Bab 33. Bukan Ayah Idaman

1125 Kata
Kedatangan Aaron Kim akan mengubah hidup Jayden Lin di masa yang akan datang. Aaron Kim datang pada Anthony Lin sebagai pemimpin tertinggi Golden Dragon untuk memintanya melakukan sebuah pelenyapan yaitu membunuh seseorang dengan nama Michael. “Apa tidak salah Anda membayar kami untuk melakukan hal itu? Maksudku, dia adalah seorang CEO?” ujar Anthony bertanya dengan kening mengernyit. Aaron balik tertawa dan mengangguk. “Namaku sesungguhnya bukan Aaron dan Michael adalah pengkhianat di keluargaku,” jawab Aaron berbohong. Kening Anthony mengernyit lalu menoleh pada Hendri yang masih diam memperhatikan Aaron. “Lalu siapa namamu?” Anthony bertanya lagi. “Panggil saja aku Peter. Yang penting aku membawa jumlah yang pas untuk menghabisi Michael. Ini uangnya!” Aaron menyerahkan satu koper berisi uang yang sudah tersusun rapi. “Jika kalian berhasil menghabisi Michael, sisanya akan kuberikan,” sambung Aaron lagi. “Kami harus berdiskusi dulu tentang ini. Kami harus mencari tahu siapa Michael.” Anthony mencoba sedikit mengelak. “Semua tentang Michael ada di amplop yang kuberikan. Yang jelas pastikan dia mati dalam minggu ini. Jangan sampai gagal dan jangan sampai Polisi terlibat,” ujar Aaron dengan lantangnya. Aaron pun pergi tak lama kemudian meninggalkan Anthony dan Hendri di ruangan tersebut berdua saja. “Bagaimana menurut kamu, Hen?” tanya Anthony seraya duduk di ujung sudut meja. “Firasat saya kurang enak sih, Bos. Kayaknya itu orang berbohong sama kita,” jawab Hendri sambil bersedekap. “Soal apa?” “Dia mungkin masih anak-anak, tapi ngapain bayar orang lain untuk membunuh seperti itu? Apa masalahnya dengan orang yang namanya Michael itu?” tanya Hendri beruntun. Anthony mengangguk lagi. “Aku tahu kekhawatiran kamu. Tapi kalau merujuk pada banyaknya uang yang ditawarkan, seharusnya ini akan jadi misi yang mudah buat kita, iya kan?” Hendri mengangguk lagi. “Aku serahkan sama kamu, Hen. Kamu menolak juga gak apa-apa. Kalau kamu mau menerimanya, Golden Dragon hanya akan ambil 20 persen. Kamu bisa langsung bangun rumah impian kamu di Hongkong,” ujar Anthony membuat Hendri tersenyum. “Apa saya boleh menimbang dan berpikir dulu, sekaligus mengatur strategi?” Anthony tersenyum lalu mengangguk. “Tentu boleh.” Hendri pun keluar dari ruangan tersebut dan Anthony masih memandang ajudannya tersebut. Untuk beberapa saat Anthony merasa jika ada hal buruk yang akan terjadi di masa depan. “Huff, apa aku kurang tidur atau masuk angin ya?” gumam Anthony pada dirinya. “Mama!” Jayden memekik saat akan memeluk Tantria. Tantria yang sedang berada di dapur, serta merta berjongkok untuk memeluk Jayden. “Hhmm ... anak Mama. Sudah latihannya?” Jayden mengangguk. “Mau mandi.” “Ya sudah. Ayo Mama antar ke kamar.” Tantria kemudian menyerahkan sisa pekerjaannya pada Erna karena harus mengantarkan Jayden ke kamarnya. Sebelum tiba di kamar, Anthony menegur. “Jayden, kenapa belum mandi?” Tantria sedikit terkesiap dan berbalik ke belakang. Sedangkan Jayden dengan cepat melepaskan pegangannya pada sang ibu. Anthony berjalan ke arah mereka dan berdiri di depan Tantria. “Kok masih di sini?” tanya Anthony lagi dengan nada ketus. “Iya, Mas. Jayden mau mandi. Jadi Tantri yang antarkan,” jawab Tantria dengan suara lembut. “Memangnya Jayden tidak bisa mandi sendiri? Kamu kan sudah besar, sudah harus mandiri. Jangan merepotkan Mama lagi!” Anthony beralih pada Jayden dan memarahinya. Jayden menunduk lalu mengangguk seperti anak baik. Tantria jadi kasihan melihat anaknya yang tidak diberikan banyak pilihan oleh ayahnya. “Buatkan aku teh herbal. Sepertinya aku masuk angin. Biar Jayden mandi sendiri saja suruh yang lain awasi!” perintah Anthony masih dengan sikapnya yang ketus seperti biasanya. “Baik, Mas,” jawab Tantria menurut baik. Anthony langsung berbalik pergi meninggalkan Jayden dan Tantria. Tantria lalu berjongkok dan membelai rambut Jayden. Ia tersenyum pada Jayden yang ikut tersenyum padanya. “Kamu masuk ke dalam, nanti Mama minta Halim untuk datang mengawasi ya? Kamu tahu kan caranya mandi dengan baik?” ujar Tantria dengan lembut dan penuh senyuman. “Iya, Ma. Gosok-gosok tangan dan kaki dengan sabun sampai bersih,” jawab Jayden dengan suara anak-anak yang menggemaskan. “Anak pintar. Ayo ke dalam!” Jayden tersenyum dan buru-buru masuk ke kamarnya. Tantria pun berjalan kembali ke dapur tapi ia berpapasan dengan Hendri. “Jayden mana, Nyonya?” “Di kamar sedang mau mandi.” Hendri mengangguk. “Apa ada yang mengawasi?” “Tantri mau minta tolong Halim dulu, Pak Hendri.” “Gak usah, biar saya saja.” Hendri tersenyum lalu mengangguk. Ia langsung berjalan ke kamar Jayden tanpa menunggu persetujuan dari Tantria. Tantria tampak tidak keberatan sama sekali. Ia tahu jika Hendri begitu dekat dengan Jayden bahkan melebihi Anthony yang menjadi ayah. Tantria kemudian melanjutkan kegiatan di dapur untuk menyiapkan pesanan Anthony sementara Hendri masuk ke kamar Jayden. “Wah, disuruh mandi kok main air!” tegur Hendri pada Jayden yang sedang bermain busa di dalam bath tub sendirian. Jayden langsung menyengir dan terkekeh. “Boleh Paman masuk?” Jayden mengangguk cepat. “Ayo mandi. Punggung kamu harus digosok seperti ini, biar bersih dari keringat. Kamu kan latihan keras tadi,” ujar Hendri mengambil kain spons dan menggosok punggung Jayden yang basah. Jayden terkekeh senang karena Hendri akhirnya membantunya keramas dan mandi. Hendri begitu penyayang dan Jayden menyukainya. Ia tidak seperti Anthony yang galak dan membuat Jayden takut. “Paman, apa nanti aku akan menjadi pemimpin Golden Dragon?” tanya Jayden sambil bermain dengan miniatur pesawat dan mobil yang sudah basah oleh busa serta air. “Iya, nanti saat kamu berusia 15 tahun, kamu harus menjalani banyak tes. Tapi kan itu masih 10 tahun lagi,” jawab Hendri sambil menggosok pundak dan membersihkan di balik telinga Jayden. “Tapi bagaimana dengan Mama? Apa aku harus meninggalkan Mama juga?” Hendri berhenti menggosok dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. Jayden pun menoleh pada Hendri. “Kok kamu bicara seperti itu? Memangnya kamu mau ke mana?” tanya Hendri lagi. “Papa bilang, aku gak boleh terlalu dekat sama Mama. Nanti kalau pisah bisa nangis terus, nanti aku jadi cengeng,” jawab Jayden dengan polosnya. Hendri tersenyum lalu kembali menggosok punggung Jayden lagi. “Mama Tantria harus ada yang menjaga, Jay. Meskipun kamu pergi ke mana pun. Jangan pernah lupa untuk tetap mengunjungi Mamamu,” ujar Hendri memberikan nasihatnya. Jayden mengangguk dengan baik dan penurut. Setelah membilas kepala Jayden yang penuh busa shampo, Hendri mengucek-ngucek kepala Jayden dan menyiram-nyiramkan air padanya. Jayden pun terkekeh keras dan membalas. Hendri meladeni jiwa kekanakan Jayden dengan bermain air. Keduanya tertawa keras dan masih terus memercikkan air ke tubuh sampai kaos Hendri pun basah. Hendri tertawa begitu bahagia dan terus mengerjai Jayden dengan menembakkan shower padanya. “Ini tehnya, Mas,” ujar Tantria yang mengantarkan teh herbal ke ruang santai. “Kamu gak boleh terlalu memanjakan Jayden. Dia sudah besar dan harus mandiri. Gak ada waktu bermain lagi.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN