Bab 16. Menjalani Kehamilan

1109 Kata
“Ini susunya, Nyonya.” Erna memberikan s**u hamil untuk Tantria yang sedang duduk di taman samping tak jauh dari kamarnya. Tantria mengelus perutnya yang sudah membesar sambil menerima gelas s**u yang diberikan oleh Erna. Erna ikut duduk di samping Tantria melihat Nyonya muda Tantria meminum susunya sampai habis. “Terima kasih, Erna,” ucap Tantria tersenyum pada Erna. Erna mengangguk dan mengambil gelas itu dari tangan Tantria. “Nyonya, saya dengar kemarin dari tabib Feng katanya kehamilan Nyonya sudah memasuki bulan ke tujuh ya? Bagaimana kalau kita buat acara tujuh bulanan?” Erna tiba-tiba dengan antusias memberikan usulan. Tantria sempat terperangah tapi kemudian menggeleng cepat. “Jangan. Gak usah buat acara tujuh bulanan.” Tantria menolak dengan raut tak enak. Erna langsung cemberut ditolak seperti itu. “Kok begitu, Nyonya? Kan Nyonya sedang mengandung penerus keluarga ini, sudah seharusnya ada acara tujuh bulanan buat Nyonya.” “Jangan bicara seperti itu. Kalau Mbak Grizelle dengar atau Mas Anthony, Tantri gak enak. Tantri sudah sangat bersyukur bisa diberikan kesempatan menjalani kehamilan dengan tenang dan cukup istirahat. Tantri gak perlu bekerja dan itu sesuatu yang sangat luar biasa. Sudah tidak perlu minta yang aneh-aneh,” sahut Tantria memperingatkan Erna pada omongannya. “Tapi kan ....” “Sudah. Lebih baik kamu temani Tantri menyulam ya. Tolong bantu Tantri, Na.” Erna langsung membantu sedikit menarik Tantria agar ia bisa lebih mudah berdiri serta berjalan. Kehamilan Tantria membawa suasana lain di rumah Lin. Ketegangan yang sempat terjadi dulu kini tak lagi terlihat. Belinda yang semula sinis pada Tantria karena telah menjadi istri kedua ayahnya, kini berlaku lebih baik padanya. Terlebih setelah dia mengetahui jika Tantria sedang mengandung calon adiknya. “Tante, aku mau s**u!” pinta Belinda sedikit merengek pada Tantria yang baru masuk dan hendak ke kamar. Tantria tersenyum lalu mengangguk. “Ayo, biar Tante bikinkan ....” “Biar saya saja, Nyonya.” Erna menawarkan diri. “Jangan, aku mau Tante Tantri saja. Soalnya s**u buatan Tante Tantri enak sih!” Belinda serta merta menolak. Tantria tidak keberatan dan terus tersenyum ramah mengiyakan. “Nanti kalau sudah, antar ke kamarku ya, Tante.” Belinda kembali memberikan perintahnya. Tantria masih tersenyum dan mengangguk. Erna sempat mengernyit tidak suka dengan sikap manja Belinda yang suka sekali menyuruh-nyuruh Tantria padahal ia sedang hamil. Tantria tidak mempermasalahkan hal tersebut. Ia belajar banyak cara mengambil hati banyak orang termasuk Belinda Lin, putri pertama Anthony. Setelah sedikit bersusah untuk memblender dan mencampurkan beberapa bahan, s**u buatan Tantria pun selesai. “Biar saya saja yang bawa, Nyonya.” “Gak apa, biar Tantri saja. Kamu bantu Halim membereskan dapur ya.” Tantria bergegas berjalan ke kamar Belinda yang sedang bersama teman-temannya belajar bersama. Tantria berhenti sejenak. Mengapa Belinda tidak mengatakan jika teman-temannya datang? Sedangkan hanya ada satu gelas s**u yang ia bawa. “Sebentar ya, biar Tante buatkan lagi susunya.” Tantria meletakkan gelas s**u milik Belinda di atas meja belajar. Ia berniat untuk membuatkan sisa minuman untuk dua anak lainnya. “Gak usah, Tante. Mereka gak suka minum s**u!” sahut Belinda cuek. Dua temannya saling memandang lalu melirik takut-takut pada Tantria. Tantria tertegun lalu tersenyum kecil. “Apa mau minum yang lain?” Tantria menawarkan dengan ramah. “Gak usah, Tante. Kan aku uda bilang!” Belinda makin meninggikan suaranya kesal. Tantria pun hanya bisa mengulum senyum lalu mengangguk. “Ya sudah, Tante keluar ya.” Tidak ada sahutan jawaban dari Belinda yang sibuk bermain. Namun sayup-sayup, Tantria sempat mendengar kala salah satu anak bertanya dan Belinda menjawab. “Itu siapa sih?” “Uhm, kayak pembantu gitu deh.” Tantria menutup pintu kamar itu perlahan dan berjalan tenang untuk mengembalikan nampan ke dapur. Di dekat dapur, Tantria berpapasan dengan Hendri. “Nyonya? Baru dari mana?” sapa Hendri bertanya dengan ramah. Tantria memperlihatkan senyuman paling cantik seperti biasanya pada semua orang. “Sehabis mengantarkan s**u untuk Belinda. Pak Hendri membutuhkan Tantri?” “Bukan saya, tapi Bos Lin. Nyonya di panggil ke ruang kerja. Sekalian Bos Lin meminta agar dibuatkan teh hijau, katanya teh hijau buatan Nyonya Tantria itu enak.” Senyuman malu-malu Tantria mengembang lebih lebar. “Baik, Pak Hendri. Akan Tantri siapkan.” Hendri masih tersenyum lalu mengangguk. Ia berbalik dan Tantria pun berjalan ke arah dapur untuk mempersiapkan teh hijau bagi suaminya, Anthony. Tantria membawa satu set teh hijau untuk Anthony seperti yang selama ini ia lakukan. Halim mengajarkan Tantria dengan baik dan istri kedua Anthony itu bisa menyerap semuanya dengan baik. “Silakan masuk, Nyonya.” Hendri sedikit membungkuk pada Tantria yang baru datang membawakan teh hijau ke ruang kerja Anthony. Jantung Tantria langsung berdegup kencang kala melihat Grizelle juga berada di ruang yang sama. Kali ini Tantria juga membuat kesalahan. Pasalnya ia hanya membawa satu cangkir saja karena mengira ia akan menghidangkan teh untuk Anthony saja. “Maaf, ini tehnya, Mas.” Tantria menghidangkan teh tersebut untuk Anthony di atas mejanya. Anthony menoleh pada Tantria dan sempat mengernyit. Matanya lalu melirik pada Hendri yang mengangguk pelan memberikan kode. “Kamu pesan teh ya, Qin? Kalau aku tahu, aku akan bawa lho,” celetuk Grizelle. Tantria terdiam dan melirik pada Anthony tapi kemudian langsung menunduk. “Oh, iya. Tadi aku minta untuk dibawakan teh. Gak apa, biar Tantria saja yang membawakannya. Sama saja kan?” sahut Anthony tersenyum pada Grizelle. Grizelle hanya sedikit mengerucutkan bibirnya lalu tersenyum mengangguk. “Duduk, Tantria. Aku mau bicara sama kamu.” Tantria lalu mengambil posisi duduk yang agak berjauhan dari Anthony dan Grizelle yang tampak berdekatan. “Bagaimana kehamilan kamu? Apa kata dokter?” tanya Anthony sepenuhnya menoleh pada Tantria tapi dengan perilaku formal. “Tantri baik-baik saja, Mas. Uhm, kata dokter sekarang sudah memasuki 28 minggu atau sekitar tujuh bulan.” Tantria menjelaskan dengan sopan dan lembut. Anthony tersenyum lalu mengangguk. Ia menoleh pada Grizelle yang juga tersenyum. “Kalau begitu kamu harus lebih banyak istirahat.” Anthony lalu menoleh pada Grizelle. “Kapan kamu mau belanja kebutuhan bayi? Kalau anaknya laki-laki berarti kita harus mendekor ulang kamarnya kan?” ujar Anthony lagi masih dengan senyumannya. “Soal itu gampang, Qin. Kalau Tantria sudah gak kuat berjalan, tinggal minta tolong Halim atau Erna yang belikan. Nanti aku bisa catatkan apa saja yang harus disediakan.” Kening Anthony mengernyit mendengar jawaban istrinya. “Kok bukan kamu saja yang menemani Tantri? Kalian kan bisa berdiskusi tentang warna, model dan sebagainya.” Anthony mencoba mengusulkan meski ia masih merasa bingung. “Bukan aku gak mau pergi. Tapi aku ada arisan minggu depan.” “Maaf Mas Anthony dan Mba Grizelle. Biar Tantri saja yang mempersiapkan semuanya. Kalau soal pakaian dan perlengkapan bayi, Tantri bisa beli di supermarket dekat sini. Jalan kaki juga sampai kok.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN