“Siapa?” Tania menoleh. Dewa sudah berdiri di belakangnya sambil melengkungkan senyum hangat. Tania sedikit kaget. Namun bisa dikendalikannya kemudian. “Ah, itu. Hanya kebetulan ajak ngobrol aja,” kilahnya. “Oh. Ya sudah. Ayo, pulang!” Tania mengangguk. Menerima uluran tangan Dewa yang ingin menggenggam tangannya. Mereka kembali ke mobil dan meninggalkan tempat pemakaman umum itu. Tania jadi lebih pendiam sepanjang perjalanan usai mereka berziarah ke makam tadi. Dewa pun mengajaknya ke sebuah mall lebih dulu. “Mau beli apa, Mas?” Dewa tersenyum sambil membantu melepaskan seat belt yang dikenakan wanita itu begitu mobil terparkir di basemant mall. “Pacaran. Kita belum pernah pacaran kan? Mumpung anak-anak sedang tidak ada.” Tania memicingkan mata. Dibalas Dewa dengan cubitan gema