Bab 29. Cemburu

1182 Kata
Anthony Lin berhenti dengan mobilnya di parkiran ICU kala melihat Hendri menggendong Tantria. Anthony yang mengendarai kendaraannya sendiri terpaku sesaat melihat seperti apa perhatian Hendri pada istrinya. Ia segera menepis perasaan cemburu yang sempat mengusik mampir dengan keluar dari mobil. Anthony bergegas ikut masuk bersama Halim. “Tolong jangan ada yang masuk!” ujar salah seorang perawat mencegat rombongan keluarga Lin masuk setelah mengantarkan Tantria. Hendri langsung menyugar rambutnya dengan sikap tubuh yang resah. Ia berbalik dan bertemu pandang dengan Anthony. Anthony memperhatikannya sehingga Hendri jadi salah tingkah. “Tuan Besar, apa saya perlu mengurus kamar untuk Nyonya Tantria?” tanya Halim meminta ijin pada Anthony. “Iya, lakukan!” Anthony mengangguk. “Aku ikut, Halim!” Hendri langsung mengajukan diri dan memisahkan diri dari Anthony meski belum mendapatkan perintah. Halim hanya mengangguk saja. Kini tinggallah Anthony yang menunggu sampai dokter selesai memeriksa Tantria. Anthony berdiri dan menunggu. Ia tenggelam dengan pikirannya sendiri. Belakangan mungkin ia luput memperhatikan jika Hendri terlihat begitu memperhatikan Tantria. Dari mana Hendri bisa begitu sigap menolong dan menggendong Tantria ke mobil sedangkan dirinya kalah cepat. “Apa yang aku pikirkan, huff,” gumam Anthony menegur dirinya sendiri. Setelah beberapa saat menunggu, dokter pun memanggil Anthony. Hendri dan Halim baru saja kembali untuk mengurus semua kebutuhan Tantria sebagai pasien. “Bagaimana Istri saya, Dokter?” “Hasil tes sementara menyatakan kalau Ibu Tantria menderita tipes. Beliau kelelahan dan imunitasnya menurun. Harus istirahat total, bed rest.” Anthony menarik napas berat lalu mengangguk. “Saya sudah berikan cairan infus dan obat penurun panas untuk saat ini. Dia harus dirawat.” “Tentu Dokter. Saya ingin pelayanan yang terbaik untuk istri saya.” Hendri yang menunggu di luar ruangan ICU masih resah karena Anthony tak kunjung keluar. “Tuan besar?” Hendri terkesiap dan langsung berbalik. Suara Halim mengejutkannya. “Bagaimana Nyonya Tantria? Dokter bilang apa, Bos?” tanya Hendri tidak bisa menyembunyikan sikapnya. “Dia kena tipes. Jadi harus istirahat total,” ujar Anthony dengan raut datar. “Ya Tuhan, Nyonya. Pantas saja Nyonya Tantria gak merasa sakit, ternyata tipes,” celetuk Erna ikut sedih. Wajah Hendri juga tampak masih kuatir. “Sekarang Tantria sudah dipindahkan ke kamar VIP.” Anthony menyambung lagi. “Kalau begitu kita ke sana sekarang!” sahut Hendri cepat. Erna dan Halim langsung mengangguk. ketiganya kemudian berjalan cepat diikuti oleh Anthony yang masih merasa cemburu tapi diam saja. Sesampainya di kamar, Tantria masih sempat tersenyum pada Halim dan Erna. Begitu pula dengan Hendri. Sedangkan untuk Anthony, Tantria memilih memalingkan pandangannya ke arah lain. Anthony jadi cemberut gara-gara diperlakukan berbeda. memangnya apa salahnya? “Bagaimana perasaan Nyonya sekarang?” tanya Erna yang pertama mendekat. “Rasanya badan Tantri sakit semua,” jawab Tantria dengan suara lemah. “Sekarang Nyonya istirahat saja ya,” timpal Halim. “Tolong jaga Jayden. Setiap hari, tolong ambil stok ASI kemari. Jayden jangan lupa diberi ASI ya,” ujar Tantria memberikan petunjuk pada Erna. Erna langsung mengangguk. “Jangan cemaskan itu, Nyonya. Nanti biar saya yang datang untuk mengambilkan stok ASI-nya,” tawar Hendri tiba-tiba menyela. Anthony menghela napas panjang lalu membuang wajahnya ke arah lain. Ia masih belum bicara sama sekali. “Kita berjaga di sini saja ....” “Jangan. Biar Tantria bisa beristirahat. Kita pulang saja dulu,” potong Anthony memberikan perintah tiba-tiba. “Tapi Bos. Nyonya harus ada yang menjaga,” sanggah Hendri. “Kalau begitu biar Erna saja yang menjaganya.” Anthony menegaskan kalimatnya. Hendri kembali diam lalu mengangguk. Sikap Anthony tampak dingin dan kesal. Entah apa yang mengganggunya. “Baik, Tuan Besar,” jawab Erna sedikit tersenyum. Anthony sangat ingin mendekat dan memberikan kasih sayangnya pada Tantria. Namun langkahnya selalu terhenti saat ada orang lain di ruangan yang sama. Terlebih Tantria membuang muka darinya. “Ini uang untuk kebutuhan kamu. Kalau sudah habis nanti minta lagi. Besok aku kesini lagi,” ujar Anthony saat keluar dari ruang perawatan Tantria. Erna mengangguk dan tersenyum. “Jaga Nyonya Tantria baik-baik. Apa pun kebutuhannya kasih tahu aku atau Halim,” imbuh Anthony tanpa menyebutkan Hendri. Erna hanya mengangguk saja. Setelah beberapa menit kemudian, Anthony pun pergi bersama Hendri dan Halim. Anthony lantas berbalik dan menghentikan Hendri. “Hen, aku mau pergi sebentar.” Kening Hendri mengernyit. “Bos mau ke mana?” “Cari angin.” Anthony langsung berbalik dan masuk ke mobilnya sendirian tanpa sempat dihalangi oleh Hendri dan Halim. Keduanya malah terpaku tak mengerti dengan sikap Anthony. “Tuan Besar kenapa, Pak Hendri?” Halim balik bertanya pada Hendri. Hendri menggeleng pelan. “Kalau kita ikutin Bos Lin, kamu keberatan gak? Tapi mungkin gak akan tidur kita malam ini,” ujar Hendri mengusulkan. “Gak apa, Pak Hendri. Dari pada cemas memikirkan Tuan Besar maunya apa.” Hendri mengangguk pada kesepakatan yang ia buat dengan Halim. Keduanya masuk ke dalam mobil lalu mengekori Anthony Lin. Anthony ternyata datang ke salah satu gudang mereka. Gudang itu dijaga oleh beberapa satpam dan anggota Golden Dragon. Anthony datang dengan pakaian biasa karena ia tidak sempat berganti pakaian. Ia masuk dan melihat beberapa anggotanya bermain judi kartu sambil minum untuk menemani berjaga. Mereka langsung berdiri saat melihat Anthony. “Bos!” Anthony mengangguk lalu menepuk pundak salah satu anggota preman. “Apa ada yang terjadi?” “Gak ada, Bos! Aman semua.” Anthony mengangguk. Ia lantas duduk di salah satu kursi dan mengambil bungkus rokok yang berada di atas meja lalu menarik satu batang. Seorang anggota Golden Dragon menyalakan ujung batang rokok tersebut dan Anthony mengangguk kala menghisapnya. “Ayo kita main!” Anthony memilih berjudi poker, minum serta merokok untuk menghilangkan perasaan gundahnya. Hendri dan Halim yang mengekori hanya berhenti sampai di depan gerbang. Hendri meminta Halim tetap di mobil untuk melihat yang terjadi di dalam. “Untuk apa Bos Lin kemari?” tanya Hendri pada salah satu penjaga. “Gak tahu, Bos. Tadi langsung masuk ke dalam.” Hendri masih mengernyit tak mengerti. Tiba-tiba seorang anggota Golden Dragon berlari dari dalam gudang ke luar. “Den, Bos Lin dapat pencuri! Ayo cepat ke dalam!” teriak anggota Golden Dragon tersebut. Hendri jadi ikut terbelalak kaget. Ia pun ikut berlari ke dalam untuk melihat apa yang terjadi. Saat Hendri tiba, Anthony sedang memukuli salah satu dari dua orang yang sedang dipegangi oleh anak buahnya. “BILANG SIAPA YANG NYURUH, HAH!” bentak Anthony begitu keras lalu memberikan bogem pada wajah orang yang dipegang. Anthony tampak sedikit mabuk sehingga ia tidak bisa mengendalikan dirinya. “Bos, Bos!” Hendri langsung datang memegang Anthony yang nyaris membunuh salah satunya karena memukulinya bertubi-tubi. “Jangan, Bos! Dia bisa mati!” “TIKUS ITU HARUS DIBASMI, HENDRI! TIKUS HARUS MATI!” teriak Anthony keras pada Hendri. Hendri sempat terdiam melihat amarah di mata Anthony. Ia mendekat dan mengangguk. “Biar mereka jadi urusan saya. Bos Lin duduk dulu,” ujar Hendri dengan nada lebih rendah. Anthony masih menatap tajam pada Hendri yang juga masih memandangnya. Napas tersengal Anthony naik turun mencoba mengendalikan amarah. “Dasar Cina gila!” umpat salah satu orang yang masih dipegang oleh anak buah Anthony. Anthony yang mendengar langsung naik pitam. Ia berbalik tanpa peringatan menghajar lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN