SAKIT

805 Kata
Ranti meminum obat yang Irna beli. Akhirnya memutuskan untuk pulang agak awal. Setelah izin Pa Ridwan dan menugaskan stafnya, Ranti pun melangkah pulang. Perutnya agak membaik setelah minum obat tadi, sehingga ia memutuskan untuk pulang dengan jalan kaki seperti biasanya. Setibanya di apartemen, mandi air hangat dan segera tidur. Pukul 19.30, Ranti bangun. Ia tertidur cukup lama. Perutnya semakin enak, lalu memakan bubur hangat yang ia buat sendiri. Ah enakan... Semoga besok membaik. Ranti lalu beranjak mengambil ponselnya. Ada ratusan pesan w******p, dan 9 kali misscall. Dua kali dari Wira, dua kali Cica, dan sisanya nomor tak dikenal yang berbeda-beda. Ia pun mengecek pesan w******p. Ranti terdiam, ada pesan dari Ario. Betapa kagetnya, salah satu nomor yang misscall tadi nomor Ario. Ia menyadari belum menyimpan nomornya. Ranti pun segera menyimpannya, ARIO. Kemudian mulai membaca pesannya. Ario: Bu Ranti, pulang kantor pukul berapa? 16.30 Ario: Apa masih di kantor? 17.01 Ario: Katanya sakit? Tidak apa-apa? 17.38 Ario. Misscall, 18.15 Ranti melihat jam, sekarang pukul 19.50. Ranti merasa bersalah membiarkan Ario berjam-jam menanti kabarnya, lalu memutuskan untuk membalas pesannya. Ranti: Pa Ario maaf saya baru balas. Tadi saya tidak enak perut jadi langsung pulang dan tertidur. Ini baru bangun. Pukul 20.05, pesan belum terbaca. Pukul 20.10, Ranti mengecek kembali ponselnya. Ternyata pesan itu sudah terbaca, tapi Ario belum membalasnya. Hhh... Ranti jadi kesal sendiri. Pukul 20.13, ponselnya berbunyi, ARIO. Deringan ketiga, ia mengangkatnya. Ranti menjawab gugup, "Ya, halo.” Ario bertanya dari seberang sana, "Apa sudah enakan?" Ranti, "Sudah. Terima kasih ya. Ko pa Ario tahu saya sakit?" Ario menjawab terbata-bata, "Mmm.. tadi saya ke ruangan, cari, ketemu Bu Irna. Dia yang cerita." Ranti, "Oh.." gugup entah mau bicara apa. Ario pun kelihatannya begitu, akhirnya ia berkata, "Syukurlah kalau sudah enakan. Mungkin itu saja, saya.." Ario terdengar seperti akan menutup teleponnya. Ranti tidak mau telepon ini berakhir, lalu memotong ucapannya dengan bertanya, "Mmm, tadi sore chat saya, soal pulang kantor pukul berapa, itu kenapa?" Ario seperti ragu menjawab, "Tidak apa-apa," Ranti terdiam, "Oh.” Ario, "Besok ke kantor?" Ranti, "Iya, ini sudah baikan. Pa Ario besok ada jadwal ke kantor kita?" Ario, "Iya ada," jawabnya pendek. Ranti, "Oh, ok," Ranti senang tapi bingung mau bicara apa. Sunyi. Tidak ada yang bicara. Ranti memecah kesunyian itu, "Maaf ya telat baca pesannya." Ario, "Tidak apa-apa, mmm.. mmm.." Ia seperti ingin mengungkapkan sesuatu, tapi terdengar ragu. Ranti pun akhirnya bertanya, "Kenapa?" Ario, "Tadi saya tanya soal pulang jam berapa, karena... mmm..." ucapannya terhenti. Ranti menunggu kelanjutannya. Ario, "Mmm.. tadinya berharap, mmm... bisa ajak makan malam," lalu kembali terdiam. Ranti terkejut, tanpa sadar mulutnya membuka lebar, langsung menahan senyum sambil menggigit bibirnya. Ario, "Karena tadi tidak memungkinkan, apa besok, mmm.. mm... Apa bisa saya, mmm.. Bu Ranti mau.. mmm.. Besok saya ajak makan malam.. Apa ok?" tanyanya terputus-putus. Ranti bisa merasakan kalau Ario berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan ajakannya. Rasanya ingin berteriak. Super happy! Ranti, "Besok? Rasanya bisa," pura-pura menjawab dengan tenang, padahal jantungnya dag dig dug tak karuan. Ario, "Ok, mmm.. Besok saya ada pertemuan pukul 16.00 di Blue bareng Pa Wira dan Bu Mirna. Setelah selesai, mmm... saya kabari. Tidak apa-apa?" Ranti, "Tidak apa-apa." TENTU SAJA TIDAK APA-APA, Ranti merasa apapun tidak masalah. Ario, "Ok, besok saya jemput, tapi.. kalau masih kurang enak badan, bisa kabari saya ya?" Ranti, "I... Iya.." Gugup dan merasa kaget karena dari ucapannya, Ario seperti khawatir padanya. Ario, "Mmm.. ok. Istirahat ya, sudah malam.” Ranti melihat jam dinding, 20.50, belum, belum malam Ario, ingin rasanya Ranti mengucapkan hal itu. Ranti, "Oh ok, sudah mau tidur?" Belum ingin menutup telepon itu. Ario, "Belum, tapi yang sakit harus istirahat," ujarnya lembut. Kenapa ia bisa membuat hatinya meleleh? Ahh... Andai Ario ada didepannya, mungkin Ranti sudah menciumnya dengan gemas. Imajinasinya pun timbul. Ario, "Halo.." panggil Ario dari seberang sana. Ranti, "Eh, iya, halo. Ok, met istirahat juga.." Bersiap menutup telepon. Ario, "Sampai besok," Ario pun bersiap menutup telepon. Tapi, tidak ada satupun yang menutup duluan. Terdiam. Ranti pun memutuskan untuk ia yang menutup duluan. Ranti, "Malam, sampai besok.” Ahhh... Cica mana cicaaaa... Ranti langsung menelpon Cica. Ranti, "Caa.. Dia telepon, ajak dinner besok!" Semangat mengeluarkan kegembiraannya. Cica, "Lha itu perut sudah mendingan?" Ranti, "Sudahhh..." Ranti makin semangat. "Besok pake baju apa???" Cica tertawa, "Sesuai dugaan, pengacara ganteng itu pasti menyerah. Dress warna peach yang waktu itu beli lucu juga. Jangan lupa outerwear wool itu. Cute kayanya buat dinner pertama, jangan terlalu overdressed. Ikut hepi Ran... Selamat melepas masa lajang.” Ranti, "Ok bye, siapin baju dulu." Lalu menutup telepon. Sekilas ia melihat ada beberapa pesan masuk, tapi yang paling penting ada chat kembali dari Ario. Ario: Jangan lupa minum obat. Ranti: Sudah, terima kasih ya. Sebulan sekali kaya begini, jadi tidak apa-apa. Ario: Iya, cuma khawatir. Ranti: Glad to hear that. Ario: That's how I feel. Ranti: Excited for dinner tomorrow. Ario: Saya juga. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN