Bab 14. Harga Diri

1116 Kata
Hendri pun akhirnya diperintahkan oleh Anthony untuk memberikan makanan yang ia belikan untuk Tantria. Sedangkan dirinya akan pergi makan malam di luar bersama Grizelle. Anthony sudah sangat malas untuk pergi lagi. Terlebih dia baru pulang dari aktivitas bekerja. “Berikan ini untuk Tantria. Tolong jangan sampai dia telat makan malam, minta Halim untuk menjaga jam makannya. Dia sedang dalam program kehamilan,” ujar Anthony memberikan perintahnya pada Hendri. Hendri mengangguk paham. “Setelah itu, kamu temani aku ke pestanya Ardi Wicaksono!” sambung Anthony lagi dengan nada datar dan wajah tanpa senyuman. “Baik, Bos.” Tanpa membantah, Hendri berjalan ke arah belakang rumah tepatnya di dapur utama tempat biasanya Tantria berada. “Nyonya?” Tantria menoleh lalu tersenyum pada Hendri yang juga melakukan hal yang sama. “Apa Nyonya sudah makan malam?” “Belum. Ini Tantri sedang mempersiapkan makan malam untuk Mas Anthony dan Mba Grizelle,” jawab Tantria jujur. “Tidak perlu, Nyonya. Bos Lin dan Nyonya Besar akan ke pesta sebentar lagi. Jadi makan malam di rumah tidak ada.” Tantria sedikit tertegun lalu tersenyum mengangguk. “Apa Halim sudah tahu?” “Setelah ini saya beritahukan. Oh iya, ini adalah makanan yang dibelikan oleh Bos Lin untuk Nyonya. Tadi sewaktu pulang, Bos Lin mampir dan membeli makanan ini karena Nyonya sedang dalam program kehamilan,” ujar Hendri lagi memberikan tentengan untuk Tantria. Tantria mengambil pemberian tersebut dan mengangguk lalu berterima kasih. “Terima kasih, Pak Hendri.” “Sama-sama, Nyonya. Langsung dimakan ya, nanti dingin.” Hendri kembali tersenyum ramah pada Tantria yang mengangguk ramah. “Apa Pak Hendri gak mau ikut makan bersama?” tawar Tantria masih dengan pandangan matanya yang polos. Hendri tersenyum lalu menggeleng. “Saya harus menemani Bos Lin, Nyonya. Jadi saya pun akan makan di luar nanti.” “Sayang sekali. padahal ini sepertinya banyak sekali menunya.” “Ya, Nyonya kan memang harus banyak makan dan tidak boleh terlambat karena sedang dalam program kehamilan. Iya kan?” Tantria hanya tertegun dan akhirnya mengangguk. Rasa aneh pada hati Tantria muncul lagi kala mendengar kalimat yang dilontarkan Hendri. “Kalau tidak ada yang dibutuhkan lagi, saya permisi dulu, Nyonya. Selamat makan malam.” Hendri sedikit membungkuk lalu berbalik dan pergi dari hadapan Tantria. Hendri menemui Halim perihal makan malam Anthony Lin dan keluarganya. Setelah kepergian Hendri, Tantria berbalik ke dapur untuk menghidangkan makanan yang diberikan padanya. “Biar saya bantu, Nyonya.” Erna datang membantu Tantria yang tersenyum saja. Halim juga datang membantu dan membereskan meja. “Nyonya mau makan malam di sini atau di meja utama?” Halim menawarkan. Tantria langsung menggeleng. “Jangan, di sini saja. Kita makan sama-sama ya? Makanannya banyak dan enak-enak kok!” sahut Tantria dengan senyumannya. Halim tersenyum lalu mengangguk. Maka Tantria duduk dengan nyaman di meja makan dapur yang lebih kecil dan sederhana dibandingkan meja makan utama. Namun bagi Tantria meja makan itu sangat lah mewah. Ia bahkan bisa makan dengan enak dan nyaman tanpa harus khawatir tentang esok hari. Bayi dalam kandungannya juga merasakan berkah yang sama. Tak putus-putus, Tantria mengucapkan syukur pada Tuhan atas penyelamatan yang didapatkannya. “Nyonya harus makan yang banyak.” Erna menyendoki ayam kungpao untuk Tantria. Tantria meringis lalu menggeleng. “Jangan banyak-banyak, perut Tantri gak muat.” Erna malah tertawa mendengar kepolosan Tantria. Canda tawa terdengar di dapur tempat Tantria makan malam. Meski berstatus sebagai istri, nyatanya tempat Tantria tak jauh berbeda dengan kepala pelayan seperti Halim di rumah Lin. Meski demikian, Tantria tidak merasa sedih. Ia malah sangat bahagia. Sedangkan kebahagiaan yang dirasakan Tantria berbanding terbalik dengan yang dirasakan oleh Anthony Lin. Ia berada di tengah-tengah pesta para konglomerat dengan makanan dan minum-minum serta musik yang megah. Yang paling tak disukai oleh Anthony jika dalam pesta seperti itu adalah Grizelle selalu menarik lengannya untuk ikut terlibat pada pembicaraan apa pun meski itu urusan perempuan. Grizelle memiliki kebanggaannya sendiri menggandeng Anthony yang tampan dan kaya raya. Banyak teman-temannya yang merasa iri dan Grizelle makin senang memperlihatkan d******i dan kebucinannya pada Anthony. “Aku ke sana sebentar.” Anthony tersenyum lalu mengecup sisi kepala Grizelle agar ia bisa lepas. Perutnya sudah lapar dan ia tidak ingin minum sebelum memakan sesuatu. “Bos!” Hendri memberikan sepiring menu untuk Anthony yang sedang celingukan mencari sesuatu. “Oh, Hendri! Kamu memang penyelamatku.” Hendri tersenyum pada pujian Anthony yang menyambar piring lalu berjalan ke salah satu meja untuk makan malam. “Grizelle lebih senang berkumpul dengan teman-temannya daripada menemani aku makan. Jadi aku di sini saja,” ujar Anthony lagi. Hendri sudah tahu persis seperti apa sifat Anthony. Ia mengangguk paham dan menawarkan minuman serta akan mengambil makanan lain untuk Anthony. Saat ditinggal oleh Hendri dan Anthony memulai makannya, si pemilik pesta, Ardi Wibisono datang menghampiri Anthony. “Anthony, wah tumben kamu mau datang ke pestaku! Hahaha, suatu kejutan!” ucap Ardi menyapa dengan keakrabannya pada Anthony. Anthony menghentikan makan sejenak lalu tersenyum dan mengangguk. Ardi duduk di salah satu kursi tanpa meminta ijin pada Anthony. “Terima kasih sudah mengundangku,” jawab Anthony masih biasa. “Haha, iya. Gak masalah. Grizelle bisa membawa siapa pun kok.” Anthony diam sedikit tersenyum menatap Ardi. Ia mengangguk setelah beberapa saat. “Bagaimana kabarmu? Aku dengar kamu sedang ikut tender ya di kawasan utara,” celetuk Ardi berbasa-basi. Anthony tersenyum tidak mengangguk atau menggeleng. “Aku hanya mencoba semua peluang.” Ardi tersenyum sambil memegang gelasnya lalu mengangguk. Sikapnya sesungguhnya tampak tidak suka tapi ia menutupinya dengan senyuman. Bagi Anthony itu hanyalah sebuah kemunafikan karena dunia bisnis memang seperti itu. “Kamu gak kepengen naik ke pemerintahan? Atau mencalonkan diri menjadi politisi di Senayan?” Kening Anthony langsung mengernyit lalu terkekeh seperti mengejek. “Gak, aku gak berbakat di bidang politik.” “Oh ya, biasanya orang-orang kamu cuma pinter di bisnis ya? Huh, haha!” Ardi mulai menyinggung rasial yang dimiliki oleh Anthony. Anthony tidak ikut tertawa, ia hanya mengambil gelas dan minum. Rasa lapar di perutnya hilang gara-gara cemoohan halus baru saja. “Untuk apa jadi politisi jika semua keputusan yang mengatur adalah pengusaha. Politisi itu kan hanya boneka. Boneka oligarki.” Anthony membalas tak kalah sinisnya. Ardi kehilangan sedikit senyumannya. Ia paham jika Anthony sedang mengejeknya yang sudah masuk ke salah satu partai politik untuk menjadi anggota legislatif. “Nikmati pestanya, Anthony. Senang bisa bertemu lagi denganmu. Oh, salam sama Grizelle ya. Dia makin cantik!” Ardi berdiri dari tempatnya dan pergi meninggalkan Anthony yang kini sudah kehilangan selera makannya. Ingin rasanya Anthony membalikkan meja karena rasa marahnya. Ia pun menghentikan makan dan berdiri. Hendri yang baru datang membawakan minuman serta makanan untuk Anthony langsung menegur. “Bos, mau ke mana?” Anthony menarik lengan Hendri membawanya ke salah satu sudut untuk membisikkan sebuah perintah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN