura tidak tahu. “Apa salah kalau aku membelikan dia pakaian baru? Kamu gak lihat pakaiannya seperti apa? Kalau ada anggota keluargaku yang datang atau orang tuaku kemari, mereka pasti akan menegur.” Grizelle sedikit manyun pada pembelaan yang dilakukan Anthony untuk Tantria. “Aku lakukan itu semata-mata karena dia yang akan melahirkan putraku nanti,” imbuh Anthony lagi. “Tapi kan dia belum terbukti hamil.” “Memang. Lalu kamu pikir untuk hamil kita gak berusaha? Setidaknya kita kasih dia gizi yang cukup, pakaian yang baik. Kan aku gak membelikan dia pakaian seperti yang kamu punya,” sahut Anthony mulai kesal. Ia sampai membuang muka dan kehilangan selera untuk makan malam yang tenang dengan Grizelle. “Ya sudah, aku minta maaf. Kalau begitu kita siap-siap ke pesta itu ya?” bujuk Grizelle masih belum menyerah. Anthony menghela napas panjang dan menggeleng. “Aku capek.” “Sebentar saja.” Grizelle masih memaksa. “Percuma dong aku sudah beli makan malam untuk kita kalau akhirnya malah makan di luar.” Anthony jadi makin kesal. Namun Grizelle menggelayut manja pada Anthony dan memasang wajah cantiknya. “Ayo dong. Sekalian kita kencan di luar. Kita kan uda lama gak berduaan, yah? Please, Qin!” Anthony melepaskan napas panjang dan terpaksa menerima. Kali ini buyar sudah rencananya bisa makan malam bersama Tantria.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN