Bab 28. Mimpi Yang Terlalu Berani

1140 Kata
Tantria membesarkan matanya menatap Anthony yang sudah menuduhnya berbohong. Memangnya ini soal apa? Tantria menggelengkan kepalanya menolak apa yang disebutkan oleh Anthony. “Kamu masih gak mau mengaku?” tekan Anthony lagi. Ujung hidung Anthony makin dekat dan nyaris bersentuhan dengan ujung hidung mancung Tantria. “M-Mas ....” Anthony langsung mencium agresif bibir Tantria sambil menekan tubuhnya ke depan. Tantria yang kaget tidak sempat melawan kala Anthony yang jauh lebih besar dan kuat mendekapnya. Bibir Anthony melumat bibir Tantria penuh gairah. Sayangnya Tantria seperti tidak berdaya menghadapi Anthony yang menjamahnya seperti itu. “Mengakulah kalau kamu mencintaiku!” erang Anthony memerintah usai melepaskan pagutan bibirnya. Tantria masih terpaku dengan bibir basah dan merah. “Tantri ....” “Bilang saja.” Anthony berbisik lagi lalu kembali mencumbu Tantria dengan agresif. Desah napas Anthony begitu membuat Tantria hanyut. Ia malah tidak ingin lepas dan memberanikan dirinya memeluk Anthony. Ciuman itu tidak berhenti dan bahkan makin panas. Anthony sempat menggigit bibir Tantria lalu menghisapnya pelan. Rasa manis dari bibir merah dan tipis itu membuat Anthony tidak mau melepaskan dirinya. Justru ia semakin liar. Ciuman itu kini menjalar dari leher sampai ke balik telinga. Kecupan basah tanpa henti yang diberikan oleh Anthony untuk Tantria seperti bukan sosok Anthony yang selama ini dikenalnya. Entah apa yang salah tapi Tantria tidak peduli. Ia memang pemalu tapi tidak menolak dijamah oleh Anthony seperti seorang anak kecil yang sedang memakan kue ulang tahunnya dengan lahap. “Kamu hanya milikku, hhmm!” desau Anthony sekaligus mengerang. Ia menarik ke bawah batas gaun di bahu Tantria sampai menyingkap kulit mulusnya. Tidak hanya itu, Tantria sudah memejamkan mata menikmati belaian panas dan mesra suami yang tidak pernah menyentuhnya. “Mas,” desah Tantria tidak tahu harus bicara apa. Anthony mendongak sekilas kala memendekkan tubuhnya ke bawah. Lidahnya sedikit menjulur dengan bibir siap mendekap kulit Tantria yang indah. Kulit di atas d**a itu adalah salah satu yang paling sensitif dan lembut pada tubuh Tantria. Lenguhan lembut terdengar pada Tantria yang memberanikan diri membelai pipi Anthony yang sedang mencumbu kulitnya. Anthony menarik lembut dengan pagutannya sehingga ada beberapa bekas cinta di sana. Ia seperti sedang menandai wilayahnya sebelum melanjutkan pada pertempuran berikutnya. “Mas, berhenti ....” Tantria mulai kehilangan napas. Rasa panas yang menjalari tengkuknya sudah membuatnya kelabakan. Perutnya bagai terisi beribu kupu-kupu, sedangkan di bawahnya mulai basah. “Kenapa? Kamu gak suka? Apa kamu lebih suka langsung saja?” tembak Anthony begitu berani menggoda. Tantria makin merah merona. Rasanya seperti malam pertama yang tertunda sekian lama─panas dan bergelora. “Tantri takut,” bisik Tantria tidak tahu harus bicara seperti apa. “Aku tidak akan menyakitimu. Aku adalah suamimu.” Anthony kembali menyerang Tantria dengan cumbuannya. Sebelah tangannya meraba kulit di balik pakaian Tantria dan membelainya lembut. Tantria yang terhanyut makin pasrah. Ia sempat menaikkan kakinya yang kemudian disambut Anthony. Anthony menaikkan Tantria ke atas pinggulnya lalu menempelkan miliknya yang sudah mengeras panas. “Mas, kita ...” “Katakan kalau kamu mencintaiku,” desak Anthony kembali pada pertanyaan awalnya. Tantria yang sedang jatuh cinta akhirnya mengakui semuanya. “Iya, aku mencintaimu, Mas. Aku sangat mencintaimu.” Tantria mengakui disertai desah napasnya yang lembut dan penuh gairah untuk Anthony. Anthony berhenti bergerak dan mencium. Ia hanya memandang Tantria dengan mata sipitnya yang tajam. Tidak ada balasan yang sama atau ciuman lagi setelahnya. Perlahan Anthony malah melepaskan Tantria yang terpaku tidak mengerti. Tantria terengah lalu terbangun. Ia mengerjapkan mata begitu kebingungan. Kepalanya panas tanda ia masih demam. “Nyonya? Nyonya baik-baik saja?” Hendri datang mendekat dengan raut wajahnya yang cemas. Tantria baru menyadari jika ia hanya bermimpi baru saja. Matanya menoleh ke segala arah. Hanya ada Erna dan Hendri yang sedang menjaganya di kamar tersebut. Tidak ada anaknya Jayden ataupun Anthony. “Ini ... Tantri kenapa ....” sebut Tantria berbisik lemah. Erna sempat menoleh pada Hendri lalu menelan ludahnya. Wajahnya tampak sangat cemas, begitu pula dengan Hendri. “Sebaiknya kita ke rumah sakit. Sepertinya demam Nyonya Tantria kembali naik lagi. Dari tadi Nyonya mengigau terus.” Hendri menjelaskan. Tantria hanya diam saja. Ia masih gamang dan bingung akibat mimpi yang baru saja terjadi. “Iya, saya kasih tahu Halim dulu!” Erna buru-buru keluar kamar. Hendri kemudian mengganti kompresan di atas kepala Tantria. “Pak Hendri, Jayden di mana?” tanya Tantria dengan suara lemahnya. “Tuan Muda ada dikamarnya, Nyonya. Ada pengasuh yang menjaga jadi gak usah khawatir,” jawab Hendri penuh perhatian. Tangan Hendri yang awalnya hanya berada di samping Tantria perlahan pindah dan menyentuh ujung jari Tantria. “Tantri gak mau dibawa ke rumah sakit, Pak Hendri. Nanti siapa yang akan mengurus Jayden. Tantri gak apa-apa kok,” ujar Tantria masih begitu lemah. Hendri tidak bisa menahan perasaannya lagi. Saat tangannya hendak memegang Tantria, Erna masuk bersama Halim dan beberapa pelayan. “Nyonya Tantria baik-baik saja?” Halim langsung mendekat dan memegang Tantria dengan meraba keningnya. “Kita bawa saja ke rumah sakit, Halim!” Hendri langsung menyela. Halim mengangguk cepat. “Jangan Halim. Nanti gak ada yang menjaga Jayden.” Tantria menolak. “Tuan Muda Jayden biar saya yang menjaga, Nyonya. Yang penting Nyonya sembuh dulu,” sahut Erna menawarkan dirinya. Tantria masih menggeleng. “Jayden masih menyusu. Dia gak mau minum s**u formula.” “Nanti saja kita pikirkan itu. Yang penting kamu ke rumah sakit dulu!” tegas Hendri langsung mengambil keputusan. Ia bahkan tidak lagi bersikap formal pada istri kedua bosnya itu. “Suruh Mendi bawa mobilnya cepat! Kamu siapkan pakaian ganti untuk Nyonya, cepat ... cepat!” Hendri memerintah sambil melapisi kaki sampai pinggang Tantria dengan selimutnya. Hendri lalu mengangkat Tantria sendiri dan dituntun oleh Halim keluar kamar. Ia begitu takut jika panas Tantria makin tinggi dan akan membahayakan nyawanya. “Pak Hendri ...” Tantria akhirnya menyandarkan kepalanya di pundak Hendri yang membawanya separuh berlari ke lobi depan. “Mana mobilnya!” teriak Hendri pada anggotanya yang sedang membawa mobil ke lobi utama. “Masuk cepat! kalian bawa satu mobil lagi!” ucap Hendri memerintahkan. Terjadilah kasak-kusuk di lobi tersebut. Anthony yang baru dibangunkan oleh pelayan berlari dari lantai dua ke kamar Tantria. Ia kaget melihat tidak ada siapa pun di sana. “Qin, mana Tantri!” tanya Grizelle yang menyusul. Anthony tidak sempat menjawab dan langsung berlari ke lobi depan. Tantria sedang dimasukkan ke dalam mobil oleh Hendri dibantu Halim. “Hen, ada apa ini?” teriak Anthony menuruni tangga buru-buru. “Nyonya Tantria harus ke rumah sakit, Bos. Panasnya terlalu tinggi.” Hendri hanya memberikan penjelasan sekilas. “Bos Lin menyusul di belakang!” Hendri balik memerintah Anthony yang tampak cukup panik. “Mana mobilnya?” Anthony berteriak pada anggota Golden Dragon untuk membawa mobil untuknya. “Kamu mau ke mana, Qin?” Grizelle balik berteriak. “Aku mau ke rumah sakit. Kamu di sini saja, jaga Jayden!” perintah Anthony terburu-buru masuk ke mobil dan tancap gas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN