Bab 32. Babak Baru

1085 Kata
“Ada apa sama kamu? Kenapa tiba-tiba kamu bicara seperti itu, Grizelle?” tanya Anthony dengan raut serius pada Grizelle yang sudah duduk di sebelahnya. “Aku lihat kamu perhatian sama dia.” “Yang mana? Kapan?” potong Anthony langsung. Grizelle terdiam dan sedikit membuang mukanya ke arah lain. “Waktu kamu anterin dia ke rumah sakit,” jawab Grizelle dengan suara makin kecil di akhir. Anthony menghela napas panjang lalu menggelengkan kepalanya. “Apa kamu lebih senang dibicarakan oleh para pelayan karena yang mengantarkan Tantria ke rumah sakit adalah Hendri sementara aku diam saja?” ucap Anthony membungkam Grizelle. Grizelle hanya bisa cemberut dan salah tingkah. Ia sudah begitu emosi dan tidak memikirkan perkataannya sehingga membuat kesalahan. “Tantria memang istri kedua, tapi dia dipanggil Nyonya. Dia ibunya Jayden dan seisi rumah ini tahu siapa dia. Kalau dia sakit dan hanya Hendri atau Halim yang mengantar, menurut kamu apa yang akan mereka katakan?” imbuh Anthony lagi. “Biar saja. Yang penting kamu gak dekat-dekat dia,” sahut Grizelle bersikeras. Anthony mengernyitkan keningnya lalu menghela napas panjang. “Lalu kamu mau apa?” “Biar saja kalau dia sakit diurus sama Halim. Sedangkan untuk Hendri, jangan biarkan dia dekat dengan Tantria. Gak enak dilihat oleh orang lain.” Grizelle balik memberikan perintahnya. Anthony menarik napas berat dan akhirnya diam. Ia tidak mengiyakan ide tersebut. Posisi Tantria semakin lama akan semakin hilang. Anthony hanya harus diam agar Tantria tetap bersamanya di rumah Lin sekalipun tembok tinggi rumah tangga mereka menghalangi. Tantria memilih masuk ke dalam kamarnya membawa kado pemberian Hendri. Ia duduk di sisi ranjang dan membuka kotak kado tersebut. Senyum cantik Tantria merekah saat membaca sebuah catatan kecil yang diberikan Hendri untuknya. “Selamat ulang tahun Tantria Purnama. Semoga umur ke 18 tahun adalah awal kegemilangan dan kebahagiaan untukmu – Hendri” Tantria mengambil syal yang terbuat dari wool yang hangat untuk menyelimuti pundaknya. Warnanya cantik meski sederhana tidak terlalu banyak corak. Tantria langsung menyukainya. Ia bahkan mencoba mengenakannya dan berdiri di depan cermin seraya tersenyum. “Bagus. Pak Hendri pintar memilih warna.” Tantria bergumam sendiri. Hendri menjadi satu-satunya orang yang memberikannya kado serta mengucapkannya selamat ulang tahun untuknya di hari itu. Keesokan harinya, Tantria harus mengantarkan Jayden ke imigrasi untuk proses pembuatan paspor. Jayden akan mendapatkan perjalanan pertamanya ke luar negeri sebelum ia genap berusia satu tahun bersama Anthony dan Grizelle. Hari berlalu dengan cepat sampai tiba saat keberangkatan Jayden ke Hongkong. Seorang pengasuh dibawa oleh Anthony untuk mengurus Jayden. Saat akan pergi, Tantria tidak bisa menahan perasaannya. Ia terus meneteskan air mata karena harus berpisah dari Jayden meski hanya satu minggu. “Yang sabar ya. Nyonya. Tuan muda pasti baik-baik saja.” Erna terus mengusap sisi lengan Tantria yang hanya bisa menangis tanpa suara. Matanya sudah merah dan penuh air mata menyaksikan Jayden pergi melewati gerbang pemeriksaan terakhir. Hendri sempat menoleh sekali pada Tantria sebelum ia pun akhirnya berlalu pergi mengikuti Anthony. Seluruh keluarga Lin kecuali Tantria yang pergi ke Hongkong. Tantria baru pulang setelah Jayden tidak lagi terlihat. Air mata Tantria makin menetes lebih banyak. “Sudah, ayo kita pulang. Ayo Nyonya.” Erna yang tidak tega langsung menarik Tantria untuk pergi dari bandara. Selama beberapa hari setelah Jayden pergi, Tantria harus menahan sakit di dadanya karena tidak bisa menyusui Jayden. Hatinya juga cemas dan ia sempat jatuh sakit karena stres. Satu-satunya obat dari kesedihannya adalah saat Hendri menelepon rumah dan memperdengarkan suara Jayden. “Jayden, ini Mama, Nak. Jayden di mana?” sebut Tantria dari balik pesawat telepon yang ia pegang. “Mama ...” suara Jayden bagai air yang menyiram d**a Tantria. Tantria tersenyum terharu mendengar Jayden yang memanggilnya. “Tiga hari lagi kami akan pulang, Nyonya. Keluarga di sini sangat bahagia dan senang dengan Tuan Muda Jayden. Semua ingin menggendong dan bermain. Tuan Muda Jayden juga sudah hampir lancar berjalan.” Hendri melaporkan keadaan Jayden pada Tantria. “Benarkah, Pak Hendri?” Tantria sudah terisak. “Iya, Nyonya tidak perlu khawatir. Tuan Muda Jayden adalah penerus yang hebat. Dia kuat dan pemberani seperti Bos Lin.” Tantria menarik napas panjang dan sedikit lega. Panggilan telepon itu menjadi penawar rindu Tantria pada kehadiran Jayden sampai kepulangannya beberapa hari lagi. Meski harus merasakan sakit karena terpaksa menyapih lebih awal. Hari-hari Jayden dimulai saat ia berusia dua tahun. Kala kakinya kuat menopang tubuh, Jayden mulai diperkenalkan dengan kebudayaan keluarga Lin. Anthony kemudian memerintahkan Hendri Lao untuk menjadi pelatih pribadi Jayden. Meskipun masih cilik tapi Hendri sudah mengajarkan ilmu bela diri pada Jayden termasuk teknik dasar untuk pernapasan dan konsentrasi. Jayden yang memang masih anak-anak di disiplinkan dalam segala hal. Jadwalnya diatur ketat layaknya di asrama putra. Meskipun Jayden adalah satu-satunya anak laki-laki, dirinya tidak memperoleh keistimewaan. “Angkat kakimu, tahan!” Hendri menaikkan sebelah kaki Jayden lurus ke atas dan menggantungnya selama beberapa menit. Keringat Jayden sudah bercucuran. Ia sedang menjalani latihan memperkuat kuda-kudanya. “Bernapas, Jayden!” perintah Hendri lagi dengan tegas. Jayden sangat penurut dan cenderung pendiam. Semakin ia besar, ia tidak lagi banyak bermain dan mulai kehilangan banyak teman. “Sekarang putar dan tendang!” Jayden berputar lalu menendang boneka kayu yang menjadi tumpuan latihannya. Jayden lantas jatuh dan langsung bangun. Bahu Hendri turun lalu ia berjongkok menaikkan dagu Jayden agar menatapnya. Jayden masih terengah kelelahan. “Semakin kamu besar, semakin berat latihannya. Jika kamu tidak siap, sampai kapan pun kamu gak akan bisa menang,” ujar Hendri dengan raut serius. Jayden hanya diam saja. Ia masih cukup kecil untuk mengerti tapi otaknya dipaksa untuk mengerti sebelum waktunya. Usianya bahkan belum genap lima tahun tapi latihannya sudah cukup berat untuk anak seusianya. “Hen?” Hendri menoleh saat namanya dipanggil oleh Anthony. “Ya Bos?” “Ikut aku sebentar!” Hendri mengangguk lalu berbalik pada Jayden. Ia menarik lengan Jayden agar anak itu ikut berdiri lalu memberikannya handuk bersih. “Masuk ke dalam dan mandi. Besok kita latihan lagi,” ujar Hendri dengan lembut pada Jayden. Jayden tersenyum lalu mengangguk. Dengan bersemangat Jayden pergi dari taman tempatnya latihan. Sedangkan Anthony hanya melihat saja anak laki-lakinya yang tidak akrab dengannya tapi lebih dekat pada Hendri. “Ada apa, Bos?” tanya Hendri setelah mengenakan kaosnya. “Ikut aku. Aku punya pekerjaan untuk kamu.” Hendri dan Anthony masuk ke sebuah ruangan. Di sana sudah duduk seorang pria dengan perawakan oriental sama seperti mereka. “Ini Aaron Kim!” Anthony memperkenalkan pria tersebut pada Hendri. Hendri mengulurkan tangannya dan mereka bersalaman. “Let me talk.” Aaron mulai bicara dalam bahasa inggris sementara Hendri dan Anthony menyimak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN