Bab 24. Menginginkanmu

1089 Kata
Setelah mengantarkan Grizelle pulang, Anthony kembali pergi. Ia beralasan bahwa ada pekerjaan di kantor yang harus diselesaikan sampai malam. Tantria akan ditemani oleh Erna dan beberapa pelayan secara bergantian sebelum ia pulang di hari berikutnya. Akan tetapi, Anthony tidak menepati kata-katanya. Ia malah kembali ke parkiran rumah sakit. “Bos, gak jadi ke kantor?” tanya Hendri yang sedikit keheranan. Anthony belum menjawab. Ia seperti resah sedang memikirkan sesuatu. “Bos?” “Aku mau di sini saja, Hen. Aku kan belum bertemu Tantria,” jawab Anthony. “Tapi bukannya tadi ....” Hendri langsung menjeda kalimatnya. Ia baru mengerti apa yang dimaksudkan oleh Anthony. “Apa saya minta Erna dan yang lainnya keluar?” Hendri kembali menawarkan. Anthony sedikit berpikir dan membuang wajahnya ke samping. Hendri masih menunggu keputusan Anthony yang sepertinya sedang menimbang banyak hal. “Apa menurut kamu mereka akan melapor pada Grizelle?” tanya Anthony pada Hendri. Hendri menarik napas panjang dan ikut berpikir. “Saya rasa enggak, Bos. Yang dekat dengan para pelayan saat ini hanya Nyonya Tantria. Bahkan tukang kebun saja hanya bicara dengan Nyonya Tantria sebagai orang dalam. Nyonya Grizelle gak pernah terlihat mengobrol dengan para pelayan,” ujar Hendri menjelaskan. “Aku gak mau ada yang tahu soal kedatanganku ke rumah sakit sekarang. Aku mau menjenguk Tantria dan menghabiskan waktu sebentar dengan bayiku.” Hendri mengangguk paham pada permintaan Anthony. “Kalau begitu, saya usahakan Bos Lin masuk di saat yang tepat. Ayo kita turun.” Anthony tersenyum lalu ikut turun bersama Hendri. Keduanya kembali masuk ke bangunan rumah sakit. Setelah bertemu dengan koridor menuju kamar Tantria, Hendri meminta Anthony untuk menunggu. “Bos tunggu di sini, biar saya yang melihat ke dalam.” Anthony mengangguk. Hendri lalu berjalan menuju kamar Tantria. Setelah mengetuk pelan, pintu kamar terbuka dan wajah Erna terlihat. Ia tersenyum pada Hendri. “Pak Hendri?” “Keluar sebentar, Erna.” Erna mengangguk dan keluar sambil memegang pegangan pintu. “Nyonya Tantria sedang apa” tanya Hendri dengan suara kecil cenderung berbisik. “Sedang mengobrol sama yang lain.” Hendri berdecap dan sedikit mendelik. “Kalian bagaimana sih? Nyonya Tantria kan capek, dia butuh istirahat. Dia baru saja melahirkan malah diajak ngobrol,” sahut Hendri separuh memarahi Erna. Erna jadi manyun tapi tidak menjawab. “Sekarang kalian keluar, biarkan Nyonya Tantria istirahat. Ini, buat makan di kantin, dua jam lagi balik.” Hendri malah memberikan beberapa lembar uang untuk Erna. Erna tersenyum lalu mengangguk cepat. “Baik, Pak. Sebentar saya panggil teman-teman dulu.” Hendri pun pergi dari posisinya dan mengawasi kamar tersebut dari jauh. “Nyonya Tantria harus istirahat dulu ya. Kami mau keluar sebentar, nanti kami kembali lagi,” ujar Erna tersenyum pada Tantria. Tantria hanya mengangguk pelan. Ia memang sudah mengantuk karena kelelahan, tapi masih melayani mengobrol dengan para pelayan di rumah Lin yang datang menjenguknya. Tantria lantas menoleh ke kiri dan bayinya sedang tidur dengan pulasnya. Ia tersenyum lalu perlahan memejamkan matanya. Rasa kantuknya sudah tidak bisa lagi ia tahan. Sementara Anthony yang sudah menunggu kemudian dihampiri oleh Hendri. “Sudah, Bos. Nyonya Tantria sedang sendirian di dalam.” Anthony sedikit membuka mulutnya lalu mengangguk. “Terima kasih, Hen. Tolong jaga pintunya jangan sampai ada yang masuk.” Hendri mengatupkan bibirnya dan mengangguk. Ia berjalan mendampingi Anthony yang masuk ke dalam kamar Tantria. Hendri berhenti dan berdiri di depan pintu. Ia berbalik lalu bersandar menghadap pintu kamar Tantria seraya menarik napas panjang. Jika ingin meminta, Hendri juga ingin bisa menjenguk Tantria. Anthony masuk ke dalam kamar perlahan. Tantria tampak sudah terlelap dengan bayi yang berada di boks bayi di sampingnya. Senyuman Anthony perlahan mengembang melihat cantiknya istri keduanya setelah melahirkan. Padahal Tantria hanya mengenakan pakaian biasa berwarna putih. Kulitnya seakan bersinar di bawah lampu kamar yang terang. Anthony semakin dekat dan tubuhnya jadi menutupi lampu di langit kamar. “Tantri?” panggil Anthony dengan kembut. Tantria tidak menjawab. Hanya terdengar bunyi napas yang lembut tanda ia sudah terlelap. Pandangan Anthony seketika melembut kala menatap istrinya itu. Sebelah tangan Anthony keluar dari saku celana dan diletakkannya di samping tangan kiri Tantria sedangkan tangan kanan mengulur perlahan membelai rambut Tantria dengan lembut. Tubuh Anthony ikut mencondong ke depan mendekati Tantria yang terlelap tak bergerak sama sekali. “Cantik,” desah Anthony pelan. Ia tersenyum setelahnya. Sebegitu kecil nyali Anthony sampai ia kalah pada situasi. Anthony bagai macan di luar sana tapi begitu berhadapan dengan Tantria, ia seperti kehilangan kekuatannya. Tantria bak magnet yang menyerap seluruh kekuatan Anthony untuk berlaku dingin dan kejam. Jantung Anthony tidak berhenti melompat-lompat jika berdekatan dengan Tantria. Sama seperti sekarang, waktu seakan berhenti dan yang didengarnya hanyalah degup jantungnya semata. “Sayang, aku datang.” Anthony mendesah berbisik lembut. Ia menaikkan sedikit kepalanya lalu mengecup lembut kening Tantria. Rasanya tidak ingin lepas. Rasa tegang di bahu Anthony mengendur bagai disuntik obat penenang. Sebelah tangannya naik dan meraba tangan Tantria. Ia menggenggam pelan lalu membelainya saat kecupan di kening belum usai. “Selamat atas kelahiran bayi kamu. Aku berjanji akan menjaga anak kita dan melindungi kamu dari apa pun. Rahasia kita hanya akan diketahui oleh Tuhan semata. Tantria, aku ... aku cinta kamu,” bisik Anthony di depan wajah Tantria yang masih datar tak bergerak sama sekali. Anthony memejamkan mata dan menundukkan wajahnya. Ia seperti pengecut bodoh yang mengaku cinta pada putri tidur yang cantik jelita. Sejenak Anthony merasa sangat bodoh tapi ia punya janji yang terus membebaninya. Padahal Tantria juga miliknya, tapi Anthony tidak bisa menyentuhnya. “Maafkan aku. Aku gak bisa menjadi Suami yang baik untuk kamu. Seharusnya aku yang menemani kamu melahirkan Jayden. Aku ....” Bayi Tantria kemudian merengek dan sedikit menangis. Hal itu langsung menghentikan Anthony yang sedang bicara. Anthony buru-buru menjauh sedangkan Tantria masih tidur. Sepertinya sang ibu begitu lelah sampai tidak mendengar suara Jayden yang mulai membesar. “Kenapa, Sayang? Kamu bangun ya? Ssssttt, jangan ganggu Mama ya, Mama capek. Sini sama Papa saja.” Anthony lantas menggendong bayinya tersebut dengan lembut. Senyuman Anthony kembali lagi terlebih saat Jayden membuka matanya. Tangisan Jayden berhenti dan ia terus memandang Anthony. “Anak pintar. Jadi penerus Papa ya, Sayang. Kamu akan melindungi seluruh keluarga Lin dan Golden Dragon di masa depan. Kamu akan jadi pemimpin yang hebat, hhmm. Kamu akan menjadi kebanggaan Papa,” ucap Anthony berbicara pada Jayden yang hanya diam memandangnya. Pandangan Anthony kembali pada Tantria dan mendekatinya. Kali ini, ia langsung mengecup kening Tantria tanpa ragu meski sedang menggendong Jayden. Jayden yang masih bayi bisa merasakan kasih ayah dan ibunya bersatu sesaat selayaknya keluarga yang normal meski badai di depan akan jauh lebih pelik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN