Bab 38. Pengorbanan Nyonya Muda

1135 Kata
“Bagaimana kalau kamu saja yang pergi? Polisi-polisi itu pasti gak kenal kamu. Mereka gak tahu kamu tinggal di sini,” ujar Grizelle memberikan usulan. Tantria lalu menoleh pada Halim yang kaget mendengar ide Grizelle. “Tapi Nyonya Besar, Nyonya Tantri gak pernah pergi berbelanja sendirian. Siapa yang akan membantu?” Halim menyanggah untuk membela Tantria. “Ko Anthony sudah memberikan perintah untuk tetap di rumah saja. Tapi kalau bahan makanan habis kan pasti harus ada yang keluar kan? Tantri gak dikenal sama Polisi, jadi dia pasti aman!” sahut Grizelle tak mau kalah. “Kalau begitu biar saya saja yang keluar,” balas Halim menawarkan diri. Tantria menoleh pada Halim dengan wajah mengernyit lalu menggeleng. “Kok kamu? Justru kalau kamu yang keluar kamu pasti akan dikenali. Kalian gak ngerti ya maksudku?” sanggah Grizelle masih bersikeras. Giliran Tantria dan Halim saling menoleh lalu menggelengkan kepalanya pada Grizelle. Grizelle memegang kepalanya lalu menggeleng tidak percaya. “Tantri kan penampilan dan rupanya gak seperti kita, Halim. Tantri punya wajah yang lebih mirip blasteran daripada Cindo. Jadi siapa yang kenal dia di luar?” ucap Grizelle akhirnya blak-blakan menjelaskan. Tantria tertegun mendengar hal seperti itu. Ia bahkan tidak pernah memperhatikan jika rupanya lebih mirip wajah campuran bule daripada orang Indonesia kebanyakan. Ia pun hanya diam dan menunduk. “Tapi Nyonya ....” “Ya sudah, kalau begitu jangan ada yang keluar. Gak usah ada yang berbelanja!” sahut Grizelle mulai kesal dan mengambek. “Gak apa-apa biar Tantri saja yang pergi. Mba Grizelle benar, orang gak akan tahu kalau Tantri tinggal di sini,” ujar Tantria menyela. Ia tersenyum memandang bergantian pada Grizelle dan Halim. Halim tampak tidak nyaman. Ia belum pernah melepaskan Tantria pergi sendirian keluar dari rumah Lin. Selama ini mereka selalu pergi keluar rumah Lin bersama-sama. Tantria lalu mengambil daftar belanjaan dan tas belanja yang akan digunakan. Halim memberikannya separuh hati. “Nyonya yakin?” Tantria lalu tersenyum dan mengangguk. “Iya, gak usa khawatir.” Tantria tersenyum lalu pamit pada Grizelle yang akhirnya mengangguk. “Hati-hati, Tantri.” “Iya, Mba.” Tantria pun pergi sendirian ke pasar dan supermarket untuk berbelanja. Ia sudah punya pengalaman berjualan kue di pinggir jalan dan berkeliling. Seharusnya ia tidak perlu takut lagi. Halim pun akhirnya kembali ke dapur setelah diizinkan oleh Grizelle. Ia masih cemas sehingga mencari Erna di dalam. “Erna, sini!” Halim memanggil Erna dengan lambaian tangan. Erna sedang membersihkan ruang minum teh bersama satu pelayan lain. “Ada apa, koh?” “Kamu keluar, susul Nyonya Tantria. Dia pergi belanja sendirian,” ujar Halim menyuruh Erna. Erna langsung mengernyit kebingungan. “Kok Nyonya Tantria malah keluar? Bukannya dilarang sama Tuan Besar.” “Iya, tapi bagaimana saya bisa memasak kalau bahan makanan sudah gak ada. Makanya tadi saya sama Nyonya Tantria mau keluar buat belanja tapi dilarang sama Nyonya Grizelle. Akhirnya dia malah nyuruh Nyonya Tantria untuk keluar sendiri!” “Kok begitu sih, koh?” “Sudah kamu jangan banyak tanya dulu. Susul Nyonya Tantria sebelum dia keburu jauh. Sana cepat!” Erna buru-buru berlari keluar dan menyerahkan kain lapnya pada Halim. Halim menghela napas panjang lalu menggelengkan kepalanya. Ia meminta pelayan yang satu lagi untuk membersihkan sendirian selama Erna belum kembali. Erna berhasil mengejar Tantria yang sudah berjalan cukup jauh menuju salah satu pasar tradisional. Ia terengah dan Tantria makin heran melihatnya. “Kamu ngapain kejar Tantri kemari?” tanya Tantri sedikit memekik keheranan. “Di suruh sama ... Koh Lim.” Kening Tantria makin mengernyit. “Hah?” “Pak Halim yang suruh, Nyonya.” Barulah Tantria mengangguk. Tapi ia masih heran dengan Erna. “Kok Nyonya pergi sendiri? Kan Nyonya bisa suruh saya,” sambung Erna lagi setelah napasnya lebih tenang. Tantria tersenyum lalu menggeleng. “Gak apa-apa. Kamu kan sedang membersihkan ruang teh tadi.” Erna pun ikut tersenyum dan akhirnya berjalan bersama Tantria ke pasar. Tantria mengerudungkan syal pemberian Hendri di kepalanya agar panas matahari tidak langsung menyengat. Ia baru melepaskan setelah sampai di pasar yang teduh dari sinar matahari. Tantria tersenyum melihat suasana pasar. Rumah Lin tidak mengubahnya menjadi wanita yang angkuh yang pantang menginjakkan kaki di pasar tradisional. Sikapnya yang ramah dan tidak menawar seenaknya membuat banyak mata sempat melirik. “Mau beli apa, Neng?” tanya salah satu penjual tahu sambil tersenyum. Tantria ikut tersenyum. Ia menunjuk bahan-bahan yang ia inginkan lalu menawar dan membayar. “Sudah punya pacar, Neng? Cantik pisan euy!” puji si penjual tahu pada Tantria usai membayar. Tantria tidak tersinggung dan malah memberikannya senyuman saja. “Terima kasih, Kang.” “Sama-sama. Balik-balik lagi, Neng. Sering-sering belanja di sini, nanti Akang kasih diskon yang gede, hehe!” Tantria hanya mengucapkan terima kasih dan berlalu. Tinggal Erna yang mendelik kesal sambil cemberut pada penjual tahu yang mencoba genit pada Tantria. Penjual pria banyak yang kemudian memberikan harga miring pada Tantria. Beberapa penjual ibu-ibu sampai kesal dan itu membuat Erna terkikik geli. “Kamu kenapa?” tegur Tantria saat sedang memilih sayuran-sayuran segar untuk dibeli. “Kayaknya Nyonya datang ke tempat yang tepat deh buat belanja. Banyak yang ngasih diskon,” celetuk Erna ikut membantu memilih. “Gak juga. Harga itu kan sudah disepakati, yang penting jangan ada yang dirugikan,” jawab Tantria dengan bijak. “Nyonya cantik banget sih. Orang di sini mengira kalau Nyonya masih gadis padahal sudah punya anak satu, hihi!” Tantria ikut tersenyum lalu menggeleng pelan. Ia membayarkan sayuran yang dibelinya. Selesai berbelanja di pasar, Tantria mampir ke salah satu minimarket untuk membeli perlengkapan yang ia butuhkan termasuk untuk dirinya sendiri. Tantria ikut membeli oleh-oleh untuk Jayden berupa mainan mobil-mobilan khas anak laki-laki. “Tuan Muda pasti senang dengan hadiahnya, Nyonya.” Tantria tersenyum lalu mengangguk. “Iya. Dia suka mobil-mobil begini,” jawab Tantria menunjukkan mainan yang ia beli. “Semoga nanti kalau sudah besar, Tuan Muda bisa koleksi mobil kayak gini ya, Nyonya!” “Kamu itu ada-ada saja. Buat Tantri yang penting dia tumbuh menjadi orang baik.” “Aamin.” Keduanya lalu keluar dari minimarket dan menumpang bajaj untuk kembali ke kediaman Lin. Tantria tidak malu menggunakan transportasi seperti itu untuk kembali ke rumah mewah Lin. “Sudah sampai, ini rumahnya?” tanya si pengemudi bajaj. “Iya, bengong saja. Turunin barangnya!” perintah Erna galak. Bajaj itu diizinkan masuk lewat jalan samping agar lebih mudah menurunkan semua belanjaan. Halim bergegas keluar dan membantu Tantria. Ia senang saat Tantria bisa melakukan semuanya meski bukan dirinya yang menemani. “Nyonya gak apa-apa?” tanya Halim tersenyum. “Ya gak apa-apa, Cuma belanja kan?” jawab Tantria masih tersenyum. Tantria lalu masuk ke dalam mencari Jayden yang mungkin masih belajar di kamarnya. Saat Tantria membuka pintu, ia langsung berseru tanpa melihat siapa yang ada di dalam. “Jay, Mama bawa hadiah ini dari pasar ....” Langkah Tantria berhenti saat melihat Anthony.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN