Ancaman Mertua

1117 Kata
#Pura_Pura_Rebahan Part 10 : Ancaman Mertua “Jadi, kamu tetap tidak mau memberikan Mbakmu pinjaman?” Mama mertua melotot. Aku tak jadi beranjak karena kakiku terjepit kakinya Mas Nizar, mau tak mau, aku akan menyaksikan perang anak-beranak ini. Kalau kubuat cerbung, judul yang tepat apa, ya? Aku mengerutkan dahi dengan memutar otak, mencari judul yang unik agar mendapat banyak like jika diposing di grup kbm sss. Ya elah, isi kepalaku ini halu semuanya. Pletak! “Maaf, Ma, Mbak Mona ... aku tak bisa memberikan pinjaman segitu banyak sebab aku juga sedang tak punya punya uang, baru juga seminggu yang lalu dirampok dua juta ama kalian,” lirih suamiku. “Oh, jadi begitu?! Main hitung-hitungan kamu sekarang, Zar?! Ingat, ya, kalau bukan karena Mama nggak nikahin kamu dengan Viona, kamu itu akan jadi bujang lapuk karena tak ada yang mau dengan kamu yang hanya lelaki kuper dan pelit! Viona ini seharga dua puluh juta senilai dengan hutang ayahnya. Kalau dinominalkan ke angka sekarang, mungkin akan berkisar sekitar lima puluh jutaan. Nah, Mama mau kamu membayar harga wanita yang telah memberimu dua putri ini saja, ayo bayar sekarang!” Mama mertua menatap kami dengan matanya yang semakin membara. Aku menelan ludah, kok aku malah jadi terbawa-bawa sih dalam masalah ini? Aku menggelengkan kepala ngeri, sedang Mbak Mona, ekspresinya dengan Mama mertua sama kecutnya. Wajah Mas Nizar semakin memerah, aku takut dia berubah jadi monster. Oh, no! “Ma, kok hanya gara-gara pinjaman suami Mbak Mona di bank yang dengan menggadaikan sertifikat rumah peninggalan almarhum Papa, Mama jadi ngungkit masalah pernikahanku dengan Viona? Berani berbuat, maka harus berani bertanggung jawab! Mas Aldi, menantu Mama, suaminya Mbak Mona yang membuat masalah, jadi suruhlah dia yang menyelesaikan masalah ini. Tak etis sekali, seenaknya main lempar masalah. Aku tak ada sangkut pautnya dengan hutang kalian!” balas Mas Nizar tak kalah sengit. Oh, Tuhan, andai aku ini Maura, Istri gaibnya Haikal dalam cerita “Istri Gaib” karya Evhae Naffae, penulis favoritku itu, mungkin aku sudah menghilang atau juga membuat diriku jadi tak terlihat dari pada menjadi batu diantara pertengkaran tiga manusia ini. Aku hanya bisa menghela napas berat. “Nizar, Mama tak mau tahu ... siang ini kamu harus bisa membayar lima puluh juta, atas istri yang telah Mama berikan kepadamu lima tahun yang lalu!” ujar Mama mertua dengan jari telunjuk yang mengarah kepada suamiku. “Ma, tega sekali kalian memerasku seperti ini!” bentak Mas Nizar semakin marah, urat dahinya terlihat berkeluaran, tangannya mengepal marah, otot kekarnya membuatnya terlihat sexy, eh! “Kamu juga tega membiarkan rumah Mama akan disita oleh Bank, maka Mama juga akan tega menagih uang jasa memberikanmu istri!” ketus Mama mertua sambil bangkit dari sopa ruang tamu. “Aku takkan mau mengeluarkan uang sepeser pun untuk kalian!” jawab Mas Nizar dengan mengangkat kepalanya. “Kalau kamu tak mau membayar uang itu, maka Viona akan Mama ambil kembali! Mama akan menjualnya ke saudagar kaya, sebab dia ini aset Mama!” Mama mertua menunjukku yang kini hanya menundukkan wajah dengan sambil memikirkan judul cerbung yang pas atas drama keluarga ini, idenya sungguh luar biasa, kalau cerita ini kubuat cerbung, bisa dapat like 20k ini. Mas Nizar terdiam, dengan rahang yang mengeras, tangannya gemetar, mungkin sedang menahan diri untuk tak melayangkan tinjunya. Oh, no! Jangan sampai terjadi pertumpahan darah di sini sebab aku tak mau bolak-balik ke kantor Polisi untuk dijadikan saksi, sebab cerbungku di aplikasi akan terbengkalai kalau tak rebahan. “Mama beri waktu sampai pukul 13.00 siang nanti. Pikirkan saja dulu!” Mama mertua melangkah menuju pintu dan Mbak Mona mengekor di belakangnya. “S1al! Berengs3k Mas Aldi itu, gara-gara kesalahan dia ... aku jadi terbawa-bawa atas masalah ini. Pikirkan semuanya, Vio, kita harus apa sekarang?” ketus Mas Nizar dengan memegangi kepalanya. “Dasar Anj*ng, seta*, bab*!!!” Aneka nama hewan mulai keluar dari mulut pria berkulit sawo matang dengan alis tebal itu, ia terlihat sangat marah saat ini. “Kasih ajalah, Mas, dua belas juta itu! Toh mereka cuma bilang pinjam kok dan nanti katanya bakal dibalikin kok!” ujarku enteng. “Enak saja, dua belas juta itu jumlah yang besar dan aku takutnya ... Mas Aldi malah nggak bisa balikin uangnya. Usaha rental mobil abang iparku itu terancam bangkrut, aku nggak yakin uangku akan kembali!” ujar Mas Nizar. “Lalu ... kamu akan membiarkan aku ditarik Mama lalu dijual kepada saudagar kaya, Mas?!” Aku mengerucutkan bibir menatapnya, pria hitam manis yang ingin kuketahui kadar sayangnya kepadaku sebab selama lima tahun menjadi istrinya, belum pernah ia menyatakan cinta dan sayangnya. Seperti menikah dengan kalkulator saja aku ini, ngenes banget ‘kan nasib si kang halu kayak aku, yang hanya lewat cerbung yang kutulis ... aku bisa menjadi istri yang dicintai suami. Mas Nizar terdiam, ia terlihat sedang berpikir keras. “Jadi, kamu lebih menyayangi uangmu dibanding aku, istrimu ... begitu, Mas?!” tanyaku dengan dialog khas drama udang terbang yang tayang setiap siang hingga sore itu. Mas Nizar masih diam, dahinya berkerut seperti sedang menghitung rumus matematika langsung dengan otaknya. “Ya sudah kalau begitu, Mas, aku mau siap-siap dulu sebelum Mamamu datang dan mengambilku kembali. Terima kasih selama lima tahun ini telah menjadi suami yang super pelit, aku titip anak-anak!” ujarnya dengan ekspresi berpura-pura sedih dan berharap ia menarik tanganku lalu mengatakan kalau ia takkan membiarkan Mamanya menjualku kemudian mengatakan kalau ia mencintaiku serta akan mengubah sifat pelitnya. Akan tetapi, ia tak melakukan apa pun saat aku melangkah pelan bagai keong, meninggalkanya di ruang tamu, padahal aku sudah beberapa kali menoleh ke belakang sampai kejedot pintu kamar tapi Si Tuan kreb masih bergeming. Kuhembuskan napas kesal, mengunci pintu kamar lalu duduk di pinggir ranjang sembari meraih bantal ajaibku dan kemudian mengeluarkan beberapa cokelat yang kusembunyikan di dalamnya. Terlalu banyak berakting membuatku lapar, langsung kugigit cokelat dengan harga mahal itu yang rasanya sangat enak karena dibeli dengan duit hasil menghalu. Kira-kira apa yang akan dilakukan Mas Nizar, ya? Aku sih sebenarnya bisa aja ngasih pinjaman dua belas juta itu dan misal nggak dibalikin ya udah, akan kuanggap sedekah. Akan tetapi ... nggak jadi deh, nanti malah ketahuan kalau aku banyak duit dan bisa-bisa dirampok mereka. Aku juga takkan mau dijual oleh Mama mertua, seenaknya saja mau menarikku kembali. Hutang ayah sudah kutebus selama lima tahun menjadi istri putranya yang pelit itu, jadi dia takkan berhak atas diriku lagi. Dikira enak apa jadi istrinya Mas Nizar itu? Sebelum jadi penulis dadakan, buat beli sampho sachet saja, susahnya minta ampun, apalagi buat beli bedak dan lipstrik. Jika omongan Mama mertua itu benar, maka sebelum ia menjualku, aku harus bisa kabur dari sini. Aku memutar otak, mencari solusi atas semua masalah aneh ini. Keluarga suamiku ini memang benar-benar aneh bin ajaib. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN