Pagi itu suasana kantor terlihat hectic karena kesibukan menjelang deadline. Cica terlihat ruwet, padahal Ranti ingin bercerita.
"Ca, pulang kantor mampir Go Lucky yu!" ajak Ranti. "Setujuu... Deadline is killing, butuh self healing. Tunggu aku nanti," Cica pun kembali menghadapi komputernya dan berdiskusi dengan timnya.
Ranti kembali menuju mejanya. Siang ini ia ada pertemuan di luar kantor lalu bersiap mengambil heels-nya dan berangkat menuju tempat meeting.
***
Tidak terasa hari beranjak sore. Pukul 17.00, rapat dengan klien sudah selesai. Ranti dalam perjalanan kembali menuju kantor. Cica kemungkinan masih sibuk. Biasanya deadline selesai pukul 19.00.
Ranti pun memutuskan untuk mampir sebentar di coffee shop, ia butuh kafein. "Iced Americano, tanpa gula, take away," Ranti memesan kopi kesukaannya. Ia menunggu pesanannya sambil berdiri mengecek ponsel. Iseng mencari nama Ario Yudha di i********:. Banyak juga yang bernama mirip ternyata, lalu menutup aplikasi Instagramnya. Nanti saja pikirnya.
"Ibu Ranti," panggilan kalau kopinya sudah siap. Ranti pun berjalan menuju kantor, coffee shop itu lokasinya berselisih dua gedung dari kantornya. Ia berjalan sambil melihat suasana jalan dan mengingat kejadian semalam. Ia tersipu malu sendiri.
Ah, andai Ario tiba-tiba ada dihadapannya, ingin rasanya memeluknya. Bayangan menggelitik ia memeluk badan Ario yang gagah membuatnya tersenyum sendiri. Aduh Rantiii.. stopp! Hati kecilnya menyuruhnya berhenti membayangkan yang tidak-tidak.
Ario Yudha berhasil membuatnya kangen setengah mati.
Ranti pun tiba di depan gedung kantornya dan beranjak menuju lantai 7. Cica terlihat masih ruwet dengan segala kesibukannya. Ranti duduk dan mengecek hasil pertemuannya, lalu menyusun daftar pekerjaan.
Ranti melihat staf-nya, Irna, masih ada di kantor. Ia menyerahkan beberapa hal teknis untuk dikerjakan. Irna terlihat serius langsung menyelesaikannya.
Tuntutan pekerjaan di media memang membuat karyawannya tidak bisa menghitung jam kerja seperti layaknya karyawan kantoran lainnya. Jam pulang kadang tidak jelas, tapi ada fleksibilitas dan networking yang membuat Ranti menikmati pekerjaannya.
Ranti mengecek beberapa hal yang harus ia tandatangani. Sekilas ia melihat ke arah ruang Pa Ridwan, sambil berharap Ario keluar dari pintu itu. Meski Ranti tahu kalau Ario tidak ada. Ya, ia kangen..
Cica tiba-tiba muncul, "Ayooo... Ahhh butuh minuman dingiiiinnn. Akhirnya beres juga.” Ranti mematikan laptopnya, menyimpan heel-nya dan menggantinya dengan sneaker favoritnya.
***
Go Lucky jadi cafe favorit Ranti dan Cica, mereka bahkan punya spot sendiri.
"Ice black tea no sugar sama ice tea with sugar, tambah mix platters," ujar Cica yang hafal pesanan rutin mereka. "Jadi, bagaimana soal si ganteng itu?" tanya Cica penuh semangat. "Idih, siapa?" Ranti pura-pura tidak tahu. Cica tertawa, "Ti, aku tahu sejak hari itu, ini bakal berlanjut," ungkap Cica. "Maksudnya?" Ranti penasaran.
"Kalau tidak ada perasaan sama sekali, tidak akan ada keluar sepatah katapun soal laki-laki dari mulutmu," ungkap Cica. "Dari pagi itu, sampai hari ini, kamu banyak melamun. Apa lagi kalau bukan soal Bang Ario, hahaha..." Cica cerita berapi-api.
Ranti manyun. "Jujur, hari ini aku kangen dia Ca, padahal ketemu baru beberapa kali. Tadinya males banget, dia terlalu cool, tidak ada respon sama sekali. Tapi gara-gara kejadian semalam, aku kayanya makin dalem ini. Huhuhu.. Dia cute banget," Ranti mulai bercerita.
"Semalam ada apa???" Cica kaget.
"Pulang Surabaya, dari bandara aku langsung ke kantor drop dokumen. Di lift ketemu dia, terus dia menemani pulang jalan kaki sampai depan apartemen. Terus dia cute banget, ganteng, baik, cool, sopan... Caaa.. Aku suka Caa..." Ranti bercerita panjang lebar.
"Wah itu luar biasaaa... Trust me, pasti kalian berlanjut!" Cica merespon penuh semangat. "Maksudnya?" Ranti kebingungan.
"Rantiii... Ihh kamu tuh bego atau apa sih? Tidak mungkin laki-laki mengantar perempuan, jalan kaki, lumayan jauh, beberapa blok, kalau tidak ada hati," kata Cica. "Terus nih ya. Kamu pasti kaget. Tahu tidak, aku lihat Ario pagi kemarin di basement. Dia bawa mobil, parkirnya sebelah aku. Buat apa mobilnya ditinggal, terus jalan kaki mengantar kamuuu?? Bang Ariooo ternyata diam-diam ada hati..." Cica dengan semangat menceritakan semua itu.
"Hah? Beneran ca??" Ranti kaget. "Terus kenapa selama ini dia dingin banget? Baru semalam aku lihat dia menyapa pertama kali. Terus dia senyum Ca, ganteng banget. Ah bingung," Ranti terus bercerita.
"Dingin bagaimana?" Cica ingin tahu.
"Pertama, aku say thanks tidak jawab sama sekali. Terus nih, ada kejadian aku tidak sengaja nubruk, aku say thanks, dia lagi-lagi tidak bicara sama sekali. Terus pas selesai lunch, aku tanya soal bayar makanan, dia langsung bilang dia yang bayar terus langsung ngebalik. Ah pokonya buat sakit hati. Tadinya niat move on. Tapi ya itu, gara-gara semalam, jadi tidak bisa move on," Ranti mengungkapkan semuanya.
"Wahh... mungkin dia tipenya tidak gampang komunikasi sama perempuan kali ti," Cica menerangkan. "Tahu sendiri si Yoga kaya apa pas ngedeketin aku. Gengsi tinggi, tapi akhirnya dia nyerah juga gara-gara aku ngilang ke Bali waktu itu. Ingat?" Cica mengenang kisahnya dengan Yoga pacarnya.
"Hmm.. Ya.. Sebelum kejadian kemarin. Aku kan ke Surabaya 5 hari itu Ca. Apa dia cari aku tidak ada gitu? Langsung kangen kali dia," Ranti menebak-nebak dan berimajinasi hal yang membuatnya senang.
"Bisa jadi," Cica tertawa. "Laki-laki gitu. Ada dicuekin, tidak ada malah dicari."
Ranti langsung membayangkan kalau ia ternyata punya peluang untuk mendekati Ario. Ia tidak sabar untuk bertemu Ario besok. "Besok dia ke kantor Ca, aku ajak makan siang gitu ya? Atau aku tunggu saja?" Ranti bimbang.
"Tunggu saja. Aku yakin itu dia bakal menyerah sebentar lagi. Apalagi dia sudah mengantar kamu pulang Ranti. Percaya deh. Besok aku kosong, kalau memang ada lunch, aku ikuttt..." Cica pun semangat. "Akhirnya sobatku bisa lepas dari masa sendiri."
Ranti tersenyum dan berbunga-bunga, merasa semangat menunggu esok.
***