Bab 23. Terhujam Belati Cinta

1108 Kata
Bayi putih dan imut milik Tantria dibawa ke kamarnya sekitar dua jam setelahnya. Grizelle menunggui Tantria untuk bisa ikut melihat putra suaminya, Anthony yang baru lahir. “Ini bayinya, Nyonya. Silakan disusui,” ujar perawat yang menyerahkan bayi yang belum bernama itu pada Tantria. Tantria begitu bahagia menyambut bayi laki-lakinya yang sehat dan lengkap. Fisiknya bahkan lebih tampan dari yang dibayangkannya. Air mata haru menetes tanpa disadarinya kala bayi itu merengek kecil tanda kehausan. Grizelle pun mendekat dan ikut tersenyum bahagia. Ia menyaksikan Tantria dibantu untuk melakukan pelekatan pertama saat menyusui bayinya. Tantria yang minim pengalaman begitu lembut memberikan makanan pertama untuk bayi laki-lakinya. “Wah, mirip sama Anthony ya,” celetuk Grizelle pada Tantria yang sedang menyusui. Tantria hanya melemparkan senyuman tipis tanpa menjawab. Selesai menyusui, Tantria meminta agar bayinya tidak dipisahkan darinya. “Biar dia tidur di sini saja, Suster. Saya gak mau berpisah,” ujar Tantria meminta. Grizelle pun akhirnya meminta hal yang sama pada perawat tersebut. Akhirnya perawat memasukkan satu tempat tidur bayi agar ibu dan anak itu tetap bersama. “Terima kasih. Mba Grizelle. Sudah membantu Tantri selama ini. Sampai Tantri bisa melahirkan anak laki-laki yang sehat seperti ini,” ujar Tantria berterima kasih pada Grizelle. Grizelle balas tersenyum lalu mengangguk. “Oh iya, kamu sudah punya nama?” Tantria berpikir sejenak lalu menggeleng. “Belum, Mba.” “Bagus kalau begitu. Biar Anthony dan keluarga saja yang menentukan.” Tantria hanya mengangguk saja. Ia kembali memandang wajah bayinya yang akhirnya lahir selamat di dalam keluarga bermarga Lin yang terhormat. Jika saja Anthony tidak menikahinya, maka anak itu akan menjadi anak tanpa kehormatan. Seumur hidupnya ia mungkin hanya menjadi bahan makian orang-orang di sekitarnya. Sementara Anthony bersiap dengan penampilan terbaiknya untuk kembali ke rumah sakit. Hendri sudah menunggunya di depan lobi hotel. Dari pada kembali ke rumah, Anthony memilih mampir ke salah satu hotel berbintang setelah membeli pakaian di salah satu outlet pakaian pria bermerek di mal. “Wah, Bos Lin kelihatan lebih keren!” ucap Hendri memuji Anthony. Anthony tersenyum dan menyerahkan kunci kamar pada Hendri. Ia juga memberikan pakaian yang semula digunakannya. “Oh iya, aku bawa apa ya buat Tantria? Uhm, kado? Bunga?” celetuk Anthony berhenti di depan Hendri. Hendri berpikir sejenak lalu tersenyum. “Kita bisa beli perlengkapan bayi, untuk bos kecil!” Anthony langsung menyengir memberikan jempolnya pada ide Hendri. “Kamu bener! Haha ... ayo kita beli perlengkapan untuk anakku!” Anthony begitu bersemangat membeli perlengkapan bayi seakan ia baru saja menjadi seorang ayah. Hendri pun ikut bahagia. Ia membantu Anthony mengemas kado-kado untuk anggota baru keluarga Lin─sang penerus Golden Dragon. Setibanya di rumah sakit, Anthony langsung antusias hendak masuk ke dalam. Tangan Hendri sudah penuh dengan kado-kado yang berisi perlengkapan bayi. Saat mereka masuk ke dalam, Grizelle sedang bercengkerama dengan Tantria. “Qin?” sebut Grizelle kaget sekaligus menguar senyuman lebar. Namun sedetik kemudian, senyuman itu memudar kala melihat Anthony membawa banyak kado untuk Tantria. Keningnya sedikit mengernyit tapi ia menyembunyikannya dengan baik. “Maaf, kalian sedang mengobrol ya?” sapa Anthony tanpa kecurigaan apa pun. “Enggak kok. Ayo masuk!” Grizelle langsung merangkul lengan Anthony di depan Tantria yang duduk separuh bersandar. Anthony tersenyum melihat Grizelle lalu mengalihkannya pada Tantria. Tantria tersenyum lembut dengan sikap sopan menundukkan pandangan seperti biasanya. Keinginan Anthony harus menguap karena Grizelle ada di kamar tersebut. “Bagaimana keadaan kamu?” tanya Anthony menyapa dengan nada biasa pada Tantria. Tangan Grizelle masih bergelayut di lengannya. “Baik, Mas Anthony.” Tantria menjawab singkat. Anthony menyunggingkan senyuman tipis lalu mengangguk. “Kamu harus banyak istirahat.” “Iya, tadi aku juga bilang seperti itu sama Tantria. Biar dia istirahat dulu di rumah sakit untuk dua tiga hari.” Grizelle malah memotong kalimat Anthony. Anthony tersenyum lalu mengangguk setuju. Suara kecil rengek bayi membuat Anthony mengalihkan perhatian dan senyumannya pada boks bayi tak jauh dari ranjang Tantria. “Aku mau lihat anakku dulu.” Anthony melepaskan pelan rangkulan Grizelle darinya. Ia berjalan sedikit memutar di kaki tempat tidur untuk menghampiri bayi laki-laki tampan yang akan menjadi penerusnya. Senyuman Anthony mengembang begitu tulus dan bahagia saat melihat sosok mungil itu. “Oh, anak Papa!” Anthony mengambil perlahan bayi itu lalu menggendongnya dengan lembut penuh kasih sayang. Betapa cinta itu muncul begitu saja menguar dengan indah dari sosok Anthony yang terkenal galak dan kejam di dunia bisnis. Kala ia menggendong bayi Tantria yang diakuinya sebagai darah dagingnya, Anthony tidak merasakan hal lain selain kasih sayangnya sebagai seorang ayah. “Anakku,” gumamnya lembut lalu mengecup pelan kening bayi tersebut. Bayi itu terbangun dan sempat membuka matanya. Anthony makin terharu bahagia dan tak segan memperkenalkan dirinya. “Anak Papa. Ini Papa, Sayang. Anak Papa ganteng,” ucap Anthony tersenyum pada bayi yang digendongnya. Rasa bahagia itu menular pada Grizelle dan Hendri. Begitu pula dengan Tantria yang sangat terharu melihat seperti apa sosok tampan dan gagah yang hanya ia kenal belum lama sebelum ia hamil itu sedang menggendong anaknya. Hati Tantria bergetar dan jantungnya berdetak lebih kencang. Saat ia melihat sosok Anthony bagai dewa penyelamat hidupnya, cinta itu mulai muncul di hatinya. Sayangnya Tantria hanya bisa menundukkan kepalanya lagi. Kala ia melihat Grizelle yang datang menghampiri Anthony dan ikut berbagi kebahagiaan dengannya, Tantria meremas tangannya sendiri. Rasanya ingin menangis tapi tak mungkin. Betapa sakitnya dihunjam belati cinta. Betapa tidak menyenangkannya menjadi orang kedua yang hanya bisa mencintai dalam hati tanpa bisa bicara, bersentuhan apa lagi menunjukkannya. “Sudah ada namanya?” pertanyaan Anthony tiba-tiba membuat Tantria terkesiap dalam lamunannya. “Uh ....” Tantria menggeleng pelan. Anthony mengulum lalu tersenyum dan mengangguk. “Kalau begitu, aku akan carikan dia nama yang sempurna. Tapi aku sudah punya panggilannya, tadi baru kepikiran.” “Apa?” sahut Grizelle dengan mata berbinar. Anthony sedikit memicing sembari menerawang. “Jayden ... Jayden Lin. Kalau nama Cina-nya, nanti aku cari yang tepat. Yah, Jayden. Bagaimana?” ucap Anthony dengan bangga memberikan nama pada anak laki-lakinya. Tantria tersenyum dan langsung menyukai nama pemberian Anthony. Nama yang berarti yang didengar oleh Tuhan itu memang menjadi sumber kebahagiaan baru bagi Tantria. Kini anak itu menjadi pengikatnya dan Anthony sebagai suami istri. “Aku setuju. Bagus!” Grizelle menyahut. “Bagaimana, Tantri?” Tantria mengangguk setuju tanpa bicara. Ia memang suka dengan nama yang diberikan Anthony tersebut. Anthony makin bahagia menggendong bayinya. Sedangkan Hendri hanya berdiri di sudut ruangan memperhatikan Anthony lalu matanya mengarah pada Tantria yang hanya diam melihat Anthony dan Grizelle. Senyuman Hendri pudar perlahan. Rasa kasih di dalam hatinya makin besar untuk Tantria. Tantria adalah seorang istri tapi tidak bisa mendapatkan kasih sayang seorang suami. Bahkan setelah melahirkan dan berjuang sendiri, suaminya tidak bisa memberikan ucapan selamat atau mencium keningnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN