Bab 19. Selamat Ulang Tahun

1098 Kata
“Nyonya, pelan-pelan ya,” ujar Erna dan Meilan menuntun Tantria yang sedang ditutup matanya. Tantria jadi kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa dia jadi dibawa keluar kamar dengan mata tertutup seperti ini? “Ini ada apa, Erna? Mei? Kok Tantri ditutup matanya? Kalian mau apa?” Tantria balik mempertanyakan. Erna dan Meilan jadi cekikikan berdua. Mereka tetap menuntun dan memegang lengan Tantria dengan lembut menuruni beberapa anak tangga ke bawah. “Gak apa-apa kok, Nyonya. Nanti Nyonya bakalan senang pastinya,” celetuk Meilan. Tantria hanya bisa pasrah. Perlahan ia di dudukkan di sebuah sofa masih dengan mata tertutup. “Sebentar ya, Nyonya.” Tantria masih sabar menunggu. Ia duduk dengan tenang. Sementara seluruh pelayan dan tukang kebun sedang mempersiapkan sesuatu di depannya. Tantria tidak bisa melihat apa yang sedang mereka lakukan sama sekali. Ia juga tidak bisa menebak apa saja. “Siap, Nyonya!” Tantria tidak menjawab. Perlahan kegelapan kini berubah menjadi terang. Sangat terang sampai membuat Tantria tercengang kaget. “Apa ini?” “Selamat ulang tahun ... selamat ulang tahun ... selamat ulang tahun, Nyonya Tantria, semoga panjang umur ....” Para pelayan termasuk Halim bernyanyi untuk Tantria di hari ulang tahunnya. Tantria terperangah dan tercengang tak percaya. Di depannya dihidangkan berbagai makanan dan kue ulang tahun tercantik yang pernah ia lihat seumur hidupnya. Tantria benar-benar terharu dan matanya berkaca-kaca. Pada akhirnya air mata itu menetes begitu saja karena kebahagiaan dan keharuan. Erna dan para pelayan mendekat untuk mengucapkan selamat. “Kenapa Nyonya malah menangis?” tanya Erna ikut terharu. Tantria ingin tertawa tapi yang terjadi air matanya terus tumpah. “Tantri belum pernah merayakan ulang tahun sama sekali. Ini baru pertama kalinya. Bagaimana kalian bisa mengetahuinya?” tanya Tantria di antara keharuan dan kebingungan. Erna menoleh pada Halim yang terus tersenyum lalu mendekat. “Jangan pikirkan dari mana. Yang penting, hari ini Nyonya berbahagia. Selamat ulang tahun, semoga Nyonya Tantria selalu panjang umur, dilimpahi keberkatan dari Yang Maha Kuasa,” ujar Halim dengan sopan lalu menundukkan sedikit kepalanya memberikan tanda hormat. Seluruh pelayan juga mengikutinya membuat Tantria makin terharu. Ia memeluk mereka satu persatu tanpa canggung bagaikan saudara. Tantria tidak pernah menyangka jika hidupnya kini dipenuhi oleh kebahagiaan yang luar biasa. Meski ia sedih tidak bisa merayakan ulang tahunnya dengan kedua orang tuanya yang telah tiada, tapi Tantria diterima dengan sangat baik di keluarga Lin. Tidak habis rasanya rasa syukur Tantria pada keluarga Lin terutama Anthony yang sampai hari ini masih melindungi martabatnya sebagai seorang wanita. Kehamilannya di luar nikah, diakui Anthony sebagai anaknya. Padahal hanya Tuhan yang tahu, bahwa Anthony bahkan tidak pernah menyentuh sehelai rambut pun milik Tantria. Dari kejauhan di salah satu sudut ruangan, Anthony menyaksikan seperti apa kemeriahan sederhana ulang tahun Tantria yang ia persembahkan untuknya diam-diam. Grizelle tidak ada di rumah. Anthony membuatkan sebuah pesta arisan dengan teman-temannya agar istri pertamanya tidak pulang sementara waktu. Tujuannya adalah Tantria bisa merayakan ulang tahunnya dengan nyaman di rumah meski dengan para pelayan. “Kenapa Bos di sini? Kenapa gak ke sana menemani Nyonya Tantria?” ujar Hendri menegur Anthony. Anthony menarik napas panjang dan dalam. Rasa suka dan cintanya pada Tantria terpendam jauh di dalam hatinya. “Aku gak bisa, Hen. Aku sudah punya janji pada Grizelle soal hubungan kami,” jawab Anthony akhirnya mengaku. “Perjanjian?” Hendri mengulang dan Anthony mengangguk. “Aku gak mau membuat Tantria merasa tertekan dan akhirnya gak bisa mengurus keturunanku dengan baik. Jika aku hanya bisa diam, mungkin itu yang harus aku lakukan.” Hendri terdiam menatap sosok Anthony yang masih memandang Tantria. Kali ini Tantria sedang meniup lilin usai berdoa. Anthony memejamkan matanya sejenak ikut berdoa dalam hatinya. “Apa Bos mencintai Nyonya Tantria?” Hendri bertanya dengan suara yang lebih lembut. Anthony masih menatap Tantria diam-diam lalu berbalik dan menutup pintu perlahan. “Jangan katakan apa pun, pada siapa pun, seumur hidup kamu. Jika hanya kamu yang mengetahui isi hatiku pada Tantria, Hendri. Jika Grizelle tahu, dia akan sangat kecewa,” ujar Anthony sembari berjalan ke salah satu kursi dan duduk. Ia mengambil salah satu dokumen yang sedang dikerjakannya tadi. Hendri hanya bisa diam dan tak lagi bicara. Ia sempat menoleh sekilas ke arah pintu sebelum akhirnya kembali ke dekat Anthony dan bekerja seperti biasa. Di luar, Tantria berbagi seluruh makanan yang terhidang untuk dimakan bersama-sama termasuk kue ulang tahunnya. “Erna, tolong sisakan kue ulang tahunnya untuk Mas Anthony, Mba Grizelle dan Belinda ya,” ujar Tantria meminta pada Erna yang mengangguk sembari tersenyum. “Baik, Nyonya. Sebentar saya simpan dulu.” Tantria begitu bersemangat duduk sejajar dengan para pelayan dan makan bersama. Ia meminta mereka semua duduk di atas sofa mewah yang didudukinya. Beberapa pelayan terutama tukang kebun sempat merasa segan namun akhirnya mereka mengalah. Tangan Tantria terus membelai perutnya yang tinggal menunggu minggu untuk bisa melahirkan. Tantria begitu bahagia dengan kehadiran calon bayinya. Si jabang bayi juga tidak pernah merepotkannya. Selesai acara ulang tahun yang sederhana itu, Tantria menerima beberapa kado termasuk salah satu kado yang cukup besar tanpa nama. Tidak ada yang mengaku tapi Erna terus memaksa Tantria untuk membukanya. Tantria pun menurut. Betapa terkejutnya ia saat melihat sebuah gaun yang cantik menjadi isi hadiahnya. Tantria belum pernah mendapatkan hadiah sebagus itu sebelumnya. “Ini pasti mahal, siapa yang sudah memberikannya, Erna?” tanya Tantria merasa tidak enak. “Gak tahu, tadi sih Pak Halim yang bawa. Kata Pak Halim dari seseorang,” jawab Erna dengan senyuman menggoda. Tantria jadi makin bingung. Ia sudah kenal nyaris semua orang di rumah tersebut tapi siapa yang sudah memberikan hadiah semahal ini? “Apa Mas Anthony?” sebut Tantria pelan. “Ah, gak mungkin, Nyonya. Tuan Anthony itu kan kayak gunung es, ngomong juga seperlunya, ketus lagi. Nyonya Grizelle lagi pergi sama Nona Belinda. Hhmm ... yang paling mungkin sih, Pak Hendri.” Erna sedikit berbisik di akhir kalimat. Senyuman Tantria berubah gusar setelahnya. Apa maksud Hendri memberikan gaun indah seperti itu untuknya? Tantria masih diam memegang gaun tersebut di pangkuannya. “Nyonya?” “Kamu lihat Pak Hendri gak?” tanya Tantria lembut. Wajah Erna yang semula semringah kini jadi mengernyit. “Untuk apa, Nyonya?” “Tantri mau bicara. Uhm, apa dia ada?” “Kayaknya tadi masuk ke ruang kerja bersama Tuan Anthony.” Tantria mengangguk paham. Ia memasukkan kembali gaun itu ke dalam kotaknya dan berjalan keluar dari kamar. “Nyonya mau ke mana?” tanya Erna dengan wajah kebingungan. “Ke ruang kerja sebentar.” Tantria menjawab dengan senyuman. Tantria berdiri di depan ruang kerja Anthony sambil memegang kado miliknya yang berisi gaun. Ia mengetuk pintu dan baru masuk setelah diberikan ijin. “Nyonya?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN