Bab 40. Menjelang Kebebasan

1106 Kata
“Kirimkan salam saya untuk Jayden. Saya kangen sama dia,” ujar Hendri sebelum masa berkunjung Tantria selesai. Tantria tersenyum lalu mengangguk. Hendri pun ikut tersenyum dan kemudian menunduk lagi. Ia bahagia bisa melihat Tantria yang dirindukannya. Terlebih Tantria terus memakai syal yang ia berikan jika berjalan keluar rumah. “Kalau begitu kami pulang dulu, Pak Hendri. Nanti kapan-kapan kami kemari lagi,” ujar Tantria pamit. Hendri mengangguk dan memperhatikan Tantria yang pergi bersama Halim dan Erna. Hendri berbalik akan pergi tapi polisi yang berjaga kemudian menegur. “Lho, ini punya siapa?” Hendri berbalik dan melihat syal Tantria ketinggalan. Hendri pun segera mengambil syal tersebut. “Punya saya, Pak. Maaf.” Polisi itu pun mengangguk paham dan memberikan syal itu. Hendri kembali memandang pintu keluar sebelum ia dibawa oleh salah satu polisi kembali ke sel tahanan. Hendri tidak mengembalikan syal tersebut dan memilih menyimpannya. Setidaknya wangi Tantria lengket di syal tersebut. Hendri tidak kuasa menahan senyuman kala mencium syal tersebut. “Oh hatiku,” gumamnya pelan. Tantria baru sadar syalnya ketinggalan saat ia sudah berada di gerbang depan. Ia langsung panik dan ingin kembali masuk ke dalam. “Biar saya saja yang masuk, Nyonya dan Erna tunggu saja di sini!” ujar Halim pada Tantria dan Erna. Kedua wanita itu pun menunggu Halim yang tidak berhasil masuk untuk mengambil lagi barang Tantria yang tertinggal. “Maaf, nanti kalau ada yang tertinggal bisa diambil saat kunjungan selanjutnya. Tenang saja akan disimpan oleh petugas,” ujar polisi yang berjaga. Halim harus menelan rasa kecewa dan kembali pada Tantria dengan tangan kosong. “Bagaimana Nyonya?” tanya Halim pada Tantria yang tampak sedih karena syalnya tertinggal di kantor polisi. “Ya sudah mau bagaimana lagi. nanti kalau salah satu dari kalian datang menjenguk Pak Hendri, jangan lupa ambil syal Tantri ya,” pinta Tantria sebelum naik taksi. “Baik Nyonya.” Jayden sudah kembali bersekolah seperti biasanya dan kali ini dilatih oleh Anthony. Sikap dan cara mengajar Anthony lebih keras dari pada Hendri. Jayden harus berlatih keras hanya untuk menyenangkan sang ayah. Anthony pun mulai memperkenalkan senjata tajam pada putranya yang bahkan belum berusia enam tahun tersebut. “Pisau ini punya bahan yang kokoh. Kalau kamu bisa menusuk bisa dengan sekali tembus, lawan kamu akan mati dengan rasa sakit yang tidak terlalu besar. Coba!” Anthony menunjukkan cara menggunakan pisau pada boneka kain. Boneka itu dibuat khusus dengan isian busa di dalamnya sehingga menjadi media latihan yang tepat untuk Jayden. “Tekan!” Anthony mendorong tangan kecil Jayden agar menekan pisau ke arah jantung dari boneka tersebut. Jayden menatap dengan wajah tegang. Ia belum pernah diajarkan sejauh itu. “Ini adalah pisau yang digunakan untuk memotong arteri besar baik di leher maupun bagian tubuh lain seperti lengan dan paha. Caranya seperti ini.” Anthony memasangkan sebuah sarung tangan memiliki pisau semacam cula terbalik di bawahnya. Pisau itu kecil dan tajam. “Pegang satu tangan dan gerakan secara vertikal dari kiri ke kanan dari arah belakang. Cepat dan presisi!” Anthony menuntun anaknya melakukan gerakan menghabisi lawan dari belakang. Kepala boneka itu lepas seketika. “Berlatih sampai putus dengan sekali gerakan!” perintah Anthony pada Jayden. Jayden pun melakukan yang diminta oleh ayahnya. Ia terus berlatih fisik serta mental untuk menjadi salah satu pemimpin gangster yang terkenal nantinya. Waktu berlalu dan pengadilan atas Hendri akhirnya memutuskan jika ia bersalah dalam merencanakan pembunuhan meski tidak terlibat di dalamnya. Vincent Winthrop sudah kabur dan buron selama waktu itu. Hakim kemudian menjatuhkan hukuman yang terbilang ringan yaitu lima tahun. Hendri hanya tersenyum kecil saat menerima keputusan tersebut. Ia dan Anthony sepakat tidak melakukan banding. Hendri pun menjalani hari-harinya di penjara dengan menjadi penguasa di sana. Ia masih menyimpan syal milik Tantria tanpa sepengetahuan siapa pun termasuk Anthony. Latihan Jayden makin keras dari hari ke hari. Ia bahkan harus melawan Anthony yang bisa dengan mudah menghempaskan tubuh kurus Jayden ke tembok. Kadang Jayden sudah tidak kuat sampai kehilangan tenaganya. “Kalau kamu lemah begini, mana bisa kamu memimpin!” bentak Anthony tanpa ampun pada Jayden yang sudah terduduk lemas. Beberapa lebam akibat benturan kayu masih terlihat di tubuhnya. Kini Jayden sudah menggunakan media kayu dan senjata sungguhan dalam latihan dan praktiknya. “Sekarang bangun dan masuk ke dalam!” Anthony masih terus memarahi Jayden yang belum kuat untuk melakukan seperti yang diinginkan oleh ayahnya. Jayden pun berjalan sebisanya masuk ke dalam dengan kepala tertunduk. Tantria yang melihat anaknya separuh babak belur setelah latihan langsung menangis dan memeluknya. “Kamu gak apa-apa, Jay? Yang mana yang sakit, Nak?” tanya Tantria berbisik lirih. Jayden hanya diam saja lalu tersenyum. Seperti biasanya, Tantria akan berusaha mengobati Jayden termasuk jika ia mengalami beberapa luka. “Ini gak apa, Ma. Aku sudah biasa kok. Lagian Papa bilang, ini belum apa-apa. Aku harus jadi lebih kuat dari ini,” ujar Jayden pada Tantria yang masih menatapnya dengan mata memerah. Tantria mengusap kepala Jayden yang memilih tiduran di pangkuannya sehabis latihan. “Aku suka deh tiduran di pangkuan Mama habis latihan. Badanku pegal-pegal semua, Ma,” ucap Jayden sambil tersenyum berbaring menyamping. Tantria ikut tersenyum dan terus membelai rambut Jayden sampai ia tertidur. Obat penawar dari rasa sakit selama latihan hanyalah belaian Tantria pada Jayden. Sementara hubungan Tantria dan Anthony makin jauh dan dingin. Tantria bahkan hanya berkesempatan bertemu Anthony jika ada pengumuman yang ia berikan untuk seluruh penghuni rumah. Saat menyajikan makanan, Anthony akan duduk di kursinya setelah Tantria pergi. “Qin, masa tahanan Hendri bakalan selesai kan? Apa kamu berencana membuat acara penyambutan buat dia?” tanya Grizelle pada Anthony yang sedang menikmati sup buatan Tantria. “Hhmm, pasti aku akan bikin pesta yang meriah. Hendri sudah berkorban di penjara cukup lama. Aku pikir memang sudah seharusnya aku memberikannya pesta penyambutan yang meriah, iya kan?” sahut Anthony kemudian. Grizelle tersenyum lalu mengangguk. “Bagaimana kalau kamu buatkan pesta yang meriah di hotel saja? Di sana kan kamu bisa sekalian mengundang banyak kolega bisnis daripada membuat acara di rumah, iya kan?” Anthony diam seraya berpikir pada usulan Grizelle. Ia akhirnya tersenyum lalu mengangguk. “Boleh juga ide kamu. Sekalian aku bisa menunjukkan kalau Hendri sudah kembali sehingga mereka akan semakin segan. Huh, ya nanti kita buat besar-besaran di hotel berbintang,” ujar Anthony menyetujui usulan Grizelle. Sementara di dapur, Erna membawa berita jika Hendri akan segera bebas dari penjara. Berita itu diterima Tantria dengan senyuman bahagia. “Kapan Pak Hendri keluar dari penjara, Erna?” “Mungkin minggu depan, Nyonya. Dengar-dengar sih begitu,” jawab Erna. “Lalu bagaimana dengan orang yang sudah memfitnah Pak Hendri?” sahut Halim lagi, Erna menggeleng tak tahu. “Sebaiknya kita siapkan sedikit acara untuk menyambut Pak Hendri, bagaimana?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN