Bab 18. Inginnya Perhatian Tapi Tak Bisa

1149 Kata
Tantria tidak bisa tidur malam ini. Dengan perut yang membesar, terkadang sulit baginya untuk bisa tidur. Kalaupun memejamkan mata itu karena sudah terlalu bosan dan akhirnya terlelap. Ia menghadapi kehamilannya seorang diri tanpa ada pendamping yang bisa mengelus perutnya atau menenangkan hatinya. Bahkan untuk mengambil minuman pun, Tantria harus keluar kamar sendiri. Rumah begitu sepi dan Tantria tidak tega memanggil Erna atau Halim untuk membantunya. Lebih baik dia berusaha sendiri. “Hmm, suara apa itu?” gumam Tantria sendiri saat ia mendengar ada bunyi kasak-kusuk di ruang depan. Setelah meletakkan gelasnya, Tantria berbalik dan berjalan perlahan ke arah ruang yang menghubungkan depan rumah ke tengah. Langkah Tantria berhenti saat melihat Hendri membopong Anthony yang berjalan terhuyung. “Pak Hendri?” panggil Tantria pelan. Hendri sempat menoleh ke belakang lalu memberikan tanda baik-baik saja. Tantria pun diam hanya memperhatikan saja. Hendri dengan sigap membawa Anthony ke lantai atas tempat kamarnya berada. Sedangkan Tantria hanya bisa memandang dengan cemas. Anthony kelihatannya tidak sehat tapi Tantria tidak bisa menolong. Grizelle pasti tidak suka jika Tantria terlibat. Ia pun berjalan ke salah satu kursi dan duduk menunggu Hendri turun. “Kok jadi seperti ini? Qin, kamu kenapa?” tanya Grizelle yang kaget kala membuka pintu kamar. “Maaf, Nyonya. Bos Lin sedang mabuk. Tadi sempat minum-minum di karaoke,” ujar Hendri menjelaskan singkat. Grizelle hanya mengangguk saja lalu membiarkan Hendri memapah Anthony masuk ke dalam kamar dan diletakkan di pinggir ranjang. Anthony masih duduk dengan kepala pusing dan sedikit tertunduk. “Makasih, Hen!” “Sama-sama, Nyonya. Selamat malam!” Grizelle sedikit mengangguk dan Hendri pun segera keluar dari kamar tersebut. Grizelle menghampiri Anthony lalu ia duduk di sebelahnya. Ia mengusap-usap punggung Anthony yang masih duduk lalu memegang kepalanya. “Ah, maaf ya aku baru pulang,” ujar Anthony sedikit mendesah masih mengurut keningnya. Grizelle tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. “Kamu mabuk ya? Gak biasanya kamu banyak minum, Qin? Mau aku ambilkan minum?” Grizelle menawarkan. Anthony menggelengkan kepalanya. “Aku mau mandi saja.” Grizelle pun mengangguk. Ia membantu Anthony untuk melepaskan pakaiannya agar bisa berendam di bathtub air hangat di kamar mandi mereka. “Kamu di sini saja dong. Temani aku mandi,” bisik Anthony sedikit menggoda Grizelle. Grizelle tergelak kecil dan ikut mendekatkan dirinya. Hasrat Anthony sedang naik ditambah rasa tak enak pada Tantria yang tidak kunjung hilang. Grizelle yang tidak tahu apa pun melayani cumbuan Anthony yang memeluk serta mendekapnya erat. “Pak Hendri, bagaimana Mas Anthony? Apa yang terjadi?” tanya Tantria pada Hendri yang baru saja turun dari tangga. Hendri tersenyum dan sedikit mendekat. “Gak apa-apa, Nyonya. Kenapa Nyonya Tantria masih di sini? Ini kan sudah lewat tengah malam.” Tantria sedikit meringis dengan kedua tangan memegang perut buncitnya. Ia menggeleng pelan kemudian. “Tantri bisa buatkan teh untuk Mas Anthony,” tawar Tantria pada Hendri yang menggeleng. “Gak usah, Nyonya. Lebih baik Nyonya Tantri istirahat saja. Bos Lin pasti sudah tidur sekarang,” ujar Hendri lagi. Tantria pun tersenyum pelan lalu mengangguk. Tantria berjalan ke arah kamarnya untuk kembali beristirahat meskipun mungkin ia tidak bisa melakukannya. Hendri pun kembali ke luar dan pulang ke rumahnya yang berada masih di dekat rumah keluarga Lin. Tantria akhirnya membunuh rasa tidak mengantuknya dengan membaca buku. Sampai akhirnya ia lelah lalu terlelap. Keesokan harinya, semua terjadi seperti biasanya. Anthony bangun dengan kepala masih pusing tapi semalam ia sudah tidur cukup usai berhubungan dengan Grizelle. Seharusnya tubuhnya sudah jauh lebih segar. “Kamu kenapa, Qin? Masih pusing?” tegur Grizelle di meja makan. Anthony hanya diam saja dan sedikit membesarkan matanya. Tak lama datang Halim yang membawakan sup pegar untuk Anthony. Kening Anthony mengernyit saat sup itu diletakkan di depannya. “Aku tidak memesan ini, Halim.” Anthony menoleh pada Halim yang menyajikan sup anti mabuk itu untuknya. “Maaf, Tuan. Ini adalah sup buatan ....” “Aku yang meminta untuk dibuatkan untuk kamu, Qin. Aku gak mau kamu terus menerus pusing gara-gara mabuk semalam,” ujar Grizelle memotong dengan cepat. Halim langsung menarik diri dan diam. Ia menunduk sedikit lalu pamit dari meja makan tersebut. “Terima kasih, Grizelle. Tapi aku gak apa-apa kok.” Grizelle tersenyum lalu memegang lengan Anthony. “Kamu butuh banyak tenaga untuk tetap beraktivitas, Qin. Kalau ada yang melihat pemimpin Golden Dragon malah mabuk dan pusing, kan hanya akan jadi bahan cemoohan nanti!” ucap Grizelle sedikit memajukan bibirnya. Anthony membalas dengan senyuman dan anggukan. “Terima kasih ya. Kamu memang selalu perhatian sama aku,” puji Anthony membuat Grizelle tersenyum lebar. Grizelle ikut mengangguk dan kembali meneruskan makan sementara Anthony memakan sup pegar yang sudah dihidangkan untuknya. “Sudah saya antarkan, Nyonya. Tuan juga sudah baik-baik saja,” ujar Halim seperti sedang memberikan laporan pada Tantria yang menunggu di dapur. Tantria tersenyum lalu mengangguk. “Terima kasih ya, Halim sudah mau membawakan sup itu. Nanti Tantri belajar lagi membuat berbagai macam sup ya?” balas Tantria pada Halim yang mendengus kecil seraya tersenyum. Halim mengangguk pelan mengiyakan. Tantria tampak sangat tulus dengan berusaha belajar lalu membuat sup pegar atas bimbingan Halim. Oleh karena itu, Halim tidak tega jika harus memberitahukan Tantria soal yang dilakukan oleh Grizelle. Usai sarapan, Grizelle tidak tenang. Gara-gara sup itu, ia curiga jika Tantria memperhatikan Anthony. Maka, Grizelle kemudian bertanya diam-diam pada Halim untuk memastikan pembuat sup tersebut. “Halim, katakan padaku. Siapa yang membuat sup itu untuk Anthony? Apa Tantria yang melakukannya?” tanya Grizelle separuh mendesak pada Halim yang dicegatnya di koridor samping. “Maaf, Nyonya. Bukan Nyonya Tantria yangs sudah membuatnya, tapi saya yang melakukannya.” Grizelle menarik napas panjang dan lega. Lantas ia tersenyum kemudian. “Oh begitu ya?” Halim sedikit mengangguk dengan senyuman tipis. “Ya sudah kalau begitu. Terima kasih, Halim.” Halim mengangguk dan berjalan melewati Grizelle yang berbalik kembali ke dalam. Halim menarik napas lega ketika berbalik melihat Grizelle masuk ke dalam tanpa kecurigaan apa pun. “Semoga hanya karma baik yang menghampirimu, Nyonya Tantria. Ah, hidupmu begitu berat.” Halim bermonolog sambil menggeleng pelan. Di ruang kerjanya, Anthony memerintahkan Hendri untuk membelikan makanan, kue, lilin serta kado untuk Tantria. Akan tetapi, Anthony tidak ingin Grizelle mengetahui hal tersebut. “Bukannya kalau Nyonya Grizelle tahu, akan jauh lebih meriah, Bos? Maksud saya, kalau dirayakan di rumah, kita bahkan bisa mengundang seluruh anggota Golden Dragon. Atau kita buat perayaan tujuh bulanan sekalian,” ujar Hendri memberikan usulannya. Anthony mendecap kesal lalu menggelengkan kepalanya. “Gak, Hen. Grizelle akan marah kalau tahu aku merayakan ulang tahun Tantria. Kemarin kamu lihat sendiri kan seperti apa dia mengabaikan Tantria sampai tidak mau menemaninya membeli kebutuhan bayi? Tantri itu kan belum dewasa, seharusnya Grizelle yang menemani dan membimbingnya,” ujar Anthony dengan nada kesal. Hendri hanya mengangguk saja. “Kalau begitu saya minta bantuan Halim dan pelayan di rumah saja membuatkan acara ulang tahun untuk Nyonya Tantria. Tapi tempatnya di mana bagusnya ya, Bos?” Anthony menarik napas panjang dan kembali berpikir keras.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN